Maaf
kalo gak nge-feel ._.v
DONT
COPAS! Hargai Penulis!
***
“Viaaa….”
Panggilku sambil berteriak dan tiba-tiba masuk ke dalam rumah Sivia sahabatku.
“hore
hore… yeyeye…” aku berteriak sambil jingkrak-jingkrak.
“aduh
Shilla… apa-apaan sih? Jangan nge-rusuh di rumah gue dong!” ucap Sivia sambil
Aku
menghampiri Sivia dan memegang kedua pundaknya.
“Via,
lo tau kan pulang sekolah tadi gue pulang bareng siapa?” tanyaku. Sivia
terlihat sedang berfikir dan mengingat-ingat.
“em…
sama Rio kan?” jawab Sivia ragu.
“ahaha…
iya. Dan lo tau gak, dia bilang apa sama gue?”. Sivia menggeleng cepat.
Terlihat raut wajahnya yang sangat bingung dan penasaran.
“aaa…
dia nembak gue Vi..” ucapku kegirangan sambil mengguncangkan pundak via. Via
sedikit tercengang.
“ha?
Beneran shill? Lo gak boong kan?” tanya Sivia tak percaya.
Aku
menggeleng. “gue gak boong” jawabku.
“aaa…
selamat ya Shilla ku cuyung… akhirnya perasaan lo di balas” ucap Via lalu
memelukku. aku tertawa sembari membalas pelukannya.
Rio.
Dia adalah orang yang dari dulu Shilla taksir. Sebenarnya, Shilla menyukai Rio
sejak dulu. Saat MOs di SMP. Sampai sekarang, saat mereka sudah SMA, Shilla
masih saja mengagumi sosok Rio. Walaupun, Rio dingin terhadapnya. Tapi tekad
Shilla gak pernah pudar. “Cinta itu perlu di
perjuangkan. Apapun yang terjadi, pokoknya Jangan menyerah”.
Itu motto yang Shilla buat. Dan ternyata, tekadnya itu membuahkan hasil.
Akhirnya Rio juga mempunyai rasa yang sama dengan Shilla.
***
Keesokan
harinya.
“Shilla….
Tunggu…” Panggil Via sambil berlari. aku menghentikan langkahku dan menengok
kearah Via.
“ayo
Shill… pulang” Sivia langsung menarik tanganku dan melangkahkan kakinya.
“e..
tunggu Vi” sergahku. Via terlihat bingung.
“sorry
ya Via. Gue hari ini mau pulang bareng Rio. Gapapa kan?” aku ragu-ragu untuk
membicarakannya.
Via
menghela nafasnya lalu menggelengkan kepalanya.
“oiya,
gue lupa sekarang kan lo udah punya pacar. yaudah gue duluan ya Shill.” Via
menepuk pundakku sambil tersenyum jail.
“hati-hati
pacarannya. Ntar ada setan yang gangguin lho…” goda sivia lalu berlari menuju
gerbang sekolah.aku hanya cengo mendengar ucapan Sivia.
“Shill…”
panggil seseorang. Aku menengok kea rah suara.
“ayo
pulang..” ajaknya. Lalu menggenggam tanganku dan berjalan menuntunku menuju
koridor.
Aku
yakin, pasti saat ini pipi’ku memerah, terlihat syok dan salting Karena tanganku yang
digenggam oleh kekasih baruku ini. –Rio-.
***
“wa…
pemandangannya indah banget Yo …” aku berdecak kagum melihat pemandangan yang
ada di depanku saat ini. Rio tersenyum melihanya.
Rio
tidak langsung mengantarku pulang. Ia malah membawaku ke sebuah taman dengan
sebuah danau di depannya. Aku berdecak kagum melihat tempat tersebut.
“kamu
suka?” tanya Rio. Aku mengangguk dengan mantap.
“ayo
duduk disana” ajak Rio sambil menunjuk ke sebuah bangku taman.
“kamu
tau dari mana tempat yang indah ini?” tanyaku tanpa mengalihkan pandanganku
pada danau yang ada di depanku itu.
“dulu
kan rumahku di sana” jawab Rio sambil menunjuk ke sebuah lahan yang kini
kosong.
“jadi
aku tau tempat ini” lanjutnya. Aku hanya manggut-manggut.
“kamu
sering ke sini ya?” tanya Shilla sambil memalingkan wajahnya menjadi menghadap
Rio. Rio hanya tersenyum dan mengangguk.
“
ini tempat kenanganku bersama keluargaku dulu.” ucap Rio. Aku hanya
manggut-manggut.
Rio
tersenyum geli melihat tingkahku.
“tempat
ini adalah tempat yang paling… indah. Disini, kita berasa nyaman, tenang.
Pokoknya enak deh.” Ucap Rio.
“kalo
aku punya masalah, aku pasti dating kesini” tambahnya sambil senyum-senyum gak
jelas.
“tempat
ini bakal jadi tempat yang terindah buat kita” ucap Shilla yang langsung
membuat Rio menaikan sebelah alisnya.
“kalo
kamu tempat terindah buat kamu, berarti tempat ini adalah tempat terindah juga
buat aku” aku memperjelas maksudku..
“hehe…
dasar kamu Shill” ucap Rio.
“oiya
Shill, mau ice cream gak? beli es cream yuk!” ajak Rio
sambil menunjuk ke penjual ice cream.
Aku
mengangguk dengan semangat.
**
Hari
berganti hari. Hubunganku dengan Rio semakin romantic. Kami sering berangkat
sekolah bersama,pulang bareng, jalan bareng. Pokoknya keman-mana pasti
berdua’an deh. Tidak terasa, ternyata hubungan kami sudah menginjak hamper 11
bulan. Berarti, sebentar lagi 1 tahun dong? Cepet banget ya? Hehe..
“Shill..”
panggil Rio.
“sebelum
pulang, lo mau gak nganter aku?” pinta Rio.
“kemana?”
Rio
hanya tersenyum menanggapi pertanyaanku.
“ikut
aja.” Jawabnya. Aku hanya mengangguk.
Rio
menyetir mobilnya dengan kencang. Melesat membelah jalanan kota.
**
“kita
mau ngapain Yo kesini?.” Tanyaku saat sudah berada di tempat yang Rio tuju. Rio
tersenyum lalu.
“ikut
saja dulu.” Jawabnya.
“ma,
pa..” ucap Rio sambil berjongkok di tanah. Dan diikuti olehku. Aku menatapnya
dengan tatapan. ;maksudnya
apasih yo?
Aku
semakin tak mengerti dengan ucapan Rio. ;orang
tua Rio sudah meninggal?
kini
kami sedang berada di sebuah tempat pemakaman, dimana Rio bilang, dua buah
makam itu adalah tempat Mama dan Papa rio di semayamkan.
“ma,
pa. gimana kabar kalian disana?” tanya Rio pada batu nisan kedua orang tuanya.
Makamnya memang sengaja bersebelahan.
“Yo.”
Aku menepuk pelan pundak kekasihku itu. Rio menengok dan tersenyum kepadaku.
“ma,
pa. kenalin, ini pacar Rio” ucap Rio sambil merangkulku. aku terlonjak kaget.
“dia
orangnya baik ma, pa. dia perhatian banget sama Rio” ucapnya.
“hai
om, tante”aku berbicara mengikuti gaya Rio tadi.
“Rio
sayang banget ma, pa sama Shilla. Dia perempuan yang baik dan perhatian sama
Rio” rio membuat pipiku merah karena ia menyanjungku.
“tapi
sayang ma, Rio harus ninggalin dia” lanjut Rio kecewa.
Aku
langsung kaget! “maksud kamu?”. Aku semakin dibuat tak mengerti dengan
ucapannya. Rio tersenyum tipis. Lagi-lagi Rio hanya tersenyum.
Arrrgghh!!
Sungguh jawabannya yang sangat membingungkan.
“ma,
pa. Rio kangen banget sama kalian. Tapi, sebentar lagi, Rio bakal nyusul kalian
kok” ucapan Rio sungguh ngawur. Aku langsung menepis lengan Rio dari pundakku.
Aku menatap Rio dengan penuh tanda tanya.
“maksud
kamu apasih Yo? Kamu kok ngomong gitu?” suaraku mulai meninggi. Lagi-lagi hanya
ditanggapi dengan senyuman.
“om,
tante. Anak om dan tante ini kenapa sih? Ngomongnya ngawur banget ya”. Rio
hanya terkekeh mendengar ucapanku.
**
Semenjak
Rio mengajakku pergi ke tempat mama dan papa Rio, ada yang aneh dengannya.
Sudah
hamper 2 minggu Rio tidak bersekolah. Bahkan, ia tidak menghubungiku sama
sekali.
Aku
sudah menanyakannya pada Cakka,Alvin, dan Gabriel. Tapi, jawabannya yang aku
dapat malah…
‘mungkin
Rio sibuk’.
Sibuk?
Sibuk apa? Sampai-sampai, untuk menghubungiku saja tidak pernah.
Sesibuk
apa sih??
Akhirnya
aku memutuskan untuk pergi ke rumah Rio.
Tapi
apa yang ku dapat? Jawaban yang sama dari pembantu rumah tangga di rumah Rio.
Dia bilang..
“maaf,
den Rio tidak membolehkan saya untuk memberitahukan dia pergi kemana”.
Mengapa?
Apa mungkin dia menghindariku? Ah! Tak mungkin.
Aku
semakin bingung dengan keadaan Rio. Aku meminta pendapat Sivia. Dan Dia bilang.
“tenang
aja. Rio pasti baik-baik aja kok. Besok dia pasti masuk sekolah” ucapnya
menenangkanku.
***
Aku
berjalan gontai menuju kelasku. Bagaimana tidak? Pikiranku sudah gak karuan.
Selalu saja Rio hadir di pikiranku. Bayakan saja, sudah 2 minggu aku tidak
bertemu dengannya. Bahkan ia tidak pernah menghubungiku. Argh… aku gak
bisa terus menerus kayak gini.
“Shilla…”
panggil Sivia sambil menghampiriku yang sudah ada di ambang pintu.
Aku
menoleh kea rah’nya.
“apa?”
tanyaku lesu.
“jangan
lesu lagi. Ayo ikut” dia langsung menarik tanganku keluar.
***
“ngapain
Vi?” aku heran dengan Sivia. Kenapa dia membawaku ke kantin?
“itu
lihat..” Sivia menunjuk ke sebuah bangku.
“Rio?”
gumamku. Sivia mengangguk. Rio menoleh. Sepertinya ia melihatku. Senyumku
kembali mengembang. Ternyata, yang diucapkan Sivia kemarin itu benar. Rio pasti
baik-baik saja dan akan sekolah hari ini.
“Shilla..
sini!” panggilnya sambil melambaikan tangannya.
“ayo
Shill!” ajak Sivia. Aku hanya mengangguk. Dan menghampiri Rio yang sedang
bersama Alvin,Cakka,Gabriel.
“kamu
kemana aja Yo? Aku nyariin kamu lho...” ucapku saat aku sudah duduk berhadapan
dengannya. Rio tiba-tiba terdiam. Dia saling berpandangan dengan
sahabat-sahabatnya.
“aku
gak kemana-mana kok Shill.” Jawabnya. Aku mengerutkan dahiku.
“tapi
kok aku dating ke rumah kamu bibi bilang kamu gak ada.” Rio terdiam.
“kamu
gak pa-pa kan?” tanya ku. Rio menggeleng.
“enggak”
jawabnya.
“maaf
Shill. Aku gak kabarin kamu.” Ucapnya menyesal.
Apa?
Maaf? Seenaknya Rio mengucapkan itu, padahal aku gelisah memikirkannya. Tapi,
ya sudahlah. Lupakan. Yang penting kan Rio sekarang baik-baik saja. Ia sudah
ada di hadapanku.
“gakpapa
kok Yo” jawabku.
***
“Yo...”
ucapku membunuh keheningan diantara kami. Kami sedang dimobil Rio perjalan
pulang.
“ya?”
jawabnya masih terus memandang lurus ke depan. Dan focus menyetir.
“sebenernya,
2 minggu yang lalu kamu kemana sih?” tanyaku. Aku masih penasaran!
Tiba-tiba
ku lihat raut wajah Rio yang mengusut.
“aku
hanya ingin menenangkan diri.” jawabnya datar.
Menenangkan
diri? Memang ada apa dengannya?
Sebenarnya
aku ingin menanyakan itu. Tapi karena sudah didepan rumah, aku membatalkannya.
Rio
membukakan pintu mobil untukku.
“makasih.”
Rio hanya mengangguk.
“mampir
dulu gak?” tawar ku.
“gak
usah deh, say. Aku langsung pulang aja.” jawabannya membuat aku terkekeh. Say?.
“kok
malah ketawa sih? Aku kan emang sayang sama kamu.” ucapnya.
“gombal!”
kataku. Aku yakin, pasti saat ini pipi ku memerah
“pipi
kamu merah Shill!”
Tuh
kan! OMG! Rio liat ini? Astaga, malu banget.
“hehe..
yaudah deh, aku pamit ya..” ucapnya sambil mengecup keningku.
Omaygat…
semoga gak ada yang liat ini. Bisa mampus kalo ketauan ortu’ku.
“hati-hati
ya..” ucapku. Rio tersenyum sambil melambaikan tangannya.
“besok
aku jemput” katanya. lewat kaca jendela mobilnya. Aku mengangguk sambil
tersenyum
Aku
masih terus memandang mobilnya sampai benar-benar menghilang dari pandanganku.
***
Bel
pulang sudah berbunyi sejak tadi. Tapi aneh, Rio belum juga menjemputku
dikelasku.
Mungkin
Rio masih dikelasnya. Aku berjalan menuju kelas Rio. Saat sudah sampai didepan
pintu, langkahku terhenti. Aku mendengar beberapa orang sedang membicarakan
sesuatu.
Sepertinya
soal yang penting. Aku memutuskan untuk diam dulu diluar kelasnya. Samar-samar
aku mendengar ucapan mereka.
“kamu
gak bisa, Yo, terus-terusan nyembunyiin ini semua.”
“aku
harus gimana?” suara itu begitu gelisah. Sepertinya itu suara Rio.
Aku
semakin menajamkan pendengaranku. Bukan maksudku untuk menguping, hanya saja
aku penasaran dengan pembicaraan mereka.
“kamu
harus bilang ini semua sama Shilla”
“gak
mungkin Yel. Gue gak bisa.”
“Yo.
Kalo lo gak mau bilang sama Shilla, tapi lo harus tetep jalanin pengobatan itu!”
Pengobatan?
Maksudnya?.
Aku
semakin dibuat penasaran.
“tapi
Vin. Gue gak mau!” ketus Rio.
“Yo,
lo harus jalanin kemo itu!”
“tapi
Kka…”
“semua
demi kesembuhan lo!”
“emang
siapa yang sakit?” aku tiba-tiba masuk. Mereka terlihat terkejut. Aku memandang
mereka heran.
“kemo?
Kemo apa? Maksudnya apa? Ada apa ini?” aku bertanya bertubi-tubi.
“gak
ada apa-apa kok.” sergah Rio. Aku menaikan sebelah alisku.
“udahlah
Shilla… kita Cuma lagi berdiskusi.” Sahut Alvin.
“ayo
Shill, kita pulang!” ajak Rio dan langsung merangkulku. Berbagai pertanyaan
berkelebat di otakku. Ada apa sebenarnya?
***
Aku
dan Rio tertawa renyah di dalam mobilnya. Kami membicarakan sesuatu yang amat
sangat tidak masuk akal. Berbagai lelucon Rio lontarkan padaku.
“Yo..
udah dong. Sakit nih perutku.” Aku memegangi perutku yang memang terasa melilit
karna terlalu banyak tertawa. Rio memang the best! Dia memang paling bisa membuatku
tertawa bahagia seperti saat ini.
“haha…
iya deh iya..” jawabnya. Ia menghentikan mobilnya.
“Yo.
Kita mau kemana?” tanyaku saat melihat tempat yang kami injaki ini.
“ayo
ikut aku” ajak Rio sambil berlari dan menarik tanganku.
Aaa…
Rio… it’s so romantic . rio mengajakku ke sebuah tempat yang
sangat… indah. Bukan danau biru, tapi.. Pantai yang indah.
“Rio…
ini bener-bener indah banget!!” aku menatap kagum. Rio malah tersenyum licik.
Dan
Byurrr
“aduh…
Rio. Jail banget sih! Bajuku kan jadi basah!” aku menggerutu karena Rio
menyiramku dengan air di pantai.
“biarin.
Wlee…” Rio malah memeletkan lidahnya dan berlari menghindar. Aku pun
mengejarnya.
Kami
bermain air dan pasir bersama disana.
Rio
menuliskan sesuatu di pasir itu.
‘RIO SHILLA SELAMANYA. Together
Forever’
aa…
rio benar-benar membuatku bahagia.
Kami
duduk berdua sambil menghadap kea rah matahari tenggelam. Aku menyenderkan
kepala ku di pundak Rio. Rio melingkarkan tangannya dengan erat di
pinggangku. Kami tak perduli walau baju kami basah kuyup.
“Yo..”
aku membuka pembicaraan. “kamu inget gak lusa hari apa?” tanyaku.
Rio
tampak berfikir. Lalu ia menggeleng.
“Rio…
masa kamu lupa sih?” aku mulai geram.
“apa
yaa???” ia berbicara seperti meledek! Aku memajukan bibirku.
“hehe…
enggak dong. Aku inget kok. Lusa hari Anniversary kita yang ke 1 tahun kan?” ia
memastikan.
Aku
menggangguk. Ternyata dia ingat!
“ternyata
udah lama ya Shill..” ucapnya.
“iya,
gak kerasa lho Yo.” jawabku.
“kamu
mau aku beliin apaan?” tawarnya. Aku memandangnya.
“aku
gak mau dibeliin apapun. Yang aku mau Cuma.. kesetiaan dan rasa sayang kamu
buat aku.” Jawabku. Terdengar agak gombal sih.
Rio
malah terkekeh mendengarnya. Ia mencubit hidungku. Aku meringis kesakitan.
“aku
sayang banget Shill sama kamu.” Rio menyenderkan kepalaku dipudaknya.
Merangkulku dalam pelukannya. Lalu mencium pucuk kepalaku. Aku hanya tersenyum
bahagia
“I
LOVE YOU ASHILLA..” ucapnya.
“I
LOVE YOU TOO MARIO.” jawabku.
***
Hari
ini aku berencana ke mall untuk membeli hadiah untuk Rio. Sivia tidak bisa
mengantarku. Akhirnya aku pergi sendiri.
Aku
bingung mau beli apa? Mungkin, sebuah jam tangan cocok ya untuk Rio.
Setelah
selesai, aku menuju café yang ada di mall.
Aku
melihat Gabriel sedang duduk di salah satu meja yang ada di café itu. aku
menghampirinya.
“hai
Yel..” sapaku.
“eh
Shilla? Abis dari mana lo?” tanyanya.
“ini.
Beli kado buat Rio. Besok kan kita Anniversary” jawabku
“oh..
gitu. Selamat ya.” Ucapnya. Aku mengangguk.
“dulu
Rio sikapnya dingin dan cuek sama aku. Tapi gak nyangka, ternyata sekarang kita
udah jadian dan udah lama” aku malah curcol.
“sebbenernya,
Rio suka sama lo dari dulu Shill. Semenjak MOS Smp” aku langsung melirik
Gabriel.
“dari
dulu? Tapi kok, kenapa dia cuek bebek gitu sama gue? Malah sering banget
ngejauhin”
“kalo
itu… gue gak bisa jawab”
aku
mengerutkan keningku. “kenapa?”
iel
tak menjawab. Lalu kami pun larut dalam perbincangan dan bercanda bersama.
“SHILLA??”
sebuah suara mengangetkan ku dan Gabriel. Kami sama-sama menoleh.
“Rio?”
ucapku kaget.
“kamu
lagi ngapain sama Iel? Kamu selingkuh? Hah? Padahalkan besok kita Anniversary.
Tapi kenapa kamu malah ngelakuin ini? Kalo LO EMANG UDAH GAK SAYANG SAMA GUE,
BILANG DONG. Jangan bohongin gue kayak gini!!”
Aku
langsung tercengang mendengarnya.
“Yo.
Ini semua tuh gak kayak yang lo liat. Kita berdua tuh---”
“alaah…
udah lah Yel. Lo gak usah bohong!” elak Rio.
“Yo..
init uh…” ucapku lirih.
“Jahat
lo Shill, Yel!” Rio langsung pergi begitu saja.
Gabriel
langsung menenangkanku yang terisak.
***
Aku
menunggu Rio di tempat favorit kami. Danau biru. Sudah cukup lama aku menunggu
Rio disana. Dari pukul 10.00 pagi sampai sekarang sudah pukul 2 siang. Bisa
dihitung kan berapa lama aku menunggunya?
Aku
yakin. Rio pasti masih marah padaku. Tapi aku gak akan berhenti buat nunggu
dia.
Aku
mengecek handphone’ku untuk yang kesekian kalinya. Tapi hasilnya nihil. Tak ada
satupun SMS atau telfon dari Rio. Aku mulai merasa gelisah.
Tiba-tiba
handphone’ku berbunyi. Aku segera mengangkat telfon tersebut. Itu dari Gabriel.
“halo…”
“halo Shill..”
“ada
apa yel?”
“Rio Shill Rio. Shilla,
kamu harus cepat kesini.” Aku menjauhkan hanphone’ku dari telingaku.
Mengapa Gabriel panik seperti itu? Ada apa dengan Rio?
“Shill… cepatlah… kamu
harus cepat-cepat ke Rumah Sakit Bakti Insani.”
“memangnya
Rio kenapa Yel?” aku semakin panic.
“sudahlah.. cepat”. Aku
langsung memutus sambungan telfon. Dan berlari mencari taksi dan melaju cepat
menuju rumah sakit yang Iel bilang tadi.
Perasaan
gelisah benar-benar menjalari tubuhku. Aku memandangi bungkus kado yang akan ku
berikan pada Rio.
**
Aku
segera berlari menuju kamar Rio dirawat. Aku membuka pintu kamar rawat Rio
dengan tergesa-gesa.
“Rio?”
aku sempat terkejut melihatnya terbaring lemah di ranjang tempat tidur rumah
sakit itu. Rio menoleh padaku. Begitu juga dengan sahabat dan keluarganya.
–kakek neneknya-
“Shilla…”
rio tersenyum kearah ku. Aku segera berlari menghampirinya. Dan berhambur ke
pelukannya.
“Rio,
kamu kenapa?” tangisanku tak bisa dibendung lagi. Dan pecah didepan Rio. Aku
tak kuasa melihat Rio seperti ini.
Lagi-lagi
Rio hanya tersenyum.
“maaf
Shill, aku gak dating tadi. dan maaf, kemarin aku udah salah paham sama
kamu dan Iel ” Ucapnya.aku menggeleng. Bukan itu jawaban yang ingin aku
dapatkan.
“kamu
kenapa Yo? Kamu sakit apa?” aku bertanya sambil terisak. Rio hanya terdiam.
“Rio
sakit kanker Shill. Stadium akhir”. HAH? Aku langsung tersentak.dan melepaskan
pelukanku. Apa itu benar? Aku berharap ini semua mimpi. Aku menoleh pada Cakka.
“jangan
bercanda deh Kka” cercaku.
“Cakka
gak bercanda kok Shil.” Sahut Rio. “aku memang sakit kanker. Dan sekarang
sudah memasuki stadium akhir.” Lanjutnya.
Aku
benar-benar merasakan sakit. Sakit yang teramat sakit! Aku menganga tak
percaya. Dan menggelengkan kepalaku.
“2
minggu yang lalu, saat aku tiba-tiba pergi. sebenarnya aku pergi ke Singapura
untuk menjalani pengobatan.” jelasnya.
“jadi..
jadi semua yang kalian omongin tentang kemo itu….” Ucapku gantung.
“iya
Shill. Kemoterapi yang kita maksud.” jawab
Gabriel.
“dan
kamu nolak untuk ikut kemo itu Yo?” tanyaku getir. Rio menggeleng.
“kemoterapi
itu gagal Shill. Aku gak bisa tertolong.” Jelasnya.
Ya
Allah… tolong aku. Aku benar-benar bagaikan tersambar petir berkali-kali.
Aku sungguh tak mempercayai semua ini.
“tapi
kenapa kamu gak cerita Yo. Kenapa?” nadaku mulai meninggi sambil masih terisak.
“aku…
aku gak mau kamu khawatir dan cemas karena keadaan ku ini. Dan aku.. aku gak
mau kamu ninggain aku.” Jelas Rio.
“aku
gak akan pernah ninggalin kamu Yo. Aku Sayang dan Cinta kamu.” jawabku. Semua
yang ada di ruangan itu terdiam.
“ini
Shill. Kado Anniversary kita dariku.” Rio memberikanku sebuah kalung putih
dengan liotin ‘Love’ yang menghiasi kalung tersebut. Dan terdapat tulisan
‘YoShill forever’. Rio memakaikannya untukku.
“Yo.
Aku sayang kamu” ucapku sambil memeluk Rio erat.
“aku
juga Shill. I Will Always LOVE YOU ASHILLA..”
“I
Will Always LOVE YOU MARIO.” Jawabku.
Rio
mengusap dan mengecup pucuk kepalaku.
Cukup
lama aku memeluknya. Aku merasa ada yang aneh dengannya. Semua terdiam. Aku
melepaskan pelukanku. Dan…
“RIIOOOOOOO!!!!!”
**
“Shilla,
ayo kita pulang.” Ujar Sivia sambil mencoba mengangkat tubuhku. Aku masih tak
mau beranjak dari tempat pemakaman Rio kekasihku. Sekarang memang tinggal hanya
aku, Sivia dan sahabatnya. Gabriel,Cakka, dan Alvin.
Aku
bergeming. Aku masih tetap memandang nisan yang bertuliskan nama kekasihku itu.
Aku menangis. Terisak. Hatiku sangat hancur!. Aku memeluk nisan itu. Dan
meremas tanah yang mengubur kekasihku.
“hiks…
hiks… Rio.. hiks.. Rio…” masih saja aku menangis.
“Shilla,
sudahlah jangan begini. Lebih baik kita pulang dan menenangkan diri.” Cakka mencoba
membujukku. Aku tetap bergeming dan tangisku semakin besar.
“kamu
jahat Yo! Kenapa kamu tinggalin aku? Dan lebih milih untuk tinggal dengan Mama
dan Papa kamu? Kenapa harus secepat ini Yo? Kenapa? Kenapa Yo… hiks..” suaraku
mulai serak.
“Shilla..
udah dong. Rio gak akan tenang disana dan dia pasti akan sedih kalo liat Kamu
kayak gini.” Sahut Gabriel. Tangisanku bukannya berhenti malah semakin mengeras
dan aku meronta. Aku gak sanggup menerima semua ini!
“please
Shill. Kamu harus bisa meng-ikhlaskan kepergian Rio. Kita semua tau gimana
sakitnya hati kamu. Kita juga merasakan yang kamu rasain sekarang.” Sekarang,
giliran Alvin. Gabriel dan Cakka mencoba menenangkanku.
“Shill…”
Sivia memelukku. mereka masih tetap mencoba membujukku. Akhirnya aku memutuskan
untuk pulang bersama mereka. Gabriel benar Rio pasti tidak tenang dan akan
sedih jika aku begini.
“selamat
tinggal, Rio..” aku berpamitan sambil mengecup nisannya.
Aku
beranjak berdiri dibantu Sivia. Kami memandang kuburan tersebut sebelum
beranjak pergi.
“Ayo..”
ajak Cakka dengan suara yang getir.
Aku mengangguk dan berjalan membelakangi makam Rio. Aku menoleh ke
belakang. Dan aku melihat sesuatu. aku mencoba memperjelas pandanganku.
Dan
benar aku melihat Rio. Aku menghentikan langkahku, dan melihat ke arah Rio. Rio
menggunakan baju serba putih dan berdiri tepat di sebelah makamnya. Ia
tersenyum padaku. Aku pun membalas senyumannya.
“Jangan
sedih Shilla sayang. Aku akan selalu ada di dekatmu. Aku sayang kamu Shilla.”
ucapnya. Aku tersenyum bahagia.
“aku
juga sayang kamu Rio…” gumamku sambil menggenggam kalung yang melingkar di
leherku. Kalung pemberian Rio
Gabriel,Alvin,Cakka maupun Sivia menatapku aneh. Mungkin mereka tak
mendengar ucapan Rio tadi, dan mereka tidak melihat keberadaan Rio saat tadi.
Aku semakin tersenyum pada Rio walau kini bayangan Rio mulai pergi. Benar-benar
pergi.
THE
END