#Chapter 3
“gimana?” tanya Shilla. Masih dengan senyum lebarnya.
Rio berfikir sejenak. Lalu menganggukkan kepalanya dengan
pasrah.
“Yee..” seru Shilla.
Rintik air hujan itu kini semakin banyak.
Shilla cepat-cepat berdiri dari duduknya.
“ayo, Yo.” Ajak Shilla.
Rio berdiri.
“ayo lariiiii.. kejar gueee..” teriak Shilla. Shilla mulai
berlari menjauhi Rio.
Rio menghela nafasnya berat. Lalu mengusap wajahnya yang
kini sudah terbasahi air hujan.
“tungguuuu…”
***
Shilla menongokkan kepalanya ke belakang. Mencoba mencari
sosok Rio yang ternyata sudah tertinggal oleh Shilla.
Shilla terdiam sejenak. Menunggu Rio.
“nah itu, dia!” seru Shilla saat melihat lelaki tak jauh
darinya.
Rio menghentikan langkah larinya (?). mencoba mengatur
napasnya karena sedikit kecapean.
Rio membungkukkan badannya, dan saat itu juga, ia melihat
genangan air di jalanan.
Rio memandang wajahnya di air itu.
“ternyata, gue ganteng juga, ya.” Rio tertawa geli memandang
dirinya.
Dari kejauhan, Shilla dapat melihat tawa Rio. Shilla
tersenyum melihatnya.
Rio menginjakkan kakinya di atas genangan air itu.
“lalala.. yeyeye..” Rio berlompat-lompat girang, sembari
bersenandung gaje.
Ia tertawa-tawa sendiri di situ. Seperti anak kecil yang
baru mengenal air hujan.
Untung saja, saat itu taka da seorangpun disana, selain Rio
dan Shilla.
Coba saja, jika ada orang yang melihatnya, Shilla pasti akan
kabur dan bilang, “gue gak kenal dia, kok. Dia bukan siapa-siapa gue.”
Shilla mendongakkan wajahnya ke langit. Menatap hujan-hujan
yang datang..
Rio berlari menghampiri.
“WOW..” seru Rio.
Shilla berbalik dan menatap Rio.
Wajah Rio Nampak berseri-seri.
“Shilla! Ini mengasyikkan!” seru Rio.
Mata Shilla berbinar. “Sungguh?” tanyanya.
“Iya. Gue lari-lari di hujan begini, sambil mainin air yang
menggenang di jalanan. Seruu..”
Shilla tersenyum. Yes,
gue berhasil bikin Rio gak membenci hujan, batin Shilla.
“ayo kesana.” Shilla menunjuk ke sebuah tempat. Entah kini
ia ada dimana. Yang jelas, tempatnya sangat indah
Rio menyipitkan matanya, untuk melihat tempat yang Shilla
maksud.
“danau?” tanya Rio.
Shilla mengangguk.
Shilla meraih tangan Rio lalu menariknya menuju danau. Dan
berlari bersama.
“gue suka banget! Gue suka main air.!” Teriak Rio dengan
senang.
“gue juga.” Balas Shilla.
Kini, mereka telah sampai di danau.
“waah.. hujannya kok belum reda ya?” tanya Rio.
Shilla berjongkok di pinggir danau. “bagus dong. Dengan
begitu, kita masih bisa main hujan.”
Rio ikut berjongkok di dekat Shilla.
“iya juga, sih.” Ucap Rio.
Shilla membalikan tubuhnya. Mencari sesuatu di seketar
danau.
“kita mau ngapain disini?” tanya Rio.
Shilla menoleh pada Rio.
“bantu aku cari sesuatu dong.” Ucap Shilla, tanpa
memperdulikan pertanyaan Shilla.
Alis Rio terangkat.
“cari apa?” tanyanya.
“emm.. sterofoam (?)” ucap Shilla.
Alis Rio semakin terangkat. “B-buat apa?” tanya Rio.
“gak usah banyak tanya. Ayo kita cari.” Shilla bangkit dari
duduknya.
Rio mengikuti Shilla dan mulai mencari apa yang Shilla
butuhkan tadi.
“ini diaaa..” tak kurang dari 5 menit, Shilla sudah dapat
menemukan apa yang di butuhkannya.
Rio berjalan mendekat.
“untuk apa sih, Shill?”
Shilla memotong sterofoam –yang sepertinya bekas barang
elektronik- itu menjadi dua.
“kamu pegang ini.” Ujarnya sembari memberikan salah satu
sterofoam itu pada Rio.
Shilla berlari kecil ke sebuah pohon yang berada di
dekatnya.
Mengambil dua helai daun, dan dua tangkai ranting.
“pegang ini.” Shilla menyerahkan sehelai daun, dan satu
ranting pada Rio.
Shilla menancapkan rantingnya di daun. Membentuk seperti
bendera yang berkibar di tiang. Ujung ranting yang satunya lagi, ia tancapkan
di sterofoam itu.
“Yeay! Jadi..” seru Shilla sembari menunjukkan bahan-bahan
tadi. Kini, bahan-bahan tadi sudah Shilla ubah menjadi sebuah perahu sederhana.
“perahu?” seru Rio.
Shilla mengangguk.”ayo. lo juga bikin.” Ujar Shilla.
Rio mengangguk, lalu melakukan hal yang di lakukan Shilla tadi.
“nah, udah jadi. Ayo kita main perahu.” Seru Shilla.
Shilla dan Rio berlari kecil menuju Danau lagi.
Rio tersenyum menatap perahu sederhananya.
Jujur saja, seumur-umur, baru kali ini dia membuat mainan
seperti ini. Sebenarnya , dulu ia pernah melihat perahu yang seperti ini.
Dulu. Saat ayahnya masih ada. Saat ia, dan ayahnya pergi
liburan ke sebuah Desa.
Desa yang sejuk dan penuh ketenangan.
Shilla melirik Rio yang kini masih memandangi perahu itu.
“Hei. Kenapa diam saja? Ayo cepet. Letakkan perahunya di
air.” Ujar Shilla.
“oh iya.” Rio menyimpan perahunya di atas air. Ber-rendengan
(?) dengan perahu Shilla.
“nah, cara mainnya gimana, Shill?” tanya Rio.
Shilla tersenyum. “gue seneng lo tanya itu.” Ucapnya. “kita
dorong aja perahunya, biar perahunya di bawa arus.” Jelas Shilla, bagai seorang
pemandu.
“oh, oke.” Kata Rio. “tapi, kalo perahunya tiba-tiba diem di
tengah? Gimana?” sambung Rio bertanya.
“kita mainin airnya, biar arusnya bisa jalanin perahu kita.”
Jawab Rio.
Rio tersenyum mendengar jawaban Shilla. “benar juga, ya.
Kenapa gue gak kepikiran itu sih.” Kata Rio.
“haha..” Shilla mentertawakan Rio.
“okeh, kita mulai lombanya.” Kata Shilla. “satu.. dua..
tigaa..” Shilla memberi aba-aba.
Perahu pun mulai melaju dengan perlahan.
“ayo.. ayo..” seru Shilla dan Rio. Seperti menyemangati
seseorang yang sedang berlomba saja.
Padahalkan itu Cuma perahu. Perahu mainan maksudnya.
“fiuh fuh fuh..” Shilla membungkukkan tubuhnya, sembari
meniup-niup.
Rio menatap Shilla aneh. “Eh, gimana caranya mau di tiup
kalo perahunya udah jauh begitu. Anginnya gak bakal nyampe lhaa.. lagi pula
‘kan ini lagi hujan.” Cerocos Rio panjang lebar.
Shilla mendengus. “ini tuh namanya ilmu jarak jauh.” Kata
Shilla.
“terserah lo deh..” Rio geleng-geleng kepala melihat tingkah
Shilla.
Sadar tak sadar, ternyata perahu mereka sudah berada jauh
dari mereka.
“waa.. perahunya makin menjauh, Yo.” Seru Shilla sambil
menunjuk perahu-perahu itu.
“iya bener! Wah, yang menang yang punya gue tuh.” Kata Rio
tersenyum meremehkan pada Shilla.
Shilla mendengus sebal. “itu ‘kan perahu gue tau!” ketus
Shilla.
“idiih.. ngaku-ngaku aja! Itu ‘kan punya gue. Yang punya lo
‘kan yang jelek itu.” Rio menjulurkan lidahnya.
“iih enak aja. Ada juga yang punya lo tuh! Jelek banget!
Ish..” balas Shilla.
Rio terkekeh melihat tingkah Shilla.
Shilla kembali menolehkan kepalanya. Memandang perahunya
yang semakin menjauh.
“Hei, perahu. Ayo balik lagi sini…” teriak Shilla. “perahu..
sini, balik lagi.” Teriak Shilla. Kini sambil mengayunkan tangannya.
Rio melirik sekitarnya. lalu bernafas lega. “untung gak ada
siapa-siapa. Kalo ada orang lain disini, pasti gue di sangka cowok aneh yang
mau aja main sama cewek gila kayak begini.” Gumam Rio.
“Heh! Siapa yang maksud lo cewek gila?”
Rio terkejut saat mendengar suara cempreng dari Shilla.
“gak! Bukan siapa-siapa.” Elak Rio dan pura-pura tidak
terjadi apa-apa.
Shilla menatap Rio menyelidik.
“apa sih, Shill? Udah tuh urusin perahunya udah mulai
menghilang.” Kata Rio.
Shilla baru tersadar.
“PERAHUUUUUU……” teriak Shilla.
“tunggu! Gue bakal ngejar elo!” teriak Shilla lagi. Shilla
berlari di pinggir danau. Mencoba menyusul (?) perahunya.
“Eh?” Rio buru-buru berlari mengikuti Shilla.
“Shilla, jangan gila deh!” seru Rio.
“perahu.. tungguu..”
“Shilla, please deh! Jangan lebay.”
“perahu tunggu, gue akan nyelamatin lo.
“sumpah, Shill. Alay banget tau gak?”
“perahu.. I will help you.”
“Shilla Stop.”
Shilla masih berjalan di pinggir danau.
Jika dilihat, Shilla memang seperti cewek aneh kali ini.
Mengejar-ngejar perahu, sambil meneriakinya. Dan rela berlari-lari demi perahu
itu. Sungguh aneh.
Shilla berjongkok.
Ternyata perjuangannya tidak sia-sia. Perahu itu, kini
menepi. Namun tidak dengan perahu milik Rio.
Rio mengatur nafasnya.
“udah mbak?” tanya Rio.
Shilla nyengir. “udah.” Jawab Shilla sembari memperlihatkan
perahunya.
Rio melengos.
“ayo pulang.” Ujar Rio.
“tapi ‘kan, hujannya belum berhenti.” Elak Shilla.
“kamu ‘kan harus kuliah. Aku juga.”
“baiklah.” Jawab Shilla pasrah.
Shilla dan Rio membalikan tubuh untuk pulang, tapi..
“Aaa..” Shilla terpeleset.
BUK!
Hampir saja!
Hampir saja!
Hampir saja Shilla terjatuh ke danau.
Buru-buru Rio menangkap tubuh gadis itu.
Kini Shilla berada dalam pangkuan Rio.
Shilla dan Rio saling bertatapan.
DEG!
Hati mereka berdesir hebat.
Rasanya, jantung mereka berdetak melebihi batas normal.
“Shilla..” ucap Rio. Masih menatap kedua bola mata indah
milik Shilla.
“Rio.” Shilla menatap lekat lekuk wajah Rio. Dan kedua bola
mata tajam milik Rio.
Cukup lama mereka dalam posisi ini.
Hujan sudah mulai reda. Hanya tinggal tetesan-tetesan kecil.
Rio mendekatkan wajahnya ke wajah Shilla.
Shilla terbelalak. Wajahnya sudah memerah. Jantungnya sudah
loncat tak karuan.
DEG.. DEG.. DEG..
Berbunyi dengan cepat.
Shilla memejamkan matanya saat wajah Rio sudah semakin mendekat.
Jaraknya mungkin tinggal beberapa centi lagi. Shilla dapat
merasakan nafas Rio yang kini mulai memburu.
Dekat.. dekat.. dan..
“Shilla..”
Rio dan Shilla sama-sama tersadar, dan buru-buru menoleh ke
sumber suara.
“Gabriel?” kata Shilla terkejut.
Gabriel memiringkan wajahnya. Menatap Rio dan Shilla
bergantian.
Shilla buru-buru membenarkan posisinya. Rio pun begitu.
“gue ganggu.. kalian ya?” tanya Gabriel.
“Eh?” Shilla dan Rio menggeleng cepat.
“gak kok. Ngeganggu apa coba? Iya-kan, Yo?” Shilla meminta
persetujuan dari Rio.
Rio mengangguk meng-iya-kan.
Gabriel memandang Rio penuh tanda tanya.
Siapa dia? Pacar baru
Shilla?, batin Gabriel.
“ada apa, Yel?” tanya Shilla.
Gabriel tersadar dari lamunanya.
“ngg.. nggak ada sih.” Jawab Iel.
Shilla mengerutkan keningnya.
“se-sebenernya gue mau ke rumah lo. Ngajak berangkat bareng.
Tapi, pas gue liat, lo ada disini. Dan gue nyamperin lo. Dan ternyata lo—“
jelas Gabriel namun gantung.
Shilla melirik Rio.
Rio melirik Shilla.
“di Rio. Temen baru gue.” Ucap Shilla memperkenalkan Rio
kepada Gabriel.
“Yo. Ini Gabriel.” Ucap Shilla memperkenalkan Gabriel pada
Rio.
“Rio.” Rio mengulurkan tangannya.
“Gabriel.” Jawab Gabriel, menjabat tangan Rio.
“dia.. temen baru lo?” tanya Gabriel.
Shilla menatap Rio. Lalu mengangguk pada Gabriel.
Gabriel membulatkan mulutnya. Menatap Rio meremehkan.
Rio tak mau kalah. Ia menatap Gabriel dengan sinis.
Shilla melirik jam tangannya.
“Ah! Yaampun! Udah jam setengah sepuluh!” seru Shilla.
“mampus! Bisa telat nih gue!” Shilla menepuk jidatnya.
“biar gue anter.” Gabriel dan Rio saling berpandangan saat
menyadari mereka berkata seperti itu secara bersamaan.
“gue harus pulang sekarang. Ganti baju. Baru berangkat
kuliah.” Kata Shilla.
“ayo, Shill. Sama gue aja.” Ujar Gabriel.
Shilla menatap Rio.
“sama dia aja, Shill.” Ujar Rio.
Padahal, ingin sekali Rio mengatakan. “mending sama gue!”.
Tapi tidak mungkin. Punya hak apa dia untuk mengatakan itu.
Shilla mendesah. Sebenarnya, jika dia boleh memilih, ia akan
memilih Rio!
Seharusnya Rio bilang begini, “sama gue aja, Shill.”
Shilla pasti akan meng-iya-kan.
Tapi sayang, Rio malah menyuruh Gabriel yang
mengantarkannya.
“yaudah, gue duluan ya, Yo.” Pamit Shilla.
Gabriel menggenggam tangan Shilla. Dan berlalu bersama Rio.
Rio memandang mereka perih. Rasanya, ia sedikit cemburu
melihat pemandangan itu.
“Hh.. apa-apaan sih, gue.” Decak Rio.
Rio berjalan menuju tempat mobilnya di parkirkan.
Berjalan dengan masih menggunakan baju yang sangat basah
kuyup.
***
Gabriel menghentikan mobilnya di parkiran kampus.
“udah nyampe, Shill.” Kata Gabriel.
“Ya. Gue tau.” Jawab Shilla.
Shilla menghela nafasnya berat. Lalu membuka pintu mobil
Gabriel.
Gabriel juga buru-buru keluar dari mobilnya. Tadinya sih mau
membukakan pintu untuk Shilla.
Tapi, Shilla malah sudah membukanya duluan.
“ayo, Shill.” Ajak Gabriel.
Shilla mengangguk. Dan tersenyum pada Gabriel. Senyuman
canggung.
Aduuh.. apaan sih ini? Kenapa gue terima ajakan Gabriel? Gue
sama dia ‘kan udah gak ada HUBUNGAN APA-APA lagi. Mungkin, Cuma sebatas teman.
Batin Shilla.
Shilla merutuki dirinya sendiri.
“kamu kenapa, Shill?” tanya Gabriel saat melihat tingkah
aneh Shilla.
Shilla terhenyak. “eh, gak pa-pa kok.” Jawabnya sedikit
gelagapan.
Shilla dan Gabriel mulai berjalan melewati koridor kampus.
Mereka berjalan beriringan. Mahasiswa lain pasti menganggap
bahwa mereka masih menjalin hubungan sebagai sepasang kekasih.
Padahal sih.. udah enggak.
Shilla berjalan dengan tatapan yang lurus ke depan.
Tak ada sepatah katapun yang keluar di antara keduanya.
Tiba-tiba, Shilla menghentikan langkahnya saat melihat sosok
seorang perempuan yang berjalan menghampirinya.
“Shilla..”
“astagfirullah..” gumam Shilla.
Entah kenapa, Shilla tidak sanggup melihat perempuan itu.
Perempuan itu berjalan menghampiri Shilla dan Gabriel.
“Ify..” kata Gabriel.
Ify tersenyum.
“hai Shilla, hai G-Gabriel..” sapa Ify.
Shilla mencoba tersenyum. “H-hai, Ify.” Jawab Shilla
canggung.
Ify bisa mengetahui itu.
Wajah Shilla. Wajah Shilla tampak jadi murung.
“Shilla.” Ify memegang pundak Shilla.
Shilla mendongakkan kepalanya.
Gabriel terlihat menundukkan kepalanya. Entah kenapa.
Ify menatap Shilla nanar.
“maafin gue, Shill.” Ify langsung memeluk Shilla.
Shilla hampir saja menitikan air matanya.
Shilla tersenyum pahit, lalu, ia membalas pelukan Ify.
Gabriel hanya memperhatikan dua gadis itu dengan tatapan
yang susah di artikan.
***
Rio merebahkan tubuhnya di sofa, setelah ia selesai mandi.
“males kuliah.” Ucapnya.
Dan ia memutuskan untuk tidak berangkat kuliah.
Rio menatap foto besar yang terpampang di dinding ruang
keluarga.
Foto itu, foto keluarganya.
Ya. Lengkap. Rio, kak Acel, Mama, dan.. Papa.
Rio berjalan mendekat ke foto itu.
“Pa, Rio jatuh cinta.” Ucap Rio, menatap sosok Papanya di
foto.
“Rio.. jatuh cinta sama seorang gadis yang sangat manis.”
“gadis pencinta hujan.”
***
To be continued!!
0 komentar:
Posting Komentar