Blogger Widgets

Sabtu, 21 September 2013

Aku, Kamu, dan Hujan.. #Chapter 3

#Chapter 3
“gimana?” tanya Shilla. Masih dengan senyum lebarnya.
Rio berfikir sejenak. Lalu menganggukkan kepalanya dengan pasrah.
“Yee..” seru Shilla.

Rintik air hujan itu kini semakin banyak.
Shilla cepat-cepat berdiri dari duduknya.
“ayo, Yo.” Ajak Shilla.
Rio berdiri.
“ayo lariiiii.. kejar gueee..” teriak Shilla. Shilla mulai berlari menjauhi Rio.
Rio menghela nafasnya berat. Lalu mengusap wajahnya yang kini sudah terbasahi air hujan.

“tungguuuu…”
                          
***

Shilla menongokkan kepalanya ke belakang. Mencoba mencari sosok Rio yang ternyata sudah tertinggal oleh Shilla.
Shilla terdiam sejenak. Menunggu Rio.
“nah itu, dia!” seru Shilla saat melihat lelaki tak jauh darinya.

Rio menghentikan langkah larinya (?). mencoba mengatur napasnya karena sedikit kecapean.
Rio membungkukkan badannya, dan saat itu juga, ia melihat genangan air di jalanan.
Rio memandang wajahnya di air itu.
“ternyata, gue ganteng juga, ya.” Rio tertawa geli memandang dirinya.

Dari kejauhan, Shilla dapat melihat tawa Rio. Shilla tersenyum melihatnya.

Rio menginjakkan kakinya di atas genangan air itu.
“lalala.. yeyeye..” Rio berlompat-lompat girang, sembari bersenandung gaje.
Ia tertawa-tawa sendiri di situ. Seperti anak kecil yang baru mengenal air hujan.
Untung saja, saat itu taka da seorangpun disana, selain Rio dan Shilla.
Coba saja, jika ada orang yang melihatnya, Shilla pasti akan kabur dan bilang, “gue gak kenal dia, kok. Dia bukan siapa-siapa gue.”

Shilla mendongakkan wajahnya ke langit. Menatap hujan-hujan yang datang..
Rio berlari menghampiri.
“WOW..” seru Rio.
Shilla berbalik dan menatap Rio.
Wajah Rio Nampak berseri-seri.
“Shilla! Ini mengasyikkan!” seru Rio.
Mata Shilla berbinar. “Sungguh?” tanyanya.
“Iya. Gue lari-lari di hujan begini, sambil mainin air yang menggenang di jalanan. Seruu..”
Shilla tersenyum. Yes, gue berhasil bikin Rio gak membenci hujan, batin Shilla.

“ayo kesana.” Shilla menunjuk ke sebuah tempat. Entah kini ia ada dimana. Yang jelas, tempatnya sangat indah
Rio menyipitkan matanya, untuk melihat tempat yang Shilla maksud.
“danau?” tanya Rio.
Shilla mengangguk.
Shilla meraih tangan Rio lalu menariknya menuju danau. Dan berlari bersama.

“gue suka banget! Gue suka main air.!” Teriak Rio dengan senang.
“gue juga.” Balas Shilla.

Kini, mereka telah sampai di danau.

“waah.. hujannya kok belum reda ya?” tanya Rio.
Shilla berjongkok di pinggir danau. “bagus dong. Dengan begitu, kita masih bisa main hujan.”
Rio ikut berjongkok di dekat Shilla.
“iya juga, sih.” Ucap Rio.
Shilla membalikan tubuhnya. Mencari sesuatu di seketar danau.

“kita mau ngapain disini?” tanya Rio.
Shilla menoleh pada Rio.
“bantu aku cari sesuatu dong.” Ucap Shilla, tanpa memperdulikan pertanyaan Shilla.
Alis Rio terangkat.
“cari apa?” tanyanya.
“emm.. sterofoam (?)” ucap Shilla.
Alis Rio semakin terangkat. “B-buat apa?” tanya Rio.
“gak usah banyak tanya. Ayo kita cari.” Shilla bangkit dari duduknya.
Rio mengikuti Shilla dan mulai mencari apa yang Shilla butuhkan tadi.


“ini diaaa..” tak kurang dari 5 menit, Shilla sudah dapat menemukan apa yang di butuhkannya.
Rio berjalan mendekat.
“untuk apa sih, Shill?”
Shilla memotong sterofoam –yang sepertinya bekas barang elektronik- itu menjadi dua.
“kamu pegang ini.” Ujarnya sembari memberikan salah satu sterofoam itu pada Rio.
Shilla berlari kecil ke sebuah pohon yang berada di dekatnya.
Mengambil dua helai daun, dan dua tangkai ranting.

“pegang ini.” Shilla menyerahkan sehelai daun, dan satu ranting pada Rio.
Shilla menancapkan rantingnya di daun. Membentuk seperti bendera yang berkibar di tiang. Ujung ranting yang satunya lagi, ia tancapkan di sterofoam itu.

“Yeay! Jadi..” seru Shilla sembari menunjukkan bahan-bahan tadi. Kini, bahan-bahan tadi sudah Shilla ubah menjadi sebuah perahu sederhana.
“perahu?” seru Rio.
Shilla mengangguk.”ayo. lo juga bikin.” Ujar Shilla.
Rio mengangguk, lalu melakukan hal yang di lakukan Shilla tadi.

“nah, udah jadi. Ayo kita main perahu.” Seru Shilla.
Shilla dan Rio berlari kecil menuju Danau lagi.

Rio tersenyum menatap perahu sederhananya.
Jujur saja, seumur-umur, baru kali ini dia membuat mainan seperti ini. Sebenarnya , dulu ia pernah melihat perahu yang seperti ini.
Dulu. Saat ayahnya masih ada. Saat ia, dan ayahnya pergi liburan ke sebuah Desa.
Desa yang sejuk dan penuh ketenangan.

Shilla melirik Rio yang kini masih memandangi perahu itu.
“Hei. Kenapa diam saja? Ayo cepet. Letakkan perahunya di air.” Ujar Shilla.
“oh iya.” Rio menyimpan perahunya di atas air. Ber-rendengan (?) dengan perahu Shilla.
“nah, cara mainnya gimana, Shill?” tanya Rio.
Shilla tersenyum. “gue seneng lo tanya itu.” Ucapnya. “kita dorong aja perahunya, biar perahunya di bawa arus.” Jelas Shilla, bagai seorang pemandu.
“oh, oke.” Kata Rio. “tapi, kalo perahunya tiba-tiba diem di tengah? Gimana?” sambung Rio bertanya.
“kita mainin airnya, biar arusnya bisa jalanin perahu kita.” Jawab Rio.
Rio tersenyum mendengar jawaban Shilla. “benar juga, ya. Kenapa gue gak kepikiran itu sih.” Kata Rio.
“haha..” Shilla mentertawakan Rio.
“okeh, kita mulai lombanya.” Kata Shilla. “satu.. dua.. tigaa..” Shilla memberi aba-aba.
Perahu pun mulai melaju dengan perlahan.
“ayo.. ayo..” seru Shilla dan Rio. Seperti menyemangati seseorang yang sedang berlomba saja.
Padahalkan itu Cuma perahu. Perahu mainan maksudnya.

“fiuh fuh fuh..” Shilla membungkukkan tubuhnya, sembari meniup-niup.
Rio menatap Shilla aneh. “Eh, gimana caranya mau di tiup kalo perahunya udah jauh begitu. Anginnya gak bakal nyampe lhaa.. lagi pula ‘kan ini lagi hujan.” Cerocos Rio panjang lebar.
Shilla mendengus. “ini tuh namanya ilmu jarak jauh.” Kata Shilla.
“terserah lo deh..” Rio geleng-geleng kepala melihat tingkah Shilla.
Sadar tak sadar, ternyata perahu mereka sudah berada jauh dari mereka.

“waa.. perahunya makin menjauh, Yo.” Seru Shilla sambil menunjuk perahu-perahu itu.
“iya bener! Wah, yang menang yang punya gue tuh.” Kata Rio tersenyum meremehkan pada Shilla.
Shilla mendengus sebal. “itu ‘kan perahu gue tau!” ketus Shilla.
“idiih.. ngaku-ngaku aja! Itu ‘kan punya gue. Yang punya lo ‘kan yang jelek itu.” Rio menjulurkan lidahnya.
“iih enak aja. Ada juga yang punya lo tuh! Jelek banget! Ish..” balas Shilla.
Rio terkekeh melihat tingkah Shilla.
Shilla kembali menolehkan kepalanya. Memandang perahunya yang semakin menjauh.

“Hei, perahu. Ayo balik lagi sini…” teriak Shilla. “perahu.. sini, balik lagi.” Teriak Shilla. Kini sambil mengayunkan tangannya.
Rio melirik sekitarnya. lalu bernafas lega. “untung gak ada siapa-siapa. Kalo ada orang lain disini, pasti gue di sangka cowok aneh yang mau aja main sama cewek gila kayak begini.” Gumam Rio.
“Heh! Siapa yang maksud lo cewek gila?”
Rio terkejut saat mendengar suara cempreng dari Shilla.
“gak! Bukan siapa-siapa.” Elak Rio dan pura-pura tidak terjadi apa-apa.
Shilla menatap Rio menyelidik.
“apa sih, Shill? Udah tuh urusin perahunya udah mulai menghilang.” Kata Rio.
Shilla baru tersadar.
“PERAHUUUUUU……” teriak Shilla.
“tunggu! Gue bakal ngejar elo!” teriak Shilla lagi. Shilla berlari di pinggir danau. Mencoba menyusul (?) perahunya.
“Eh?” Rio buru-buru berlari mengikuti Shilla.
“Shilla, jangan gila deh!” seru Rio.
“perahu.. tungguu..”
“Shilla, please deh! Jangan lebay.”
“perahu tunggu, gue akan nyelamatin lo.
“sumpah, Shill. Alay banget tau gak?”
“perahu.. I will help you.”
“Shilla Stop.”
Shilla masih berjalan di pinggir danau.
Jika dilihat, Shilla memang seperti cewek aneh kali ini. Mengejar-ngejar perahu, sambil meneriakinya. Dan rela berlari-lari demi perahu itu. Sungguh aneh.

Shilla berjongkok.
Ternyata perjuangannya tidak sia-sia. Perahu itu, kini menepi. Namun tidak dengan perahu milik Rio.

Rio mengatur nafasnya.
“udah mbak?” tanya Rio.
Shilla nyengir. “udah.” Jawab Shilla sembari memperlihatkan perahunya.
Rio melengos.
“ayo pulang.” Ujar Rio.
“tapi ‘kan, hujannya belum berhenti.” Elak Shilla.
“kamu ‘kan harus kuliah. Aku juga.”
“baiklah.” Jawab Shilla pasrah.
Shilla dan Rio membalikan tubuh untuk pulang, tapi..

“Aaa..” Shilla terpeleset.
BUK!
Hampir saja!
Hampir saja!
Hampir saja Shilla terjatuh ke danau.
Buru-buru Rio menangkap tubuh gadis itu.
Kini Shilla berada dalam pangkuan Rio.
Shilla dan Rio saling bertatapan.
DEG!
Hati mereka berdesir hebat.
Rasanya, jantung mereka berdetak melebihi batas normal.

“Shilla..” ucap Rio. Masih menatap kedua bola mata indah milik Shilla.
“Rio.” Shilla menatap lekat lekuk wajah Rio. Dan kedua bola mata tajam milik Rio.
Cukup lama mereka dalam posisi ini.
Hujan sudah mulai reda. Hanya tinggal tetesan-tetesan kecil.

Rio mendekatkan wajahnya ke wajah Shilla.
Shilla terbelalak. Wajahnya sudah memerah. Jantungnya sudah loncat tak karuan.
DEG.. DEG.. DEG..
Berbunyi dengan cepat.

Shilla memejamkan matanya saat wajah Rio sudah semakin mendekat.
Jaraknya mungkin tinggal beberapa centi lagi. Shilla dapat merasakan nafas Rio yang kini mulai memburu.
Dekat.. dekat.. dan..

“Shilla..”

Rio dan Shilla sama-sama tersadar, dan buru-buru menoleh ke sumber suara.

“Gabriel?” kata Shilla terkejut.
Gabriel memiringkan wajahnya. Menatap Rio dan Shilla bergantian.
Shilla buru-buru membenarkan posisinya. Rio pun begitu.

“gue ganggu.. kalian ya?” tanya Gabriel.
“Eh?” Shilla dan Rio menggeleng cepat.
“gak kok. Ngeganggu apa coba? Iya-kan, Yo?” Shilla meminta persetujuan dari Rio.
Rio mengangguk meng-iya-kan.
Gabriel memandang Rio penuh tanda tanya.
Siapa dia? Pacar baru Shilla?, batin Gabriel.

“ada apa, Yel?” tanya Shilla.
Gabriel tersadar dari lamunanya.

“ngg.. nggak ada sih.” Jawab Iel.
Shilla mengerutkan keningnya.
“se-sebenernya gue mau ke rumah lo. Ngajak berangkat bareng. Tapi, pas gue liat, lo ada disini. Dan gue nyamperin lo. Dan ternyata lo—“ jelas Gabriel namun gantung.
Shilla melirik Rio.
Rio melirik Shilla.
“di Rio. Temen baru gue.” Ucap Shilla memperkenalkan Rio kepada Gabriel.
“Yo. Ini Gabriel.” Ucap Shilla memperkenalkan Gabriel pada Rio.
“Rio.” Rio mengulurkan tangannya.
“Gabriel.” Jawab Gabriel, menjabat tangan Rio.
“dia.. temen baru lo?” tanya Gabriel.
Shilla menatap Rio. Lalu mengangguk pada Gabriel.
Gabriel membulatkan mulutnya. Menatap Rio meremehkan.
Rio tak mau kalah. Ia menatap Gabriel dengan sinis.

Shilla melirik jam tangannya.
“Ah! Yaampun! Udah jam setengah sepuluh!” seru Shilla. “mampus! Bisa telat nih gue!” Shilla menepuk jidatnya.
“biar gue anter.” Gabriel dan Rio saling berpandangan saat menyadari mereka berkata seperti itu secara bersamaan.
“gue harus pulang sekarang. Ganti baju. Baru berangkat kuliah.” Kata Shilla.
“ayo, Shill. Sama gue aja.” Ujar Gabriel.
Shilla menatap Rio.
“sama dia aja, Shill.” Ujar Rio.
Padahal, ingin sekali Rio mengatakan. “mending sama gue!”. Tapi tidak mungkin. Punya hak apa dia untuk mengatakan itu.

Shilla mendesah. Sebenarnya, jika dia boleh memilih, ia akan memilih Rio!
Seharusnya Rio bilang begini, “sama gue aja, Shill.”
Shilla pasti akan meng-iya-kan.
Tapi sayang, Rio malah menyuruh Gabriel yang mengantarkannya.

“yaudah, gue duluan ya, Yo.” Pamit Shilla.
Gabriel menggenggam tangan Shilla. Dan berlalu bersama Rio.
Rio memandang mereka perih. Rasanya, ia sedikit cemburu melihat pemandangan itu.
“Hh.. apa-apaan sih, gue.” Decak Rio.
Rio berjalan menuju tempat mobilnya di parkirkan.
Berjalan dengan masih menggunakan baju yang sangat basah kuyup.

***

Gabriel menghentikan mobilnya di parkiran kampus.
“udah nyampe, Shill.” Kata Gabriel.
“Ya. Gue tau.” Jawab Shilla.
Shilla menghela nafasnya berat. Lalu membuka pintu mobil Gabriel.
Gabriel juga buru-buru keluar dari mobilnya. Tadinya sih mau membukakan pintu untuk Shilla.
Tapi, Shilla malah sudah membukanya duluan.

“ayo, Shill.” Ajak Gabriel.
Shilla mengangguk. Dan tersenyum pada Gabriel. Senyuman canggung.

Aduuh.. apaan sih ini? Kenapa gue terima ajakan Gabriel? Gue sama dia ‘kan udah gak ada HUBUNGAN APA-APA lagi. Mungkin, Cuma sebatas teman. Batin Shilla.
Shilla merutuki dirinya sendiri.

“kamu kenapa, Shill?” tanya Gabriel saat melihat tingkah aneh Shilla.
Shilla terhenyak. “eh, gak pa-pa kok.” Jawabnya sedikit gelagapan.
Shilla dan Gabriel mulai berjalan melewati koridor kampus.
Mereka berjalan beriringan. Mahasiswa lain pasti menganggap bahwa mereka masih menjalin hubungan sebagai sepasang kekasih.
Padahal sih.. udah enggak.

Shilla berjalan dengan tatapan yang lurus ke depan.
Tak ada sepatah katapun yang keluar di antara keduanya.

Tiba-tiba, Shilla menghentikan langkahnya saat melihat sosok seorang perempuan yang berjalan menghampirinya.

“Shilla..”
“astagfirullah..” gumam Shilla.
Entah kenapa, Shilla tidak sanggup melihat perempuan itu.
Perempuan itu berjalan menghampiri Shilla dan Gabriel.

“Ify..” kata Gabriel.
Ify tersenyum.
“hai Shilla, hai G-Gabriel..” sapa Ify.
Shilla mencoba tersenyum. “H-hai, Ify.” Jawab Shilla canggung.

Ify bisa mengetahui itu.
Wajah Shilla. Wajah Shilla tampak jadi murung.
“Shilla.” Ify memegang pundak Shilla.
Shilla mendongakkan kepalanya.
Gabriel terlihat menundukkan kepalanya. Entah kenapa.

Ify menatap Shilla nanar.
“maafin gue, Shill.” Ify langsung memeluk Shilla.
Shilla hampir saja menitikan air matanya.
Shilla tersenyum pahit, lalu, ia membalas pelukan Ify.
Gabriel hanya memperhatikan dua gadis itu dengan tatapan yang susah di artikan.

***

Rio merebahkan tubuhnya di sofa, setelah ia selesai mandi.
“males kuliah.” Ucapnya.
Dan ia memutuskan untuk tidak berangkat kuliah.

Rio menatap foto besar yang terpampang di dinding ruang keluarga.
Foto itu, foto keluarganya.
Ya. Lengkap. Rio, kak Acel, Mama, dan.. Papa.

Rio berjalan mendekat ke foto itu.
“Pa, Rio jatuh cinta.” Ucap Rio, menatap sosok Papanya di foto.

“Rio.. jatuh cinta sama seorang gadis yang sangat manis.”
“gadis pencinta hujan.”


***
To be continued!!

0 komentar:

Posting Komentar

 
PiscesLeo? Blogger Template by Ipietoon Blogger Template