#Chapter 5
“Hai, Shill..” Rio berjalan mendekati Shilla yang sedang
bersama dengan Gabriel dan Ify.
“Ngapain lo kesini?” tanya Shilla jutek.
Rio meringis. “kenapa lo, Shill? Kok tiba-tiba jutek gitu?”
tanya Rio watados.
Shilla mendelik sebal. “lo tau? Gara-gara lo gue dikasih
tugas double sama dosen gue!” jawab Shilla.
Rio menggaruk tengkuknya yang tidak gatal sama sekali. “oh,
itu.. hehe kan gue udah minta maaf.” Kata Rio.
“Eh, elo bro..” ucap Rio yang baru menyadari ada Gabriel dan
Ify juga disitu. “pulang, bro?” tanya Rio sok akrab –banget-.
Gabriel hanya menarik sudut kanan bibirnya. Seperti… senyum
meremehkan.
Rio mengerutkan kening karena respon yang didapatnya dari
Gabriel.
“Eh, gue Rio. Lo?” Rio mengulurkan tangan kanannya pada Ify.
Ify tersenyum, lalu mengulurkan tangannya. “Ify.” Jawabnya.
“Gabriel, Ify, kalian cocok berdua cocok deh..” ucap Rio
sambil melirik Shilla. Sebenernya sih berniat buat panas-panasin Shilla. Hihi..
PLETAKK!!!
Satu pukulan keras dari buku –yang kira-kira- setebal 7cm
itu berhasil mendarat dengan mulus di kepala Rio.
Siapa pelakunya? Tentu saja Shilla.
“Awww!!” Rio menjerit hebat.
“Ngapain lo sok akrab sama temen-temen gue, hah?” ucap
Shilla nyolot nan ketus. Sebenarnya sih Shilla udah mulai kepancing emosinya
pas Rio bilang gitu.
Rio masih meringis kesakitan, dengan mengusap-ngusap
kepalanya.
Sedangkan Gabriel dan Ify hanya menonton pemandangan itu
dengan menelan ludah susah payah berkali-kali. Berharap mereka tak akan pernah
mengalami kejadian seperti Rio.
“kasar amat sih lo, Shill! Perasaan tadi pagi lo baek-baek
aja.” Ucap Rio.
Rio mengangkat tangannya, lalu meletakkan punggung tangannya
pada kening Shilla.
“enggak panas kok.” Ucap Rio.
“Ish, apaan sih lo?!” Shilla langsung menepis tangan Rio
dari keningnya.
“Yaudah, Yel, Fy, gue sama Shilla balik duluan yaa.. bye..”
ucap Rio dan langsung menarik tangan Shilla untuk mengikutinya.
“eh eh eh.. apa-apaan ini?!” Shilla meronta-ronta, tapi
tetep pasrah ditarik seperti itu oleh Rio.
Gabriel mengepal tangannya kuat-kuat saat melihat Shilla dan
Rio yang kini sudah berjarak lumayan jauh dari tempatnya berdiri. Emosi,
cemburu, sebal, kesal, jengkel, dan teman-temannya (?) bersatu dalam hati dan
pikiran Gabriel.
“gue gak akan biarkan Shilla jadi milik lo, Yo. Enggak!”.
Ucap Gabriel. Dalam hati.
“Yel..” panggil Ify yang membuyarkan lamunan ‘calon
tunangannya’ itu.
“ah iya, ayo, Fy.”
*
Rio membukakan pintu mobil sebelah kiri. Lalu mengedikkan
(?) kepalanya, mengisyaratkan Shilla untuk masuk.
Shilla menggeleng. “gak mau!” jawabnya dengan nada yang
manja. Seperti anak kecil yang ngambek karena gak dibeliin balon segisepuluh
sama emaknya.
Rio menaikan sebelah alisnya. “kenapa, tik?” tanya Rio.
“whats?” sahut Shilla gak nyante. “apa? Tik? Lo pikir gue
Itik apa?”
“bukan. Maksud gue itu Cantik. Bukan Itik. Kan elo emang
cantik.” Jelas Rio, tak lupa bonus naik turun alis yang genit.
Shilla langsung menundukkan kepalanya. Karena ia yakin rona
merah di pipinya pasti sudah muncul.
“udah ah, awas! Bukannya nyuruh gue masuk, malah diem aja
lo. Gue mau masuk.” Ucap Shilla mengalihkan sambil sedikit mendorong tubuh Rio
untuk menjauh dari pintu mobil.
Rio tampak melongo. “kan dari tadi gue emang nyuruh dia
masuk.” Gumamnya plus masang tampang bloon tapi ganteng.
“Rio cepeett..” teriak Shilla lalu membanting pintu mobil
Rio cukup keras.
“eee.. iya-iya..” Rio langsung berlari kecil memutari
mobilnya (?) , menuju ke pintu kemudi. #okeiniribet!
Rio sedikit berfikir; kok
gue jadi kayak supir begini ya?
*
Hening..
Begitulah suasana di mobil Rio saat ini.
Shilla sibuk dengan I-Phone nya. Ngapain lagi kalo bukan
gentayangan di dunia maya.
Sedangkan Rio masih focus pada jalanan di depannya. tentunya
sambil sedikit-sedikit curi-curi pandang ke Shilla.
“kenapa, Shill?” tanya Rio saat melihat Shilla yang
cekikikan sambil menatap layar handphonenya itu.
“egapapa.. ada yang lucu aja.” Jawab Shilla, yang membuat
suasana menjadi hening kembali.
Ciitt..
Rio mengerem mobilnya. Sedikit mendadak memang.
Karena terlalu focus buat curi-curi pandang pada Shilla, Rio
jadi tidak tau kalau ternyata lampu lalu lintas didepannya berwarna merah.
“aish, Rio.. makanya, jangan terlalu begitu liatin guenya.
Gue tau gue cantik dan menarik. Tapi gak usah diliatin sampe sebegitunya,
sampai lo ngiler dan gak tau kalo lampunya warna merah.” Cerocos Shilla dengan
tambahan ucapan narsis di tengahnya.
Rio melengos. Tapi tak memperdulikan ucapan Shilla itu.
Rio melirik lampu lalu lintas yang kini sudah berwarna
kuning. Beberapa detik lagi pasti berubah warna menjadi hijau.
Lalu, Rio melirik jam yang melingkar di tangannya. Pukul
lima sore.
“Shill, jalan dulu yuk!” ucap Rio.
“Yo, ngapain jalan? Kan kita lagi naik mobil.” Sahut Shilla
polos.
Lagi-lagi Rio melengos. “maksud gue, jalan-jalan dulu.
Kemana kek gitu.” Jelas Rio gregetan.
Shilla nyengir lebar. Lalu mengangguk dengan antusias.
Rio ikut tersenyum melihatnya. Sedetik kemudian, ia
melajukan mobilnya kembali karena lampunya sudah berwarna hijau.
*
Rio menghentikan mobilnya tepat di depan sebuah café.
“Kok, café sih?” gumam Shilla. Ia mengerutkan keningnya.
Matanya menatap café itu dengan penuh tanda tanya. Entah mengapa.
Rio melirik Shilla. “Gue laper, Shill. Pengen makan. Emang
kenapa, Shill? Gak suka ya?” Ucap Rio.
“Eh..” Shilla langsung terkesiap. Ia pikir, Rio tidak akan
mendengar ucapannya itu. Tapi, mungkin telinga Rio terlalu tajam ya, setajam
Silet!
“emm.. ayo keluar, Yo.” Ajak Shilla. Sebenernya sih mau
ngalihin pembicaraan aja. Gak enak gitu sama Rio.
Rio mengangguk. Lalu membuka pintu mobilnya. Begitupun
dengan Shilla.
“ayo masuk!” ajak Rio sambil mengulurkan tangannya.
Shilla menaikkan sebelah alisnya. Menatap tangan Rio.
Rio yang mengetahui hal itu, langsung meraih tangan Shilla.
Dan menggenggamnya erat.
Rio tersenyum pada Shilla. “ayo..” ucapnya dan langsung
berjalan ke dalam café.
Shilla yang masih bingung Cuma pasrah aja. Dalam otaknya, ia
bertanya; Rio kenapa sih?
*
Shilla terus memegangi (?) perutnya yang terasa membelit
karena lelucon yang dilontarkan Rio.
Sambil menunggu pesanan, mereka memilih untuk mengobrol.
Shilla yang waktu itu merasa kalau Rio cowok yang dingin,
angkuh, dan gak asik itu, ternyata salah besar!
Malah, Rio sangat humoris, baik, dan asik. Jangan lupa, Rio
tampan!
“udaah Rio, udaaah..” ucap Shilla dengan nafas yang agak
tersenggal. Sedangkan Rio masih asik dengan tawanya.
Tak lama kemudian, pesanan mereka berdua datang.
“makasih, mbak.” Ucap Rio saat sang waitress menyimpan semua
pesanan mereka di meja.
Waitress itu mengangguk dan tersenyum dan kembali ke
tempatnya.
“errr..” Shilla menggigil. Rio yang mendengar itu langsung
menatap gadis dihadapannya.
“kenapa?” tanya Rio. Rio menatap ke luar jendela.
Mereka memilih meja yang berada tepat di dekat jendela.
Katanya sih, supaya bisa melihat pemandangan di luar dengan
jelas.
Tidak ada hujan saat ini. Tapi kenapa Shilla?
“gapapa. Ini, gue ‘kan pesen ice cream, jadi serasa
menggigil aja gitu.” Jawab Shilla diringi cengirannya.
“LEBAAYY!!” cibir Rio sambil geleng-geleng kepala.
Shilla Cuma melet-melet aja menanggapi itu.
Tak mau menanggapi Shilla, Rio malah langsung mengambil
ancang-ancang untuk memakan Nasi goreng udang special pesanannya. Maklum,
Laper.
Shilla pun begitu. Shilla langsung asik dengan ice cream
cokelat dengan taburan caramel diatasnya.
Rio melirik gadis di hadapannya itu. Lalu tertawa kecil saat
melihat wajah Shilla. Bibirnya kini belepotan. Pasti karena ice cream itu.
“pelan-pelan dong makannya, Shill. Nafsu amat.” Tangan Rio
terulur dan dengan sigap ia menghapus cokelat di sekitar bibir Shilla, dengan
ibu jarinya.
“Eh..” Shilla reflex memegang tangan kekar Rio.
Srrtt (?)
Mereka merasa desiran hebat dihati mereka masing-masing.
Mata mereka saling bertemu. Saling menatap dengan dalam.
Shilla terlihat larut dalam pesona Rio. Namun, sedetik
kemudian, Shilla terkesiap.
Kenapa gue deg-degaaaaann??. Shilla membatin.
“Rio, elo..”
Rio masih menatap Shilla penuh kagum. Gadis di hadapannya
ini benar-benar cantik!
Ah! Bidadari!
“Yo..” ujar Shilla menyadarkan Rio.
“eh maaf.” Rio langsung melepaskan tangannya dari wajah
Shilla.
Shilla tersenyum kikuk. “gapapa kok. Makasih.” Ucapnya
seraya menundukkan wajahnya.
Hening..
Hanya terdengar alunan music dari café ini, yang menemani
mereka berdua.
“Yo..” panggil Shilla setelah lumayan lama mereka berdiam
diri.
“Hn..” sahut Rio yang masih asik mengunyah spagettinya.
(nasi gorengnya sudah habis)
Shilla menatap Rio. “lo kenapa sih?”
Rio sedikit terbelalak, dan menatap Shilla dengan kerutan di
dahinya. “maksudnya?”
Shilla mengalihkan pandangannya dari wajah Rio. Ia merasa
ada yang aneh di dadanya saat melihat lelaki itu.
“emm..” Shilla sedikit berdehem. Matanya menatap keluar
jendela.
Air langit mulai turun sedikit demi sedikit. Sepertinya akan
turun hujan.
“maksud gue.. kita kan baru kenal dua hari yang lalu. Kenapa
lo bisa langsung akrab sama gue ya?” jelas dan tanya Shilla.
Rio tersenyum kecil. Lalu menancapkan sumpit pada
spagettinya, dan melilitnya dengan perlahan.
“kenapa lo baik dan care sama gue, Yo?” sahut Shilla.
Bertanya lagi.
Rio memasukkan spagettinya itu kedalam mulutnya.
Hujan mulai turun cukup deras. Hhh.. hujan hujan dan hujan.
“karena gue suka sama lo, Shill.” Ucap Rio. Dalam hati.
Rio menghela nafasnya. “lo mau gue jawab yang mana? Yang
pertama apa yang kedua?” tanya Rio.
Shilla tersenyum lebar. “yang ke dua aja deh.”
“em, apa ya?” Rio menatap langit-langit café. Sambil
mengetukkan telunjuknya di pelipisnya. Sedang berpikir. Tapi terlihat jijik di
mata Shilla. Kenapa? Karena terlihat sok imut.
“karena gue emang orang yang baik.” Jawab Rio mantap lalu
kembali ke acara makannya.
Shilla melongo mendengar jawaban Rio.
Sedetik kemudian, Shilla tidak memperdulikan itu.
Shilla menatap gelas dihadapannya. Gelas kosong memang.
Karena es krimnya sudah habis sejak tadi.
Dan karena dia memang hanya memesan es krim, jadi sekarang
dia nganggur sambil menunggu Rio yang masih asik makan.
“kenapa? Masih mau pesen lagi?” tanya Rio yang melihat
tingkah Shilla dari ekor matanya.
Shilla menggeleng pelan.
Tidak kok. Shilla tidak ingin memesan lagi. Dia sudah
kenyang!
Memangnya Rio, yang sampai sekarang belum kenyang walaupun
sudah menghabiskan tiga piring makanan.
Kurus tapi kok makannya banyak ya?
Drrt.. drtt..
Shilla merasakan getaran di saku celananya.
Buru-buru ia mengambil benda mungil di sakunya itu.
From : Gabriel
17.57
Mbok bilang, kamu
belum pulang ya? Kamu lagi dimana, Shill? Sama cowok itu ya? Jangan pulang
malem-malem!
Shilla mendelik sebal setelah membaca isi pesan singkat itu.
Kenapa Gabriel? Ngapain dia ngurusin urusan Shilla. Gabriel
kan bukan siapa-siapanya Shilla lagi.
Dia hanya teman Shilla. TE-MAN. Tidak lebih. Eh, tapi
memangnya Gabriel tidak boleh perhatian sama Shilla lagi ya? Aneh!
“pulang yuk, Yo.” Ucap Shilla.
Rio mendongak. Lalu melirik ke jendela.
“masih hujan, Shill.” Jawabnya.
Rio sudah menyelesaikan makanannya. Dan mengelap bibirnya
yang dengan sebuah tissue.
“tapi, gue takut kemaleman..” ucap Shilla sedikit memelas
memang.
“kan ada gue.” Balas Rio mantap. Tak lupa sambil
menaik-naikan alisnya.
“emang lo berani kalo misalnya nanti tiba-tiba ada hantu?”
tanya Shilla.
“tenang aja. Kalo gue sama lo, itu hantu pasti bakalan
kabur.” Jawab Rio.
“lho? Kok gitu?” tanya Shilla heran.
“yaiyalah.. kan lo lebih menakutkan daripada hantu. Hantunya
pasti ketakutan pas liat lo. Hahaha…” balas Rio dan langsung tertawa terbahak.
Shilla menggembungkan kedua pipinya. “RIIIIOOO…” teriak
Shilla sambil berkacak pinggang.
“Ekhem..” Rio dan Shilla menoleh pada sumber suara yang
berdehem itu.
Mereka nyengir lebar saat melihat seorang bapak menatap
mereka dengan –sedikit- tajam. Pasti gara-gara teriakan Shilla.
“maaf pak.” Ucap Shilla.
“elo sih..” tukas Shilla pada Rio.
“jih, kok lo salahin gue sih? Kan yang teriak elo, Shill.”
Bela Rio.
“yang jelas gue cantik. Dan, lo lebih nyerimin daripada
hantu. Oke? Selesai!” cerocos Shilla dengan sedikit gaya alay diakhir kata.
“whatever..” sahut Rio sebodo amat.
Rio merasakan getaran disaku celananya. Sama seperti Shilla.
Hanya saja, sepertinya ini sebuah panggilan masuk.
Rio mengambil handphonenya itu.
Ia mengerutkan keningnya saat menatap layar handphonenya.
“siapa ini?” gumam Rio saat melihat nomor tak dikenal yang
memanggilnya.
Shilla Nampak mencoba mencuri-curi pandang pada ponsel
digenggaman Rio.
“kenapa gak di angkat, Yo?” tanya Shilla.
“eh.. enggak papa.” Rio langsung me-reject (?) panggilan
itu. “orang gak dikenal.” Lanjutnya.
“yuk pulang.” Ajak Rio. “ujannya udah mulai reda.”
Sambungnya.
Shilla mengangguk takzim. “ayo.”
*
“makasih, Yo.” Ucap Shilla saat sudah sampai di depan
rumahnya dan keluar dari mobil Rio.
Rio mengangguk. “no prob.” Jawab Rio.
Shilla tersenyum. “mau masuk dulu?”
Rio menggeleng pelan. “udah malem, Shill. Gak enak diliat
tetangga.” Jawab Rio.
Shilla tertawa kecil. “em.. yaudah, gue masuk ya.” Ucapnya.
Rio mengangguk. “besok, aku jemput kamu lagi, ya.” Ujar Rio.
Terdengar meminta.
“okey.” Jawab Shilla sambil mengacungkan ibu jarinya.
Rio tertawa kecil. Lalu mengacak rambut Shilla pelan.
“yaudah, cepet istirahat sana.” Ujar Rio.
“iyaa..” Shilla membalikkan badannya dan berjalan masuk ke
pintu gerbang.
“Shill..” panggil Rio.
Shilla kembali membalikan tubuhnya. “Ya?”
“Good Night..”
*
Shilla berlari dengan riang menuju kamarnya.
BRAAKK!!
Dia menutup pintu kamar cukup keras.
Tapi Shilla tak memperdulikan hal itu. Ia terlalu sibuk
memikirkan hal yang terjadi di mobil Rio saat perjalanan pulang tadi.
Ahh.. itu sungguh membuatnya terbang melayang.
Shilla merebahkan tubuhnya di tempat tidurnya. Masih dengan
senyum yang masih mengembang dibibirnya.
Sebenarnya hanya kejadian kecil saja sih. Mungkin untuk
sebagian besar, itu hanyalah cerita biasa, tidak menarik, dan hal yang
–mungkin- sering dilakukan banyak orang.
Tapi tetep saja, itu berkesan untuk Shilla.
***
“yaah.. hujannya kok makin gede ya, Shill.” Ucap Rio yang melihat kaca mobilnya semakin deras
terkena air hujan.
Shilla mengangguk. “iya, Yo.” Jawab Shilla.
Shilla memeluk tubuhnya sendiri. Dingin memang.
Ia lupa tidak membawa cardingan atau jacketnya. Dan hanya
mengandalkan baju kaosnya.
Padahalkan ia sedang berada dalam mobil. Tapi tetap saja
merasa tubuhnya menggigil.
Rio tiba-tiba menghentikan mobilnya dipinggir jalan. Yang
agk sepi memang.
Shilla langsung melirik Rio. Dengan mata yang membulat.
“Ngapain lo?” tanya Shilla ketus sekaligus ketakutan.
Rio meringis. “apaan sih, lo?” tanya Rio bingung.
“kenapa berhenti di tempat sepi begini?” tanya Shilla tajam.
Shilla langsung mundur sampai punggungnya menabrak pintu mobil.
Rio menaikan sebelah alisnya. Sedetik kemudian, ia tertawa
cukup kencang.
Shilla semakin bingung dengan tingkah aneh Rio.
“uhuk.. uhuk..” Rio tersedak karena tawanya sendiri. Lalu ia
mencoba menghentikan tawanya itu.
Dilihatnya Shilla yang masih bersedak-sedak ke pintu.
Tentunya dengan wajah yang cemas.
“Shill? Ngapain kamu nyeledek (?) pintu begitu?” tanyanya.
“e.. gue gak bakal ngapa-ngapain gue kan?” tanyanya sakratis
(?).
Rio menggeleng mantap. “gue ini cowok baik-baik, Shill. Jadi
lo gak usah khawatir.” Jawab Rio diiringi senyum manisnya.
Shilla terkesiap dengan senyuman Rio. Perlahan, ia kembali
membenarkan duduknya.
“ada apasih? Kok lo tiba-tiba berhenti di tempat kayak
gini?” tanya Shilla –lagi-.
Bukannya menjawab pertanyaan gadis itu, Rio malah membuka
jaket yang menyelimuti tubuhnya.
Perlahan, Rio sdikit mendekatkan tubuhnya pada Shilla,
“nih..” lalu ia memakaikan jaket itu di pundak kanan Shilla.
Shilla sedikit tercengang dengan perlakuan Rio.
Rio mengangkat rambut panjang Shilla yang menutupi leher
gadis itu. Lalu memakaikan jaketnya sehingga sekarang sudah dipakai Shilla
–walaupun belum terpakai sempurna.
“gimana? Masih dingin gak?” tanya Rio seraya menyimpan
kembali rambut Shilla.
Shilla masih terdiam.
“Shill..” tegur Rio.
“Eh. Em. Enggak kok, Yo.” Jawabnya seraya tersenyum lebar.
Rio pun ikut tersenyum melihatnya.
Tiba-tiba, tangan Rio terulur. Lelaki itu perlahan
mendaratkan telapak tangannya di pipi chubby Shilla.
“Eh..” Shilla Nampak terkejut dengan perlakuan Rio.
Rio mengusap lembut pipi Shilla. “kamu cantik, Shill.”
Ucapnya.
***
“aaaahhh..” Shilla berguling-guling di atas tempat tidurnya.
Jaket Rio masih membalut tubuhnya. sebenarnya, tadi ia ingat
kalau ia masih menggunakan jaket pria itu. Tapi, ia sengaja tidak ingin
mengembalikan jaket itu dulu.
Shilla mengelus lembut pipinya yang tadi dielus oleh Rio.
“em.. Rioo..” ucapnya setengah sadar.”
Shilla mencium bau tubuhnya. ah tidak. Ini bukan wangi
tubuhnya. tetapi wangi jaket pria itu.
Wangi parfum khas pria itu, dan wangi maskulin tubuhnya,
masih menempel di jaket yang kini dipakai Shilla.
Shilla perlahan menutup kedua matanya. Sambil masih tetap
menikmati wangi jaket Rio.
“Rioo..” ucapnya, dan mulai terlelap. Menuju mimpi indahnya.
*
To be continued!!
Tinting, titanium sets off metal detectors - Tinting, titanium
BalasHapus"Tinting, titanium sets off metal detectors" joico titanium and "Tinting, titanium nano titanium by babyliss pro sets titanium jewelry for piercings off titanium block metal chi titanium flat iron detectors".