Cerpen lama yang saya post kembali :3
Jadi Milikmu…
Jadi Milikmu…
Matahari mulai terbit dari ufuk timur. Memancarkankan
cahayanya, menandakan fajar telah menyongsong.
Gadis itu masih terlelap dalam tidurnya. Matanya terpejam.
Bibir mungilnya menutup dengan manis.
Tok.. Tok.. Tok..
Suara pintu yang diketuk, terdengar dari luar kamar.
“Shilla, bangun sayang..”
Gadis itu menggeliat kecil. Seraya membuka matanya.
“iya, Ma....” jawabnya pada Ibunya yang sudah menunggu di
luar.
“Jangan lama-lama, ya. Jam 9 nanti, kamu harus sudah siap.”
Ujar Ibu.
Shilla segera bangkit dari tempat tidurnya.
Lalu berjalan menuju gorden kamarnya.
“Selamat pagi...” ucapnya seraya menyibak gorden kamar.
Gadis itu tersenyum menatap ke luar jendela.
Ia membalikan badannya, dan berlari kecil menuju kamar
mandinya.
BRUKK..
Ia menutup kamar mandinya cukup keras. Menimbulkan suara
yang kencang dan terasa sedikit getaran.
Ia mulai menyikat giginya, sambil memperhatikan wajahnya di
kaca westafle.
Rasanya, ia sangat bahagia hari ini. Hari yang ia nantikan,
akhirnya datang juga.
Shilla jadi teringat akan kejadian waktu itu.
***
Gadis itu tengah sibuk dengan beberapa berkas di tangannya.
Gadis itu berjalan dengan tergesa-gesa melewati koridor
sekolahnya, yang kini mulai ramai oleh
para siswa dan siswi sekolahnya.
“Shilla. Apa kamu butuh bantuan?”
Gadis itu menolehkan kepalanya saat mendengar sebuah suara
yang tak lazim lagi baginya.
“Gak usah, Fy. Aku bisa sendiri, kok.” Tolak Shilla dengan
halus pada Ify sahabatnya itu.
Ify menaikan sebelah alisnya. Sambil mencoba tetap
mensejajarkan langkahnya.
“Aku yakin, kamu butuh bantuan. Bawaan kamu ribet banget,
Shill.” Kata Ify mencoba menyakinkan Shilla.
Shilla menghentikan langkahnya.
Ia tersenyum pada Ify, sahabatnya itu.
“gak perlu, Fy. Aku bisa, kok, sendiri.” Ucap Shilla.
“tapi aku ingin bantu kamu, Shill.”
“Ify, lagipula, bukankah kamu seharusnya menempelkan profil
mu di madding? Katanya kamu ingin jadi ketua OSIS.” Ujar Shilla diiringi senyum
menggodanya.
Ify menepuk jidat, baru sadar. “Astaga! Aku lupa. Makasih,
ya, Shill. Untung saja kamu ngingetin aku.” Ucap Ify sembari menepuk pundak
Shilla.
Shilla menganggukkan kepalanya.
“aku duluan, ya. Maaf aku tidak bisa membantumu.” Kata Ify.
“lagipula, aku ‘kan tidak minta bantuan kamu, Fy.” Balas
Shilla tertawa kecil.
Ify hanya cengengesan. “Yasudah, bye, Shilla..”
Shilla geleng-geleng kepala melihat tingkah sahabatnya itu.
Shilla membalikan tubuhnya, dan kembali melanjutkan
jalannya. Menuju ke ruang guru, untuk memberikan berkas-berkas ini.
“satu.. dua.. tig--..”
BRUKK
“ Aww..”
Shilla terjatuh saat sedang menghitung berkas-berkasnya.
Shilla meringis kesakitan.
“Maaf. Aku tidak sengaja. Maafkan aku, ya.”
Shilla mendongakkan kepalanya saat mendengar suara yang
terdengar berat itu.
Shilla terbelalak saat melihat seorang lelaki yang
menabraknya tadi.
“Ayo, biar aku bantu.”’
Lelaki itu mengulurkan lengannya ke hadapan Shilla.
Shilla masih terdiam, mematung di tempatnya.
Matanya tak berkedip sedikitpun. Ia masih terpana akan
lelaki di hadapannya ini.
Lelaki itu menaikan sebelah alisnya.
“Ayo, bangun. Biar aku bantu.” Ujarnya.
Shilla terhenyak. “mm.. iya.” Jawabnya gugup.
Shilla meraih lengan lelaki itu.
Hati Shilla terasa berdebar. Jantungnya berdetak melebihi
batas normal.
Darahnya mengalir dengan cepat.
Ah! Ini, Gila!
“M.. ma.. maaf. Aku tidak sengaja menabrakmu.” Ucap Shilla
dengan menundukkan kepalanya.
Lelaki di hadapannya itu tersenyum.
“Hey. Kenapa kamu minta maaf? Ini ‘kan bukan salah kamu.”
Balasnya.
“Maafkan aku, ya.” Lelaki itu mengulurkan lengannya.
Shilla kembali mendongakkan kepalanya.
Mencoba menatap mata indah milik lelaki itu.
“Bb.. Bb.. Baik.” Shilla menjabat tangan lelaki itu. tanda
mereka saling ber maafan.
Shilla tak percaya akan hal ini.
Seorang Shilla, bercakap-cakap dengan lelaki ini. Lelaki
yang.. sudah lama mencuri hatinya!
Lelaki yang.. membuat Shilla tau apa arti dari sebuah ‘Jatuh
Cinta’.
Sudah hampir dua tahun Shilla menyimpan perasaannya terhadap
lelaki ini.
Ia naksir berat pada kakak kelasnya itu, saat mulai masuk
SMA ini.
“biar aku bantu, ya.” Ujar lelaki itu seraya membungkukkan
badan.
“Eng.. gak usah, kak. Biar aku saja.” Cegah Shilla.
Lelaki itu menggelengkan kepala. “Tak apa. ini sebagai rasa
tanggung jawabku.”
Shilla tersenyum mendengarnya.
Lelaki itu mulai memunguti berkas-berkas Shilla yang kini
berserakan di lantai.
“makasih, kak.. kak Cakka.” Ucap Shilla.
Lelaki bernama Cakka itu menoleh pada Shilla. Dan tersenyum
padanya.
“gak usah pake ‘kak’. Cakka. Aja.” Ujarnya.
Shilla hanya tersenyum sambil mengangguk kecil.
“iya, kak. Eh.. maksudnya, Cakka. Hehe..” ralat Shilla.
Cakka tersenyum geli. “Iya, Ashilla.”
Shilla tercekat mendengar ucapan Cakka.
Lelaki itu mengetahui namanya.
YES!!
Shilla sangat bahagiaaaa...
Tapi, darimana Cakka mengetahui namanya?
Ah- sudahlah. Gak perlu di pikirkan..
***
Shilla menggelengkan kepalanya, sambil tersenyum malu.
Shilla berkumur-kumur. Lalu menyimpan sikat giginya.
“aku gak nyangka deh, Kka. Setelah kejadian itu. aku bisa
deket banget sama kamu. Dan.. jadi pacar kamu.” Ucap Shilla sembari memandang
wajahnya di cermin.
“Aku janji gak akan ngecewain kamu, Kka. Aku janji. Aku
sayang banget sama kamu, Kka.”
Shilla menghela nafasnya.
Matanya tiba-tiba menangkap sesuatu di meja westaflenya (?).
Shilla meraih benda berwarna putih berkilau itu.
“ini ‘kan.. kalung itu, Kka.”
Shilla tersenyum memandang kalung yang kini di pegannya.
***
Shilla sudah duduk di bangku Universitas.
Cita-citanya yang kebetulan sama dengan Cakka, yang kini bernotabene sebagai kekasihnya, membuat
Cakka dan Shilla berkuliah di satu Universitas yang sama.
“Shilla....”
Shilla yang sedang berjalan santai menuju kelasnya, langsung
menghentikan langkahnya saat mendengar seseorang memanggilnya.
Shilla membalikan tubuhnya.
“ada apa?” tanya Shilla ramah, dengan memamerkan deretan
giginya.
“aku.. mau bicara sama kamu.” Jawab lelaki yang memanggilnya
tadi.
“bicara apa, Kka?” tanya Shilla pada Cakka –lelaki itu-.
Cakka menoleh kanan dan kiri.
“Nggak disini, Shill.” Ucapnya.
Shilla menaikan sebelah alisnya. “kenapa?” tanya Shilla
bingung.
“disini terlalu ramai. Ayo ikut aku.” Jawab Cakka seraya
menarik pergelangan tangan Shilla dan membawanya ke suatu tempat.
“Nah, disini aja.” Ucap Cakka.
Shilla mengerutkan keningnya dengan rapi.
“Ngapain, sih, Kka?” tanya Shilla.
“Kk.. k.. Kamu tutup mata, ya.” Ujar Cakka sedikit
gelagapan.
Shilla menaikan sebelah alisnya. Sedetik kemudian, Shilla
menutup matanya sesuai perintah Cakka.
“oke.” Sahut Cakka.
Cakka berjalan ke belakang tubuh Shilla.
Sesaat kemudian, Shilla merasa ada sesuatu yang aneh di
lehernya.
Shilla meraba benda yang melingkar di lehernya itu.
“A.. apa ini?” tanya Shilla.
“buka matamu.” Ujar Cakka.
Shilla membuka matanya. Dan terbelalak saat melihat sebuah
kalung yang melingkar di lehernya.
“Cakka... ini..” Shilla menatap kalung itu tak percaya.
Kalungnya sangat cantik. Emas putih, dengan liontin
berbentuk ‘Love’.
“Gimana? Kamu suka?” tanya Cakka.
Shilla mengangguk antusias.
“makasih, Kka.” Shilla berhambur dalam pelukan Cakka.
“Iya. Sama-sama sayang.”
“...”
“ss.. sebenarnya, itu tanda aku melamar kamu, Shill.”
Shilla langsung melepaskan pelukannya dari kekasihnya itu.
Matanya menatap Cakka tak percaya.
Apa benar yang Cakka ucapkan tadi?
“Kamu.. ngelamar aku?” tanya Shilla meyakinkan.
Cakka menggaruk tengkuknya.
“I—Iya. Kamu mau ‘kan jadi, pendamping hidupku?” kata Cakka.
Shilla menatap Cakka dengan terharu.
Lalu menganggukkan kepalanya.
***
Shilla tertawa kecil mengingatnya.
“bodoh sekali, aku. Menyimpan benda yang sangat berharga ini
di kamar mandi. Hn.. maafkan aku Cakka.” Ucapnya.
Shilla berjalan keluar dari kamar mandi. Shilla membawa
kalung itu ke kamarnya.
Dan menyimpannya di atas meja yang berada di sebelah tempat
tidurnya.
Lalu kembali menuju kamar mandi.
KLEK..
Shilla menutup pintu kamar mandi. Kini dengan pelan, sehingga
tidak menimbulkan getaran (?).
Shilla menyimpan handuknya di gantungan yang sudah tersedia
di dinding kamar mandinya.
Shilla mulai menyalakan Showernya.
Melihat Shower itu, Shilla jadi teringat pada hujan.
Ya. Hujan waktu itu.
***
Sore ini, hujan turun dengan derasnya.
Gadis itu berdiri di sebuah halte.
Bukan! Bukan untuk menunggu bus. Tapi, untuk menunggu
kekasihnya yang berjanji akan menjemputnya.
Shilla melirik jam tangan yang melingkar di tangan kanannya.
17.50
Waktu sudah hampir malam. Tapi kemana Cakka?
Shilla sudah cukup kesal. Akhirnya, Shilla memutuskan untuk
pulang sendiri. Dan mencari taksi.
Shilla berlari meninggalkan halte. Berlari melewati guyuran
air hujan yang deras ini.
Namun sayang. Dari tadi belum ada taksi yang lewat.
Tetapi, Shilla tetap menunggunya.
“brr.. dingin
banget.” Shilla memeluk tubuhnya yang kini sudah basah kuyup dan kedinginan.
“achim.. huachimm..” Shilla mengucek (?) hidungnya.
Sepertinya, dia terkena flu.
Keesokan harinya..
Cakka berdiri di depan sebuah rumah yang besar nan mewah.
Cakka mencium wangi bunga mawar putih yang kini di pegangnya.
“mm.. Shilla pasti suka.” gumam Cakka.
“Shilla.... Shilla....” Cakka memanggil-manggil nama
kekasihnya itu. sembari menekan bel di depan rumah Shilla.
KLEK..
Pintu rumah Shilla terbuka.
Terlihat seorang pria paruh baya keluar dari rumah itu. yang
tak lain adalah Ayah Shilla.
“Eh.. selamat pagi, oom.” Sapa Cakka seramah mungkin pada
Ayah Shilla.
Ayah Shilla menatap tajam Cakka, sembari melipat kedua
tangannya di depan dada.
“S.. Shillanya ada, Oom?” tanya Cakka gelagapan karena
melihat ekspresi Ayah Shilla.
“Bagaimana kamu mau jadi menantu saya kalau kamu tidak bisa
menjaga anak saya, ha?” bentak Ayah Shilla.
Cakka terlonjak kaget mendengarnya. “ee. Oom..”
“Apa? kamu tau, ha? Kemarin Cakka menunggu kamu di halte.
Hujan-hujanan. Tapi kamu kemana? Katanya kamu mau menjemputnya?!!” bentak Ayah
Shilla –lagi-.
Cakka menganga tak percaya.
“Shilla, menunggu saya?” tanya Cakka tak percaya.
“Iya. Sampai malam, malah. Tapi kamu malah tidak datang. Dan
kamu tau? Sekarang Shilla terbaring lemah. Dan dia demam tinggi, flu, dia
sakit!” jawab Ayah Shilla panjang lebar.
Cakka menundukkan kepalanya.
Kemarin sore, Cakka lupa memberitahu Shilla. Bahwa ia tidak
bisa menjemput gadisnya itu di kampus, karena Cakka harus menjemput Mamanya di
bandara.
“sekarang, kamu pergi sana! Pergi! saya gak sudi punya kalau
sampai punya menantu yang tidak bertanggung jawab seperti kamu! Pergi!”
“t.. tapi, Oom..”
“Pergi!!!”
***
Shilla mendesah pelan.
Perih sekali mengingat kejadian itu. dimana Ayahnya, tidak
memperbolehkannya bertemu dengan Cakka.
Shilla mematikan showernya. Memaikan handuknya. Dan berjalan
keluar kamar mandi.
“Shilla.......”
Shilla menutup kupingnya saat mendengar pekikan suara
seorang perempuan yang tiba-tiba saja ada di dalam kamarnya.
“aduh, Ify!!! berisik tau!!” kata Shilla jengkel.
Ify, perempuan tadi hanya terkekeh.
“Maaf. Aku hanya terlalu senang.” Jawabnya sembari
mengacungkan jari tengah dan jari telunjuknya.
Ify berjalan mendekati Shilla yang kini hanya memakai sebuah
handuk saja di tubuhnya.
“Ngapain kamu?”
“Udah. Jangan banyak omong. Cepat ganti baju!” ujar Ify
sembari mendorong tubuh Shilla.
***
“kamu cantik, Shill.” Ucap Ify.
Shilla menatap wajahnya di depan cermin besar yang tertempel
(?) di dinding kamarnya.
Benar kata Ify. Shilla cantik.
“Ini juga berkat kamu, Fy. Si tukang make over yang paling
jago.” Kata Shilla.
Ify terkekeh geli. “udah, ah. Jangan terlalu muji. Ntar aku
terbang terus jatuh, gimana?” kata Ify.
Shilla tertawa kecil mendengar penuturan sahabatnya itu.
“sekarang, ayo berdiri. Kita lihat gaun pengantin kamu.”
Ujar Ify.
Shilla berdiri dan mulai memperhatikan tubuhnya. Dari pucuk
kepala, sampai kaki.
Ia terlihat cantik sekali. Dengan gaun putih yang membalut
tubuhnya.
“Cantik sekali, Shill.” Ucap Ify takjub.
Shilla tersenyum senang. “ah- Ify. Aku belum—“
“belum apa? kamu pasti siap kok, Shill.” Potong Ify cepat.
Shilla tersenyum.
“untung saja, akhirnya Ayah kamu bisa luluh. Dan bisa terima
Cakka jadi menantunya. Hihi.” Ify terkekeh geli.
Ya. Benar sekali. Akhirnya, dengan berbagai cara, Cakka
mampu meluluhkan hati Ayah Shilla. Dan bisa memiliki gadisnya lagi.
Tok.. Tok..
“Shilla.. cepat, sayang. Akad nikahnya sebentar lagi di
mulai.” Terdengar suara mama dari luar kamarnya.
“Iya, Ma. Sebentar lagi.” Jawab Shilla.
Shilla menatap Ify. ify menatap Shilla terharu.
Ify langsung saja memeluk tubuh Shilla.
“Hooaaa Shilla.. aku gak nyangka banget kamu bakal nikah..
hoaa..” Ify menangis.
Shilla tersenyum sembari mengelus punggung Ify dengan halus.
“aku juga gak nyangka, Fy. Udah jangan nangis.” Ujar Shilla.
“hiks.. aku takut kamu bakal lupain aku, Shill.”
“yaampun, Fy. Gak bakal lha..” jawab Shilla.
“Shilla CEPEEETTT!!” teriak Mama.
***
“Saya terima nikahnya, Ashilla Zahrantiara binti dengan mas
kawin tersebut, Tunai.”
“bagaimana saksi? Sah?”
“Sah..”
“Alhamdulillah....”
Shilla masih tak percaya dengan apa yang terjadi hari ini.
Shilla... menikah!
Shilla menikah dengan Cakka!
“Shilla..” tegur Cakka mengejutkan Shilla.
“Eh?” Shilla menoleh pada Cakka. Lalu tersenyum.
Dan mencium lengan Cakka yang kini telah sah berstatus
menjadi ‘Suami’nya.
Cup
Cakka mengecup kening istrinya itu.
“Aku sayang kamu, Kka.” Ucap Shilla.
“aku juga sayang banget sama kamu. Shilla istriku.” Jawab
Cakka dengan senyum manisnya.
Shilla langsung tersipu dengan rona merah yang menghiasi
pipinya.
“aku janji bakal jagain kamu, Shill. Aku janji bakal setia
dan sayang sama kamu, istriku.”
Shilla tersenyum pada suaminya itu. “aku juga.” Kata Shilla.
Cakka kembali mengecup kening istrinya itu dengan lembut.
THE END
Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.
BalasHapusBagus..
BalasHapusTpi sekarang shilla udah nikah belum?
Bagus
BalasHapus