Blogger Widgets

Minggu, 15 September 2013

“Sebuah Harapan” #Yoshill

This is shortstory special for #16thAshillAmazing
Ini cerpen yang saya post di facebook pas Ulang tahun Ashilla my twins yang ke-16 tahun :)
Dan sekarang saya repost. Hehehe

Selamat membacaaaa!!

.
.

“Hh..” pria itu mendesah pelan. Keringat bercucuran di keningnya.
Pria itu meilirik jam tangan yang melingkar di pergelangan tangan kirinya. “aku telat!” gerutunya.
KREK
Ia membuka pagar rumahnya yang terbuat dari kayu yang disusun dengan rapi itu.
Matanya menerawang, menatap rumah minimalis, tidak mewah, namun juga tidak sederhana.
Perlahan, ia melangkahkan kakinya, menuju pintu depan.
ia memutar knop pintunya.
Pintu terbuka.
Pria itu tersenyum saat melihat sang istri yang sudah ada di ruang tamu. Dan sedang duduk di ‘kursinya’, sambil menatap lurus ke jendela.

“Hei. Kak Rio sudah pulang?” seorang gadis –yang kira-kira berumur 19 tahun- muncul dari arah dapur.
Rio berbalik menatap gadis itu.
“sudah, Acha.” Jawabnya pada gadis yang bernama Acha itu.
Rio berjalan mendekat pada istrinya yang kini masih dalam posisinya.
“selamat sore, Shilla.” Sapanya.  Rio berlutut sambil mencium lengan Shilla –istrinya-, menoleh pada Rio.istrinya itu.

Perempuan itu tersenyum.
“kau sudah makan?” tanya Rio.
Shilla menganggukkan kepalanya.

“baru saja aku selesai menyuapi kak Shilla.” Sahut Acha sambil berjalan mendekat kea rah Rio dan Shilla.
“tumben, kenapa harus disuapi segala?” tanya Rio menatap Acha.
Acha mengangkat kedua bahu dan tangannya bersamaan. “entah. Kak Shilla yang minta.”
Rio hanya membulatkan mulutnya.
“sayang, kamu baik-baik aja ‘kan.”
Shilla mengangguk. “huahoaha.” Ucapnya.
Rio tersenyum. “iya. Aku yakin kok kamu baik-baik aja.” Ucap Rio.
Shilla tersenyum sambil mengangguk-nganggukan kepalanya dan mengangkat jempolnya.
Rio tersenyum miris melihat Shilla.

Istrinya, seorang penyanyi yang mempunyai suara yang sangat menakjubkan. Namun sayang, kini, Shilla tidak bisa bernyanyi lagi. Bahkan, untuk bicara pun tidak bisa.
Ya. Shilla bisu.
Kata Dokter, pita suara Shilla mengalami kerusakan akibat racun yang masuk ke tenggorokan Shilla.
Menurut Dokter, sepertinya ada orang jahat yang ingin mencelakakan Shilla dengan memasukkan racun ke dalam minumannya. Dengan begitu, Shilla tidak akan bisa bernyanyi lagi. Bisa dikatakan, ada orang yang sirik terhadapnya.
Shilla sempat depresi karena itu. Reputasinya sebagai penyanyi pun pudar. Suaranya benar-benar hilang!
Tapi, menurut Dokter, Shilla bisa sembuh.
Asalkan, ia mau menjaga suaranya. Maksudnya, ia tidak memaksakan untuk berbicara sedikitpun. Dan melakukan terapi secara teratur.
Untung saja, masih ada Rio sang kekasih yang selalu menemaninya. Mensupportnya, agar tidak terpuruk dengan semua yang Shilla alami.

Rio membalik menatap Acha.
“Acha. Kamu boleh pulang. Terima kasih. Hari ini kamu udah jagain Shilla.” Ujar Rio.
Acha mengangguk. “itu ‘kan emang kewajiban aku, kak Rio. Kak Shilla ‘kan kakak kandungku sendiri. Jadi, udah sewajibnya aku membantu.” Jawab Acha.
Rio tersenyum. “sekali lagi, terima kasih ya.”
“Iya, kak Rioooo..” jawab Acha.
Acha membungkuk pada Shilla. “Kak. Acha pulang dulu ya. insyaAllah, besok Acha kesini lagi.” Ucap Acha.
Shilla mengangguk. Lalu mengucapkan terima kasih dengan menggunakan isyarat tangan.
Acha mengangguk. Lalu mencium pipi Shilla dengan penuh rasa sayang pada kakaknya itu.
Lalu berdiri dengan tegak.
“sampai jumpa besok, kak. Acha pamit pulang kak Shilla, kak Rio.” Pamit Acha sembari melambaikan tangannya.
Shilla melambaikan tangannya sambil menatap kepergian adiknya itu, yang kini sudah keluar dari pintu rumahnya.

Shilla berbalik menatap Rio, suaminya.
Ia tersenyum.
Rio membalas senyum Shilla.
“temani aku makan, yuk!” ujar Rio.
Shilla mengangguk antusias.
Rio beranjak, berdiri.
Lalu mendorong kursi roda Shilla, dan pergi ke ruang makan.

Ya. Satu lagi dari Shilla.
Shilla mengalami lumpuh. Itu terjadi saat beberapa hari setelah suaranya hilang.
Ia sempat depresi. Ia berlari keluar rumah sakit.
Tak sadar, ia berlari ke jalanan.
Sebuah mobil truk tiba-tiba menghantam tubuhnya dengan keras.
Kaki Shilla mengalami benturan yang sangat hebat, tetapi, kepalanya hanya mengalami benturan yang ringan.
Dokter memvonis Shilla lumpuh. Kakinya tak bisa di gerakkan saat itu.
Dan ia harus menggunakan kursi roda karena kakinya lumpuh, duaduanya.

Shilla sangat terpukul! Cobaan yang ia dapat sangat membuatnya ingin mati saja.
Tetapi, untung saja Rio selalu menenangkannya.
Rio yang membuatnya masih bertahan.
Dan beberapa minggu kemudian, Rio melamar Shilla. Dan mereka menikah.

Setiap Rio bekerja, Acha –adik Shilla- selalu datang ke rumahnya untuk menemani Shilla.
Acha masih kuliah, namun ia seringkali menyempatkan waktu untuk datang. Karena, Acha sangat sayang sekali pada kakaknya itu. Lagipula, Rio sengaja tidak menyewa (?) pembantu di rumahnya. Semua pekerjaan rumah, Rio lakukan sendiri.

***

Langit mulai gelap.
Hari sudah berganti menjadi malam.
Rio, dan Shilla sedang duduk di depan balkon kamarnya yang berada di lantai dua, sambil menatap ke atas langit.
“lihat bintangnya. Indah ya.” Ucap Rio.
Shilla mengangguk sambil menatap bintang-bintang yang bertebaran di atas sana.
“kamu tau, diantara semua bintang disana, yang paling bersinar hanya ada satu.” Ucap Rio.
Shilla langsung menatap Rio. Alisnya naik, bingung; Oh ya?
Rio mengangguk. “ya. Sungguh. Kamu tau bintang itu dimana?” tanya Rio.
Shilla berfikir sejenak. Lalu menggeleng; tidak.
“bintang itu.. ada di mata kamu.” Ujar Rio.
Shilla tersipu.
“dan kamu, akan selalu jadi bintang terindah untukku.” Ucap Rio. Rio meraih tangan Shilla. Lalu meletakkannya di dada Rio. “disini, di hatiku. Untuk selamanya.”
Shilla tersenyum, terharu.
Kamu juga. Jawab Shilla. Tentunya menggunakan isyarat.
Rio tersenyum. Lalu memeluk erat istrinya itu.

“Shilla.” Rio melepaskan pelukannya.
“aku.. boleh jujur sama kamu?” tanya Rio hati-hati.
Shilla mengerutkan keningnya; apa?

“Hhh..” Rio menghela nafasnya.
“tapi, kamu jangan marah ya.” Kata Rio menatap Shilla penuh harap.
Shilla mengangguk.
Rio menggenggam tangan mungil Shilla.

“Jujur saja. Aku merasa kesepian.” Ucap Rio.
Shilla memiringkan wajahnya tak mengerti.
Kau kan bersamaku. Apa aku membuatmu tetap kesepian? Tanya Shilla dengan isyarat tangannya.
“Bu-bukan. Maksudku bukan begitu, sayang.” Ralat Rio cepat. “maksudku, aku merasa kita butuh seseorang yang bisa meramaikan rumah ini.”
Kening Shilla semakin  berlipat-lipat; aku tak mengerti apa maksudmu.
“aku.. aku..” Rio menggantungkan kalimatnya. “aku ingin kita punya anak.”

DEG!
Shilla terpaku mendengar ucapan Rio.
Rio menundukkan kepalanya. Takut-takut istrinya itu marah.

“B-bukan maksudku untuk meminta itu terlalu cepat. Aku tahu, kau pasti tidak menginginka—“
Shilla langsung meletakkan jari telunjuknya di depan bibir Rio. Menghentikan ucapan Rio.

Shilla menghela nafasnya. Aku juga. Aku ingin punya anak. Tapi, apa aku bisa mengasuhnya?. Kata Shilla ragu.
Rio tersenyum. Lalu mengelus rambut Shilla dengan halus.
“bisa. Kamu pasti bisa.” Ucap Rio.
Shilla tersenyum; baiklah.

Pernikahan mereka sudah menginjak 7 bulan. Namun, sampai saat ini mereka belum mendapatkan momongan.
Maksudnya, perut Shilla belum menandakan adanya janin di dalam rahimnya.
Sebenarnya, Shilla tak ingin punya anak dulu. Ia takut! Ia takut tak bisa mengurus anaknya dengan baik karena kekuarangan yang di milikinya.
Rio memakluminya.
Rio tau, mengurus anak itu tidak mudah.
Apalagi dengan keadaan Shilla yang seperti ini.
Bukan maksud Rio untuk meremehkan istrinya itu. Tetapi, ia juga tak bisa berbuat apa-apa kan?

“aku sangat menyayangimu.” Rio mengecup kening Shilla dengan halus.

***

Hari ini hari minggu.
Acha menelpon Rio pagi-pagi sekali.
Ia menyesal karena hari ini ia  tidak bisa datang ke rumah.
Sebenarnya ia ingin sekali. Tapi, ada tugas di kampusnya.
Memang sih, sebenarnya Acha tidak perlu datang di hari minggu ini. Lagipula, Rio ‘kan libur bekerja.
Jadi, Rio yang pastinya akan menemani Shilla seharian penuh.

Rio memandang kalender yang tertempel di dinding rumahnya.
Ia tersenyum. 25 Februari. Besok.. aku harap kamu seneng dan menyukainya, Shill. Batin Rio.

Rio berbalik pada Shilla yang sedang menonton tv dengan tetap duduk di kursi rodanya.
“Shilla. Bagaimana kalau kita pergi ke taman. Itung-itung olahraga pagi.” Ajak Rio.
Shilla mengangguk setuju dan tersenyum.
Rio buru-buru mengambil sepatu olahraganya, dan sepatu olah raga milik Shilla.

Shilla menggeleng saat melihat Rio membawakan sepatu miliknya.
“gak apa-apa. Ini Cuma sebagai pelengkap, kok.” Rio terduduk untuk memakaikan sepatu di kaki Shilla.
“yuk. Kita berangkat.”
Shilla Cuma pasrah saja.
Rio mendorong kursi roda Shilla keluar rumah.
Mengunci rumah. Lalu mulai berjalan menuju taman komplek.

***

Rio dan Shilla berhenti di dekat sebuah pohon yang berdiri kokoh di taman.
Rio duduk diatas rerumputan, disebelah Shilla.
Rio mengibas-kibaskan tangannya. Untuk sedikit menghilangkan gerahnya. Walaupun sepertinya belum tentu berhasil.

“minum dulu, broh.” Shilla dan Rio sama-sama menoleh pada sumber suara.
Seorang lelaki tengah duduk di sebelah Rio. Sambil mengulurkan dua botol minuman.

“Gabriel?” ucap Rio saat melihat orang itu.
Gabriel –lelaki tadi- tersenyum. Lalu meneguk botol minuman miliknya.
“ini ambil.” Ujar Gabriel kembali mengulurkan botol air mineral itu pada Rio.
Rio mengambilnya.
“terima kasih.” Ucap Rio. Lalu membukakan tutup botol air mineral itu, dan memberikannya untuk Shilla.
Satu lagi, untuk dia sendiri pastinya.

“lo sendirian? Istri lo mana?” tanya Rio pada Gabriel, sahabatnya dari SMP itu.
“noh, disana. Lagi ngerumpi bareng bininya Alvin.” Jawab Gabriel sambil menunjuk ke arah yang ia maksud dengan dagunya.
Rio dan Shilla mengikuti arah yang dimaksud Gabriel.
Dua orang wanita tengah mengobrol bersama.
“Ify! Sivia!” panggil Gabriel.
Dua wanita yang di panggil Ify dan sivia itu menoleh.
Lalu tersenyum sambil melambaikan tangannya.
Shilla membalas senyum mereka. Dan melambaikan tangannya.
Ify dan Shilla berjalan mendekat pada mereka.
Gabriel buru-buru menghampiri Ify, istrinya.
“hati-hati.” Ujar Gabriel, sambil membantu Ify berjalan.

“Wah, bentar lagi lo bener-bener bakal jadi ayah nih, Yel.” Ucap Rio.
Gabriel tersenyum lebar. “si Alvin juga.” Jawabnya.
Shilla menatap kedua sahabatnya itu, Ify dan Sivia.
Shilla tersenyum pahit. Kedua sahabatnya, perutnya membuncit.
Mereka sedang hamil. Ify sedang hamil kurang lebih 7 bulan.
Sedangkan Sivia baru 4 bulan.
Sedangkan Shilla? Shilla menelan ludahnya dalam-dalam.

“Alvin mana, Vi?” tanya Rio pada Sivia.
“tadi sih ke toilet dulu.” Jawab Sivia.
Sivia dan Ify mendekat pada Shilla.
“gimana kabar kamu, Shilla?” tanya Ify.
Shilla tersenyum, dan menjawab; aku baik-baik saja.
Sivia dan Ify tersenyum senang melihatnya.

“bagaimana? Besok jadi, kan?” bisik Gabriel di telinga Rio.
Rio mengangkat jempolnya. “jadi dong.” Jawabnya.

***

Pagi-pagi sekali, Rio sudah bangun dari tidurnya.
Ia berlari keluar kamar.
“halo.. kalian udah siap?”
“…”
“baik. Aku tunggu. Jam 7 ya.”
“…”
“oke.”
Klik!
Rio menutup telfonnya. Ia berjalan menuju kamar mandi.

***

Shilla membuka matanya saat cahaya matahari mulai menyeruak masuk lewat jendela kamarnya.
Shilla menatap ke sekeliling kamarnya.
Rio dimana?, batinnya.
Shilla mencoba meraih kursi roda yang berada cukup jauh dari tempat tidurnya.
Shilla mengerang karena susah untuk mengambil kursi roda itu.
“eeehh!! Euuh!!” erangnya.
Shilla tetap mencoba meraihnya.

BUK!
Terdengar benturan yang sangat keras, sampai ke lantai bawah.

Rio yang sedang mandi, buru-buru menyelesaikan mandinya. Takut terjadi apa-apa dengan Shilla.
Ia berlari cepat menuju kamarnya.

***

BRUKK!!
Rio membuka pintu kamarnya dengan keras.
“SHILLA!” pekik Rio.
Rio berlari menghampiri Shilla yang kini tengah mencoba untuk duduk.
Shilla menangis. Dan meringis kesakitan.
Ia mencoba untuk duduk. Namun tidak bisa! Kakinya lemas. Sakit! Sangat, sakit!

“kenapa bisa seperti ini?” tanya Rio. Rio membantu Shilla untuk duduk.
Aku emang gak berguna! Aku gak berguna!, tangis Shilla.
Rio buru-buru memeluk Shilla.
“jangan berkata seperti itu!” tegas Rio.
Rio memeluk Shilla. Membenamkan wajah Shilla di dada bidangnya.
 “lain kali, tunggu aku. Aku gak mau sampe kejadian ini terulang kembali. Oke?” ujar Rio.
Shilla mengangguk, sambil masih tetap menangis sesegukan (?).

“sekarang, kita ke bawah aja, yuk.” Ujar Rio.
Shilla mengangguk. Sebenarnya ia sedikit bingung. Kenapa Rio belum berangkat kerja?

***

Setelah turun dari tangga, Rio mendudukan Shilla di kursi rodanya.
Lalu mendorongnya ke ruang tamu.

Saat sampai di belokan antara ruang tamu, tiba-tiba..

“Happy birthday to you.. happy birthday to you.. happy birthday happy birthday happry birthday Shilla.”

Shilla menutup mulut dengan telapak tangannya.
Ia terkejut saat melihat kejutan yang ada di ruang tamunya itu.
“Happy birthday, istriku.” Rio mengecup tangan Shilla.

Shilla masih menatap tak percaya dengan apa yang ada di hadapannya.
Keluarga, beserta sahabat-sahabatnya datang untuk memberikan kejutan ulang tahunnya?
Sungguh tak di sangka!
Shilla tak menyangka akan mendapatkan semua ini di hari ulang tahunnya yang ke-26 tahun ini.

Sivia, Alvin, Ify dan Gabriel beserta Ayah ibunda Shilla, dan Acha menghampiri Shilla yang masih terpaku.
“Selamat ulang tahun Shilla” ucap Ify, Gabriel, Sivia dan Alvin bersamaan.
Shilla tersenyum terharu.
“selamat ulang tahun sayang” Ibu dan Ayah mengecup pipi Shilla.
“happy birthday kakaku sayang.” Ucap Acha.
“ini tiup dulu lilinnya.” Ujar Sivia yang memegang kue blackforest (?) di tangannya.
Shilla menatap kue yang bertuliskan Happy birhthday Ashilla Z. dengan gambar wajah Shilla di tengahnya.
Shilla tersenyum. lalu bersiap meniup lilinnya.
“eeiit! Make a wish dulu dong..” sahut Ify.
Shilla tersenyum lebar, lupa. Lalu menutup kedua matanya, untuk make a wish.
Aku harap, aku bisa sembuh dari semua yang aku derita saat ini. Aku ingin membahagiakan orang-orang di sekitarku. Sembuhkan aku ya Tuhan.. aku mohon.aku ingin sembuh..

“Fiuh..” Shilla meniup lilinnya.
“Yeee…” seru mereka semua.

***

Rio menggeliat kecil. Hari sudah pagi.
Kemarin sangat melelahkan baginya.
Merayakan ulang tahun Shilla bersama keluarga dan sahabat itu memang menyenangkan.
Apa lagi saat melihat wajah Shilla yang berseri-seri karena kejutan itu.

Rio melayangkan tangannya ke sebelahnya.
Mencoba untuk memeluk Shilla.
Namun, ada yang aneh.
Rio meraba-raba tempat di sebelahnya.
Tidak ada apa-apa.
APA? Tidak ada apa-apa?
Rio terkejut dan membuka matanya.
Ia sangat terkejut saat melihat Shilla tak ada disampingnya.

“Shilla!” pekik Rio kebingungan.
Rio menatap sekeliling kamarnya.

SHILLA TIDAK ADA!
Yang ada, hanya kursi rodanya saja. Dimana Shilla?
Rio buru-buru beranjak dari tempat tidurnya.
Dan berlari untuk mencari Shilla. Ia sangat cemas!

***

Rio berlari dengan cepat menuruni anak tangga.
“Shilla.. kamu dimana?” teriaknya cemas.

Tiba-tiba, hidung Rio mencium bau sesuatu.
“bau apa, ini?” ucapnya bingung.
“dari arah dapur!” serunya.
Rio berjalan mendekat ke dapur.
Bau itu semakin menyengat.
Sepertinya, wangi masakan.

Rio berjalan ke dapur.
KLEK!
Rio membuka pintu dapur.

Ia sangat terkejut saat melihat seorang wanita tengah berdiri di depan kompor. Sepertinya sedang memasak.
Rio tau siapa itu. Tapi Rio tidak percaya dengan apa yang terjadi.
Rio mengucek matanya. Takut-takut yang dilihatnya itu salah. Tapi ternyata tidak! Ia benar!

“Shilla..”
Wanita itu menoleh.
Rio benar-benar melongo melihatnya. Itu benar-benar Shilla!
Ya. Shilla. Sedang berdiri tegak. Tanpa kursi rodanya.

Shilla tersenyum. “selamat pagi, Rio sayang.”
“HAH?”

***

THE END

0 komentar:

Posting Komentar

 
PiscesLeo? Blogger Template by Ipietoon Blogger Template