Blogger Widgets

Sabtu, 21 September 2013

Aku, Kamu, dan Hujan.. #chapter 1

#Chapter 1

Shilla berjalan dengan tergesa-gesa. Menuju ke sebuah halte untuk menunggu bus.

Shilla itu melirik jam tangannya.
“Yaampun, Iel pasti marah nih kalo gue telat.” Gadis itu mendesah cemas.

“ck.. bus nya kemana ini? Lama banget!” gerutunya.

Shilla mengapus keringatnya yang kini membasahi pelipisnya.
Berlari dari rumah menuju ke halte, ternyata sangat melelahkan!
Gadis itu kemudian duduk di sebuah bangku yang memang berada di halte tersebut.

“mana siang hari ini panas banget lagi.” Shilla berdecak kesal.

“harusnya lo bersyukur karena hari ini panas.”

Gadis itu memalingkan wajahnya ke arah kanan.
“siapa, lo?” tanya Shilla sinis.
Seorang lelaki yang kini tengah duduk tak jauh di sebelah kanan Shilla, menolehkan kepalanya.
Lelaki itu tersenyum miring, masih dengan sebuah earphone yang ia pakai di telinganya.

“Gue Rio. Mario Stevano.” Jawab lelaki itu.

Shilla diam tak perduli.

“nama lo, siapa?” tanya pemuda yang bernama Rio tadi.
Shilla memalingkan kepalanya dengan acuh.
“Shilla.” jawab Shilla dingin.

“mau kemana?” tanya Rio.

Cerewet banget nih cowok!, batin Shilla.

“bukan urusan lo!” jawab Shilla.
Shilla menggigit bibir bawahnya.
5 menit lagi ia harus sudah sampai di tempat ia dan kekasihnya biasa bertemu. Dan Shilla tidak boleh telat! Soalnya, akibatnya akan fatal!

“lagi buru-buru, ya?” tanya lelaki itu lagi.
Shilla menolehkan kepalanya dengan kesal.
Astagfirullah.. ini cowok! Arrgg!! Nyebelin banget sih!, gerutu Shilla, dalam hati sih..

“eh, mas. Nanya mulu. Emang elo wartawan apa?” kata Shilla jengkel.
Rio terkekeh geli.

“gue Cuma mau bilang. Kalo lo lagi buru-buru, cepetan naik bus. Dari tadi udah dateng, noh.” Ucap Rio sembari melirik kea rah bus yang kini sudah di serbu oleh banyak orang yang juga ingin menaikinya.

Shilla mendongakkan kepalanya. Dan terbelalak saat melihat bus yang kini sudah penuh dengan para penumpang.

“eh bang tunggu gueee!!!” teriak Shilla berlari mendekati bus itu.

“aduh, maaf, neng. Busnya udah penuh. Tunggu bus selanjutnya aja, ya.” Ujar seorang kenek (?) bus.

Shilla mencoba menyerobot masuk ke dalam bus. “GAK MAU! GUE UDAH NUNGGU LAMA! GUE BURU-BURU! GUE MAU NAIK SEKARANG!!” ketus Shilla.

“eh, neng, jangan!” kata si kenek.
Shilla memberontak. Memaksa ingin naik.

“eh, mas! Pacarnya nih. Jangan maksa dong. Tunggu bus selanjutnya gitu!” kata si kenek bus pada Rio yang kini tengah duduk santai sambil ketawa dengan puas ngeliatin Shilla.

Shilla membulatkan mulutnya.
“Eh apaan? Dia bukan cowok gue, bang!” sahut Shilla.

“ah, terserah. Ayo bang maju.” Si kenek menyuruh supir bus untuk segera berangkat.

Shilla langsung melemas. Dan kembali ke tempat duduk untuk menunggu bus selanjutnya.

Di kursi itu, Rio masih asik menertawakan Shilla.

“Haha.. makanya, non. Jangan nunduk ngeliatin jam melulu. Pas ada bus, lo jadi gak tau ‘kan?” ejek Rio.
Shilla mendengus sebal. “Berisik!”

Shilla masih cemas menunggu bus selanjutnya.
“mana sih, ini bus? Mau duit gak, sih?” gerutu Shilla.

Rio melirik Shilla. lalu tersenyum meremehkan.

Drrtt.. Drrtt..
Handpone Shilla bergetar. Shilla segera mengambil handphonenya dari tas tangannya.

Gabriel’s calling

Shilla langsung menekan tombol hijau di handphonenya. Dan menempelkan di telinga kanannya.
Rio tampak memperhatikan Shilla yang sedang menerima telfon itu.

“Hallo...”
“...”
“iya. Aku tau.”
“...”
“iya, sayang. Udah, gak usah cerewet gitu. Sebentar lagi aku pasti sampai kok.”
“...”
“iya, Gabrielku.. tunggu, ya. Aku segera ke sana.”

Shilla segera mematikan sambungannya telfonnya dengan kekasihnya itu.
Shilla menyimpan handphonenya kembali ke dalam tas tangannya.

Tak lama kemudian, sebuah bus berhenti di depan halte.
“abaangg.. tungguuuu!!” pekik Shilla sembari berlari dan menyeledak (?) masuk ke dalam bus.

Shilla duduk di bangku bus paling depan kedua.
Dia melirik jam tangannya.
10 menit lagi, gumamnya cemas.
10 menit lagi, ia harus sudah sampai di tempat janjiannya dengan Gabriel.

“Kalau telat, kemungkinan besar Gabriel akan marah, dan bisa aja, dia putusin gueee..” gumam Shilla.
Shilla menggaruk tengkuknya kebingungan.

“oke bang, jalaan..”
Shilla langsung melirik kenek bus yang berteriak itu.
Sedetik kemudian, ia memalingkan wajahnya keluar.

“Ha? Mana cowok tadi?”
Shilla baru ingat pada lelaki tadi. Yang bertanya-tanya itu.
Kemana dia? Kenapa tidak naik bus ini?

***

“maaf aku telat..”
Shilla menarik sebuah kursi yang memang sudah di sediakan di meja yang sudah di booking (?) oleh Gabriel.

Gabriel menatap Shilla dengan wajah yang datar.
“kenapa kamu telat?” tanya Gabriel.
Shilla terdiam. Ia menelan salivanya dalam-dalam.
“maaf. Tadi, busnya penuh. Dan aku harus nunggu lama.” Jelas Shilla. shilla menundukkan kepalanya.

Gabriel tersenyum miring. “Shilla. kamu tau? Aku nunggu kamu disini selama hampir satu jam. Tapi kenapa kamu telat? Kamu kemana dulu sih, Shill?” kata Gabriel serius.
Shilla mendongakkan kepalanya. Mencoba untuk menatap wajah kekasihnya itu.
“Maaf. Aku kan sudah bilang. Tadi bus yang lewat di halte penuh terus.” Bela Shilla.

Gabriel terdiam sejenak.
“baiklah.. taka pa.” ucapnya.

Shilla menatap Gabriel penuh tanda tanya. “ada apa?” tanya Shilla akhirnya.
Gabriel mencondongkan tubuhnya mendekat pada Shilla.
Lalu menggenggam kedua tangan Shilla dengan erat.

Kening Shilla berlipat beraturan.
“Ada apa sih, Yel?” tanya Shilla heran.
“aku... aku mau ngomong sesuatu sama kamu.” Jawab Gabriel.
Shilla menaikan sebelah alisnya. “ngomong apa?” tanya Iel.
“Hnn..” Gabriel menghela nafasnya berat.
“Shilla. maafkan aku.” Ucapnya.
Shilla mengerutkan keningnya, tak mengerti.

 “Maaf, Shill. Sepertinya, hubungan kita gak mungkin bisa dilanjut. Kita.. cukup sampai disini aja.”
DEG!
Hati Shilla bagai dihantam seribu panah. Tersambar petir, dan terguncang badai yang besar. #alay#

Shilla menatap Gabriel tak percaya.
“Yel. Ma.. Maksud kamu,, apa, Yel?” tanya Shilla terbata. Mata Shilla terasa panas. Cairan hangat itu sepertinya akan segera meluncur dari kelopak mata indahnya.
“Kita harus berpisah, Shill. Aku gak bisa nerusin hubungan ini.” Jelas Gabriel. Gabriel menundukkan kepala. Ada rasa bersalah di dalam hatinya.
Kini, Shilla tak mampu lagi menahan air matanya.
“kenapa, Yel? Kenapaa??” Shilla terisak.
Gabriel menatapnya parau. “Maafkan aku. Aku juga gak mau semua ini terjadi.”
Shilla masih terisak. “Tapi kenapa, Yel? apa alasan kamu mutusin hubungan kita?” tanya Shilla. suaranya melemah.
“Maaf. Aku.. aku di jodohin sama wanita lain oleh orang tua aku, Shill.”
DEG!
Sekali lagi Shilla merasakan sakit yang begitu dalam di hatinya.
“aku gak bisa nolak itu semua. Perusahaan Papa hampir bangkrut, tapi ada perusahaan Ayahnya Ify yang membantu Papa.” Jelas Gabriel.
Shilla mendongakkan kepalanya. Menatap mata Gabriel.
“apa? Ify, Yel?” tanya Shilla.
Gabriel mengagguk.
“Jadi, kamu di jodohin sama Ify, Yel?”
Gabriel menghela nafasnya, lalu mengangguk pasrah.
“Hiks..” Shilla menggigit bibir bawahnya sampai darah segar keluar dari bibirnya.
Apa? Ify? Alyssa Saufika?
Astaga.. ini benar-benar membuatnya Gila! Ify, sahabat Shilla sejak SMA. Kini, malah di jodohkan dengan Gabriel kekasihnya sendiri?
Arrgghh! Gila! Gila! Gilaaaaaaa!!
“Shilla, Maafkan aku.” Gabriel berhambur memeluk tubuh mungil Shilla.

***

Shilla berjalan lunglai menuju halte bus di dekat café yang ia kunjungi tadi.
Ia menolak ajakan Gabriel untuk pulang bersama. Karena, Shilla merasa cukup sakit hati dengan apa yang di dapatnya. Bagaimana bisa dia harus duduk bersebelahan dengan Gabriel, dan hanya berdua di dalam mobil Gabriel. Sedangkan mereka, kini sudah tidak berstatus sebagai.. sudahlah! Shilla tak mau membicarakan itu.

“Arggh! Gabriel lo jahat! Lo juga jahat, Fy! Ahhh.. benci! Benci!” Shilla menendang apa saja yang ada di hadapannya.
“Gabriel...” Shilla terisak.
“Kalo aja gue ada di gunung atau tempat yang sepi. Gue pengen teriaakkk sekencang-kencangnya.” Gumamnya menggerutu.
Shilla berjalan dengan menundukkan kepalanya.
Tiba-tiba.. setetes air membasahi lengan Shilla.
Shilla terhenyak. Lalu Ia menatap langit.
Ternyata itu tetesan air dari langit. Ya. Air hujan.
Kini, setetes air tadi berubah menjadi beribu tetes air. Dan hujan pun turun dengan derasnya.

Shilla tersenyum menatap langit dan air hujan itu.
“terima kasih. Kamu.. udah ngertiin perasaan aku.” Ucapnya dengan menatap langit parau. Shilla tersenyum miris memandangnya.
Shilla merasa, bukan hanya dirinya yang merasakan sakit ini. Tapi, langitpun ikut merasakannya. Mungkin bukan hanya langit. Tapi bumi ini. Buktinya, ia mengeluarkan air matanya, yaitu hujan.

Shilla melanjutkan jalannya tanpa arah. Halte bus yang sebenarnya sudah dekat ada di depannya, malah ia lewati begitu saja.
Shilla hanya ingin menikmati hujan ini. Hujan yang pengertian baginya.
Saat dia ingin menangis, hujan turun. Dan hujan, pasti bisa menyembunyikan tangisannya agar tidak di ketahui oleh seorangpun.
Shilla menyukai hujan. Shilla menyukainya.
Shilla menundukkan kepalanya menatap jalanan. Ia berjalan dengan pelan. Menikmati setiap gemercik hujan yang turun.

“Cari pengganti kamu. Hh.. gampang banget kamu ngomong gitu, Yel. tapi aku? Apa bisa aku lakuin itu?” gumamnya.
Tiba-tiba Shilla menghentikan langkahnya.
Aneh, ia merasa hujan tidak mengenai tubuhnya. Padahal, hujan masih turun dengan derasnya.
Kok, gue gak kehujanan, ya?, batin Shilla.
Shilla mendongakkan kepalanya.
“Hah?” ia terkejut saat melihat sebuah payung yang memayungi (?) dirinya.
Lalu, ia menolehkan kepalanya ke sebelah kiri.
Lagi-lagi ia terkejut.

“ELO?” seru Shilla saat melihat seorang lelaki tengah berdiri di sampingnya.
Lelaki itu tersenyum pada Shilla. senyum yang sangat manis.
“masih inget gue?” tanyanya.
Shilla melongos. “RIO!” jawab Shilla.
Rio –lelaki tadi- tersenyum.
“Ngapain lo disini?” tanya Shilla. namun, nadanya terdengar ramah dan lembut. Tidak seperti sebelumnya.
“Mm.. menurut lo?” tanya balik Rio.
“apa? menurut gue? Menurut gue.. elo lagi gangguin gue!” jawab Shilla asal dan langsung melanjutkan langkahnya.
“Tunggu!” sahut Rio sembari berjalan cepat mengikuti Shilla.
Shilla menghentikan langkahnya, lalu menoleh ke belakang.
“ada apa lagi?” tanya Shilla dingin.
Rio mensejajarkan tubuhnya dengan Shilla.
“jangan hujan-hujanan. Nanti lo bisa sakit!” ujar Rio.
“bukan urusan lo.” Balas Shilla dingin.
“jelas urusan gue.”
Shilla melengos. “terserah deh.” Jawab Shilla pasrah.
“boleh ‘kan gue payungin lo?” tanya Rio.
Shilla terdiam, berfikir sejenak. Lalu akhirnya menganggukan kepalanya.
Rio tampak tersenyum bahagia.

“Elo kenapa?” tanya Rio.
Mereka berjalan dengan beriringan di bawah payung saat hujan mengguyur. Jika dilihat seperti ini, mereka seperti sepasang kekasih! Sangat romantic!
Shilla menatap lurus ke depan.
“lo pernah sakit hati karena cinta?” tanya Shilla.
Rio mengerutkan keningnya. Tangannya masih setia memegang gagang payungnya.
“mm.. pernah.” Jawabnya. Shilla hanya tersenyum masam.
“lo lagi.. sorry.. lo lagi putus cinta, ya?” tanya Rio tepat sasaran.
Shilla memalingkan wajahnya menghadap Rio. Lalu tersenyum.
“Iya.” Jawabnya singkat.
Rio membulatkan mulutnya mengerti.
“gue ngerti kok gimana rasanya.” Kata Rio.
“Oh, ya?” tanya Shilla.
Rio menyeringai. “jangan lo pikir kalau gue gak pernah pacaran!” sewot Rio.
Shilla terkekeh mendengarnya. “Haha.. gue kira sih begitu. Emang ada ya, cewek yang mau sama lo?” ledek Shilla.
Rio menatap Shilla masam. “Ngeledek apa Ngehina, nih?” tanya Rio sinis.
Shilla tertawa geli mendengarnya.
“udahlah, Shill.. lupain aja. Lo gak boleh terlalu bersedih karena cinta. Jangan sampai di butakan oleh cinta.” Kata Rio sok bijak.
Shilla hampir saja menoyor kepala Rio karena geli mendengar kata-kata Rio. Tapi, ia ingat satu hal.
Tubuh Rio terlalu Tinggi!!! Dan ukuran tinggi badan seperti Shilla, mana bisa menjangkaunya? Harus jinjit baru bisa.
“hihi.. iya sih. Tapi, elo sih gampang ngomong begitu. Lah gue yang ngejalaninnya, gimana coba?” sahut Shilla.
Rio hanya nyengir. “hehe.. iyasih. Emang agak susah kalo move on. Tapi, kalo cowok sih biasanya enggak. Soalnya, mati satu tumbuh seribu. Putus sama satu cewek, bisa jadian sama banyak cewek lagi.”
“woo.. curang!” seru Shilla.
Rio Cuma cekikikan.
“Eh, rumah lo dimana? Biar gue anter.” Tawar Rio.
“anter? Anter pake apa? pake payung?” tanya Shilla sedikit meledek.
“Enggak! Pake gayung!” balas Rio kesal.
Shilla cekikikan sendiri.
“Ya pake mobil, Neng. Atau, lo mau gue anter pake becak?” Rio menaik turunkan alisnya menatap Shilla.
Shilla tertawa geli. “kalo emang ada becaknya, boleh kok.” Jawab Shilla.
“Hihi.. tapi sayangnya becaknya lagi liburan ke Singapura.” Balas Rio.
“Wow.. becak yang kaya raya, tuh.” Sahut Shilla.
Mereka berdua langsung tertawa terbahak.

Disaat hujan, Saat sedih, maupun gembira..
Hanya hujan yang dapat mengetahuinya..
Hanya hujan yang mendengarnya..
Hanya hujan yang dapat melihatnya..
Tangis kita, tawa kita..
Hanya hujan yang tahu..
Dan hanya hujan...

***

KREKK..

Shilla membuka pintu rumahnya perlahan. Dan masuk dengan perlahan.

“Shilla...”
Shilla menghentikan langkahnya. Dan menolehkan kepalanya ke belakang.

“Mama?” sahut Shilla saat melihat Mamanya sedang berdiri sembari melipat kedua tangan di depan dada.
Mama berjalan menghampiri Shilla.
“tadi itu.. siapa? Gabriel?” tanya Mama.
Shilla tampak gelagapan. Apalagi saat mendengar nama itu.
“M.. bu.. bukan, Ma. Dia.. temen Shilla. iya. Temen baru Shilla.” jawab Shilla gelagapan.
Mama hanya mengangguk-ngangguk. “Yasudah.. cepat mandi. Nanti kamu masuk angin, lho..” Ujar mama sambil mengusap punggung anaknya itu.
“i.. iya ma.” Jawab Shilla dan langsung berlari ke kamarnya di lantai dua.

***

Shilla merebahkan tubuhnya di atas tempat tidurnya.
“Hh..” ia menghela nafasnya.

Matanya menangkap sesuatu di atas meja belajarnya.
Shilla bangkit dari tidurnya, dan berjalan menghampiri meja belajarnya.
Shilla mengambil benda yang tergeletak di atas mejanya itu.

Shilla tersenyum, memandang benda itu.
Sebuah buku diary.

Shilla mengambil bolpoin, dan kembali ke tempat tidurnya.
Shilla membuka lembaran demi lembaran di buku diarynya.
Ia menghentikan diarynya pada suatu halaman kosong.
Shilla mulai menyentuh kertas itu dengan bolpoinnya.
Tangannya mulai bergerak, bolpoinnya mulai mewarnai kertas di buku diarynya.
Ia.. sedang curhat (?) di buku diarynya.

Minggu, 28 September 2012

Dear Diary..
Hari ini, hari yang aneh..
Awalnya aku merasa sangat sakit!
Kau tahu? Aku putus dengan Gabriel!
Ah! Sakit hati, aku!
Gabriel.. Gabriel ternyata telah di jodohkan oleh orang tuanya.
Dan yang lebih parah! Wanita yang di jodohkan dengan Gabriel itu ternyata sahabatku sendiri! Ify!
Pantas saja, saat kemarin aku menelfon Ify, kedengarannya Ify begitu salah tingkah.
Ify bukan Ify yang biasanya heboh dan cerewet. Ia gelagapan. Kayak yang baru kenal gue aja!
Aku harus ikhlas’in Gabriel dengan Ify.
Aku pasti bisa!!
Awalnya, aku gak bisa terima semua ini. Aku galau abissss!!!
Tapi, tadi sore.. ada kejadian yang bikin aku juga gak ngerti.
Ada seorang cowok. Cowok yang manis dan baik hati.
Rio.
Sebenarnya aku baru mengenalnya tadi siang saat di halte. Tapi, entah kenapa, saat tadi sore, aku merasa sudah akrab dengannya sejak lama.
Dia orangnya asik, lucu, dan gokil! Aku yang sedang badmood, jadi bisa ceria lagi. Dan itu... karena Rio.
Ah! Apa ini? Kenapa aku jadi kepikiran lelaki itu?
Ah! Mario...!!

Shilla menutup diarynya cukup keras.
Ia menggulingkan (?) tubuhnya, menjadi tidur.
Ia memeluk buku diarynya itu. dan menatap langit-langit kamarnya.

“Apa sih, Shill? Kenapa jadi kepikiran Rio?” gumam Shilla. Shilla tersenyum geli mengingatnya.

**

To be continued!!

0 komentar:

Posting Komentar

 
PiscesLeo? Blogger Template by Ipietoon Blogger Template