Bagian 3
Rio berlari menghampiri Shilla. Tanpa babibu, Rio langsung
membuka sepatunya dan menyebur ke dalam danau.
“tolooong.. toloong..” teriak Shilla, masih mencoba untuk
tidak sampai dia tenggelam.
“Shilla.. ayo..” Rio langsung saja merangkul Shilla, dan
membawanya untuk ke tepi.
“tunggu, Yo!” cegah Shilla.
Rio menatap Shilla bingung.
“i..itu..” ucap Shilla susah payah, sambil menunjuk
kertasnya yang kini sudah basah.
Rio meraih kertas itu. dan buru-buru membawa Shilla berenang
ke pinggir danau.
Setelah sampai di tepi danau, tiba-tiba Shilla pingsan.
“Shilla.. Shill, bangun Shill.” Ucap Rio panic. Rio
mengguncang tubuh Shilla.
Namun Shilla belum juga terbangun.
“aduuh.. kok langsung pingsan, sih? Gimana ini?” cemas Rio.
Rio menatap Shilla.
Cantik, batin Rio.
Rio menarik nafasnya cukup panjang. “maaf ya, Shill.”
Ucapnya.
Rio mendekatkan wajahnya ke wajah Shilla.
Rio memegang bibir mungil Shilla. Wajah Rio semakin
mendekat.
Dekat..
Dekat..
Dan..
“UHUKKK!!” Shilla langsung terbangun dan batuk.
Rio sendiri masih saja dengan posisinya. Walaupun, wajahnya
ia jauhkan –sedikit-.
Shilla yang posisinya masih tertidur, kini menatap Rio aneh.
“RIO!” ucap Shilla
keras.
Rio langsung tersadar dan jadi salah tingkah sendiri.
“eh.. sorry, Shill.” Ucap Rio.
Shilla tak menjawab. Shilla terduduk dan langsung saja
memeluk pria dihadapannya ini.
“makasih ya, Yo.” Ucap Shilla tulus.
Rio melongo dibuatnya. Rio.. dipeluk Shilla?
“i.. iya, Shill.” Jawab Rio, lalu membalas pelukan Shilla.
Shilla melepas pelukannya. “kalo gak ada lo. Gue mungkin
bakalan mati, dan kertas itu gak bisa tertolong.” Ucap Shilla.
Rio terkekeh pelan. Shilla menatap Rio bingung.
“kamu ini.. masih aja mikirin kertas ini.” Kata Rio sambil
mengulurkan kertas yang kini di genggamnya.
Shilla hanya tersenyum menanggapinya. “kamu kok bisa ada
disini?” tanya Shilla. “kamu tau tempat ini sejak kapan?” lanjutnya.
Rio menggeleng. “gue juga gak tau, Shill. Tiba-tiba, gue
datang ke tempat ini. Dan ternyata, ada lo.” Jawab Rio.
Senyuman manis yang merekah langsung muncul di bibir Shilla.
“mungkin, lo itu malaikat pelindung gue, Yo.” Ucap Shilla.
“Hah? malaikat pelindung?” tanya Rio bingung.
Shilla tertawa. “Haha.. udahlah.. lupain aja.” Jawab Shilla.
Rio hanya tersenyum.
“Oh iya. Ini, kertasnya.” Ujar Rio sambil mengulurkan kertas
basah itu pada Shilla.
Shilla meraihnya, namun sayang, Rio langsung menariknya
lagi.
Shilla mengerutkan keningnya, sambil memanyunkan bibirnya.
Rio membuka perlahan kertas itu. yang kini sudah hampir
sobek karena terkena air yang banyak.
“Waw.. ini bikinan lo, Shill?” tanya Rio. Ia takjub saat
melihat gambar yang di lukis Shilla.
Shilla hanya terdiam.
“tapi kok.. kalo diliatin, lukisan ini mirip gue, ya?” tanya
Rio, masih focus pada lukisan di kertas itu.
“lo ngelukis gue, Shill?” tanya Rio sambil melirik Shilla.
Shilla meringis, dan langsung merebut kertas itu dari tangan
Rio.
Rio menatap Shilla bingung.
“ini bukan lo tau!” kata Shilla. “ini Gabriel.” Sambungnya.
“Gabriel?” tanya Rio.
Shilla mengangguk.
Rio mengingat-ngingat sebentar. Dan, Ya! Dia ingat! Gabriel
itu kan nama pacarnya Shilla. Ups. Ralat, mantannya Shilla.
Pantas saja saat Rio pertama masuk kelas, Shilla menganggap
Rio itu Gabriel. Dan ternyata benar juga kata Alvin dan Cakka. Rio itu mirip
Gabriel.
“lo masih belum bisa lupain mantan lo itu, ya, Shill? Gak
baik lho terus-terusan terpuruk sama kepergian orang yang udah gak ada.” tanya
Rio.
Shilla sontak mendongak dengan mata membulat. Dari mana Rio tau tentang Gabriel?,
pikirnya.
“Gabriel bukan mantan gue! Dia pacar gue!” ucap Shilla. Dari
nada bicaranya, terdengar suara yang emosi.
Rio sempat kaget mendengar ucapan Shilla.
“dari mana lo tau tentang Gabriel?” tanya Shilla sinis.
Rio membisu.
shilla memalingkan wajahnya.
“Shill..” panggil Rio. “apa lo masih cinta sama Gabriel?”
tanya Rio.
Shilla tak bergeming. Untuk apa Rio menanyakan itu.
jelas-jelas jawabannya pasti “IYA”.
“Shill. Kapan sih lo bisa lupain Gabriel? Dan buka hati lo
untuk laki-laki lain?” tanya Rio.
Shilla langsung beralih menatap Rio. Dan menatap Rio dengan
tajam.
“BUKAN URUSAN LO!!” jawab Shilla penuh penekanan. Shilla
langsung mengambil ranselnya, dan berjalan dengan cepat meninggalkan Rio.
Rio langsung berdiri. “Shilla…” teriaknya memanggil.
Shilla menghentikan langkahnya.
“lo harus bisa buka hati lo buat lelaki lain, yang bisa jadi
pengganti Gabriel.” Teriaknya.
Rahang Shilla terasa mengeras. Ia emosi.
Ngapain Rio ngomong
begitu? Ini bukan urusannya!, batin Shilla.
“Apa urusan lo? kenapa lo ngomong gitu?” balas Shilla
berteriak juga, tanpa membalikan tubuhnya.
“KARENA GUE SUKA dan CINTA, SAMA LO!” Jawab Rio lantang.
Shilla speechless. Dan menganga tak percaya.
Sedetik kemudian, Shilla menggelengkan kepalanya. Dan
berlari menuju mobilnya.
***
Setelah kejadian kemarin, sikap Shilla kembali dingin pada
Rio. Seperti saat ini.
Sejak bel masuk berbunyi, sampai istirahat, sikap Shilla
dingin dan cuek pada Rio.
Aneh. Kenapa dengan Shilla? Apa dia marah karena Rio
menungkapkan isi hatinya? Tapi, kenapa harus marah?
Rio menatap Shilla yang kini duduk tak jauh dari tempat Rio
duduk bersama Alvin dan Cakka, di kantin.
Shilla sedang bercanda ria bersama Sivia. Rio memang senang
melihat Shilla bisa tertawa lepas lagi.
Tapi, kenapa dia sangat dingin terhadap Rio? Rio jadi
bingung.
“Yo. Lo kok diem aja sih dari tadi? Ngeliatin apaan, sih?”
sahut Cakka yang langsung membuyarkan lamunan Rio.
Rio terlonjak kaget. “eh.. gapapa kok, Cakk.” Jawabnya
bohong.
Rio menatap gulungan kertas yang kini sedang di genggamnya.
Rio membuka gulungan itu perlahan. Tapi di kolong meja, agar
Cakka dan Alvin tidak melihatnya.
kalo yang kemarin
jatuh itu lukisan Gabriel, terus ini wajah siapa, Shill? Wajah gue?, batin
Rio sambil memandang kertas itu.
Ya. Itu adalah kertas Shilla yang kemarin. Kertas yang
terisi dengan gambaran sebuah wajah. Dan wajah itu, wajah Rio.
Kemarin, saat Shilla pergi meninggalkan danau, Shilla lupa tidak
mengambil kertas yang satunya. Dan akhirnya, Rio membawa kertas itu.
kalo lo lukis wajah
gue.. apa lo? Suka sama gue?, pikir Rio.
***
Shilla tertawa lepas saat mendengarkan cerita Sivia yang
begitu konyol dan lucu.
“aduuh.. udah ah, Vi. Perut gue sakit ketawa mulu.” Kata
Shilla.
Sivia menghentikan tawanya. “haha.. oke, sekarang giliran lo
yang cerita. Apakah kejadian yang terjadi padamu kemarin? Tadi pagi? Atau
beberapa hari yang lalu?” tanya Sivia seperti wartawan.
Shilla tertawa geli mendengarnya. “kemarin itu…” Shilla
menceritakan semua kejadiannya yang ia alami kemarin. Ya. Kejadian di danau
itu.
“APA? RIO BILANG GITU?” seru Sivia heboh.
“syuut.. syut syuuut.. jangan berisik, Via!” ujar Shilla
karena takut banyak yang mendengar ucapan Sivia tadi. Padahal sih, memang
sebagian mendengar ucapan Via itu. tapi, untung saja si empunya nama yang di
sebut Via, tidak mendengarnya.
“terus, terus, lo jawab apa?” tanya Sivia gak nyantai.
Shilla menggeleng. “gue gak jawab apa-apa. gue langsung
pergi gitu aja.”
Sivia melengo. “kenapa gak lo terima, Shill?” tanya Sivia
gemes.
Shilla menaikan sebelah alisnya. “terima? Dia kan bukan
nembak gue, Vi.” Balas Shilla.
“tapi kan, secara tidak langsung, Rio tuh nembak lo, Shill.”
Balas Sivia tak mau kalah.
“haha.. lagian, gue belum bisa terima Rio, Vi.” Jawab
Shilla.
Sivia mengerutkan keningnya. “kenapa?”
Shilla tertawa garing. “gila aja. Iel aja pergi 40 hari aja
belum. Mana bisa gue segampang itu terima cowok lain buat gantiin posisi dia.”
Jelas Shilla.
Sivia mengangguk-ngangguk. “tapi, bisa aja sih, Shill.
Lagipula, lo juga pernah bilang, kan, kalo Iel bilang ‘lo harus cari pengganti
Iel. Yang bisa jagain lo, dan menyayangi lo’.” Ucap Sivia. “gue rasa, Rio bisa
lakuin itu, kok.” Sambungnya.
Shilla hanya terdiam.
***
Malam ini, Shilla berdiam diri di teras kamarnya. Ia menekuk
lututnya, dan memeluk lututnya.
Shilla masih kepikiran kata-kata Rio kemarin.
Karena gue suka dan
cinta, sama lo!
Kata-kata Rio itu terus menerus terngiang di fikiran Shilla.
“apa bener, Rio suka sama gue?” ucap Shilla.
Shilla menatap langit yang di hiasi bulan dan di penuhi
bintang yang indah malam ini.
Shilla jadi terkekeh sendiri saat melihat bintang-bintang
itu. ia ingat kata Neneknya waktu Shilla masih kecil dulu. Kata nenek, orang
yang udah meninggal itu, suka ada diantara bintang-bintang.
Shilla sih sebenarnya gak percaya. Itu pasti hanya
akal-akalan neneknya saja.
Tapi, terkadang Shilla juga jadi penasaran.
Shilla berjalan mendekati trotoar terasnya. Dan menatap
bintang-bintang di langit itu.
“Yel. aku kangen banget sama kamu.” Ucapnya pandangannya tak
lepas dari bintang-bintang itu.
“dua minggu lagi, 40 harian kepergian kamu. Gak terasa
banget ya. Kamu udah ninggalin aku cukup lama.” Lanjutnya sambil tersenyum
pahit.
“Yel. aku gak habis fikir kalau Rio ternyata suka sama aku.
Dan secara gak langsung, Rio itu nembak aku kan? Dan, Masa dia bilang, aku
harus coba lupain kamu dan buka hati untuk lelaki lain.” Ucap Shilla. Shilla
tertawa geli.
“Gila saja! Kuburan kamu aja masih basah. 40 hari aja belum.
Masak aku harus cari pengganti kamu? Gak mungkin! Aku pasti di cap sebagai
cewek gak tau diri. Haha..” Shilla tertawa sendiri.
“tapi aku janji. Aku bakal cari pengganti kamu, seperti yang
kamu mau, Yel. tapi… bukan sekarang, Yel.”
***
07.15
Bel masuk sudah berbunyi. Tandanya, semua murid harus segera
masuk ke kelas untuk mengikuti Kegiatan
Belajar Mengajar hari ini.
“sekarang pelajaran apaan, Shill?” tanya Sivia.
Shilla berfikir sejenak. “mm.. Matematika.” Jawab Shilla.
Sivia langsung menepuk jidatnya. “mampus! Mana pelajaran bu
killer, lagi.” Ucapnya.
Shilla hanya geleng-geleng kepala melihatnya.
“selamat siang anak-anak..” suara yang tidak asing lagi bagi
mereka, kini terdengar di ambang pintu.
Wanita itu mengetuk pintu kelas, saat murid-muridnya masih
ribut.
“apakah sudah bisa di mulai pelajarannya?” tanya bu Rizka,
guru tadi.
Semua murid kelas XI-A kini sudah duduk di bangku
masing-masing. “sudah, bu..” jawab mereka.
“baiklah.. sekarang, kumpulkan PR kalian!” ujar bu Rizka.
“Ray, tolong kumpulkan buku PR
teman-teman mu, ya” suruh bu Rizka kepada Ray, ketua kelas XI-A.
Shilla membuka releting ranselnya. Dan mencari buku PRnya.
Shilla kaget saat mengetahui buku PRnya tidak ada dalam tas.
“Via! Buku gue ketinggalan.” Ucap Shilla.
Via sontak menoleh pada sahabatnya itu. “yakin, Shill?”
Shilla mengangguk. “gimana dong, Vi??” tanyanya cemas.
Rio yang mendengar itu langsung menoleh pada Shilla.
Melihat gadis itu sedang kebingungan karena takut di hukum,
Rio juga jadi ikutan cemas.
Rio menatap buku PRnya. Lalu beralih menatap Shilla.
Kalo Shilla bilang dia
gak bawa PRnya, Shilla pasti bakal di omelin sama bu guru itu. dan pasti bakal
kena hukuman., batin Rio.
Rio langsung mengambil tip-x
Alvin. “minjem ya, Vin.” Ucap Rio. Alvin hanya mengangguk dan masih sibuk
memperhatikan hasil kerjanya semalaman untuk mengerjakan PR itu.
Rio menghapus nama yang tertera di sampul depan bukunya,
menggunakan tip-x itu.
Rio menggantinya dengan nama, Ashilla Zahrantiara.
“selesai.” Gumam Rio puas.
Rio mencari Ray. Kini Ray sudah sampai di bangku Irva yang
duduk di depan Shilla.
Shilla semakin kebingungan, dan ia sudah pasrah jika harus
di hukum.
“ini..”
Shilla menatap sebuah buku yang kini ada di mejanya. Lalu
melirik orang yang duduk di sebrangnya.
“Rio? Apaan ini?” tanya Shilla bingung saat melihat nama di
sampul buku itu.
“lo gak bawa buku, kan? Yaudah, pake puny ague aja. Namanya
udah gue ganti, kok.” Kata Rio.
“tapi, lo giman..”
“udah, gue gapapa. Daripada lo dihukum. Udah kumpulin aja.”
Suruh Rio.
Shilla menggeleng. “enggak bisa gitu.” jawabnya.
“Shilla.. buku PRnya.” Sahut Ray yang kini telas mencapai
bangku Shilla dan Sivia.
Sivia menatap Shilla cemas.
“gue gak baw—“
“ini, Ray! Ini buku tugas punya Shilla.” Rio langsung
menyerahkan buku PR itu pada Ray.
“oh, oke makasih.” Ucap Ray dan kembali melanjutkan
tugasnya.
Shilla langsung menoleh pada Rio. “Rio! Apa-apaan sih?
Kenapa lo kasih bukunya. Ntar lo di hukum!” kata Shilla.
Rio tersenyum. “gapapa. Daripada lo yang di hukum, mendingan
gue aja. Lagi pula, namanya kan udah gue ganti jadi nama lo, masa harus di
ganti lagi sih.” Jawab Rio santai.
Shilla menggembungkan pipinya.
Rio tertawa geli mendengarnya. “udah gak usah begitu. Gue
gak papa kok.” Ujar Rio.
“mm.. maaf ya, Yo..” kata Shilla.
“gaperlu minta maaf!” sahut Rio.
“makasih banyak, ya!” ucap SHilla sambil memamerkan senyum
manisnya.
Rio hanya mengangguk.
Sivia menyenggol pelan lengan Shilla. “ciee… so sweet
banget, sih.” Goda Sivia.
“iih.. Via, apaan sih?!” balas Shilla.
“Rio, mana buku PR, lo?” tanya Ray yang kini sudah sampai di
bangku Rio.
“ketinggalan, Ray.” Bohong Rio.
Ray menaikan sebelah alisnya. Lalu beralih menatap Shilla.
“elo…” ucapnya gantung.
“udah, bilang aja, gue yang gak bawa.” Ujar Rio.
Alvin menatap sahabatnya itu. “lo kasiin buku lo ke Shilla,
Yo?” bisik Alvin yang hanya mendapat anggukan dari Rio.
“Rio? Kamu tidak mengerjakan PR? Kenapa, hah?” sahut bu
Rizka sesudah memeriksa jumlah buku.
“bukan gak mengerjakan, bu. Tapi lupa gak di bawa.” Jawab
Rio. Shilla langsung menatap Rio, merasa bersalah.
“terserah. Sekarang juga, kamu harus berdiri dan hormat pada
tiang bendera sampai bel pulang.” Kata bu Rizka.
Rio terlonjak. “bel pulang, bu?”
“iya. Kenapa? Mau nawar, kamu?” jawab bu Rizka.
“bu, kenapa gak nyampe istirahat aja. Kan kelamaan kalo
nyampe bel pulang.” Balas Rio.
Bu Rizka melengos. “yasudah. Untung kamu murid baru, jadi..
nyampe bel istirahat ya!” jawab bu Rizka.
“hehe.. iyadeh.” Jawab Rio dan berjalan keluar kelas.
***
Teng.. teng..
Bel istirahat sudah berbunyi. Shilla langsung saja pergi
meninggalkan kelas.
“eh, Shilla.. tunggu gue!!” teriak Sivia, namun tak di
hiraukan.
Alvin juga kebingungan saat melihat Shilla tiba-tiba keluar
begitu.
“ahh.. Shill amah jahat! Masa gue harus ke kantin sendiri.”
Umpat Sivia sebal.
“kantin bareng gue aja yuk, Vi!” ajak Alvin.
Sivia mengerutkan keningnya, lalu mengangguk. “iyadeh. Ayok,
Vin!”
Shilla berlari ke kantin, dan berjalan melewati kerumunan
anak-anak yang sedang antri.
“Bu! Minuman kaleng sama rotinya satu ya, bu.” Ujar Shilla
pada ibu kantin.
Tanpa menunggu lama, ibu kantin langsung memberikan pesanan
Shilla.
“makasih, bu.” Ucap Shilla sembari mengambil pesanannya dan
memberikan uang dua puluh ribu. Shilla langsung berlari meninggalkan kantin.
“neng, kembaliaannya..” teriak ibu kantin.
“ambil aja bu….” Jawab Shilla.
***
“nih..”
“eh?” Rio terkejut saat melihat sebuah tangan yang terulur.
Sebuah minuman kaleng, dan roti di tangan itu.
Rio beralih menatap orang yang memberikan makanan itu.
“Shilla?” ucap Rio tak percaya.
Shilla tersenyum. “kamu pasti haus, kan? Laper juga, kan?
Nih.. makan dulu.” Ujar Shilla.
Rio masih tak percaya.
“udah dong, hormatnya. Kan udah bel istirahat.” Kata Shilla.
Rio langsung tersadar. Dan nyegir. “ehehe.. iya, ya.”
Ucapnya.
Shilla menarik lengan Rio ke tempat duduk di pinggir
lapangan. Dan duduk disana bersama Rio.
“nih.. abisin ya.” Ujar Shilla sambil memberikan makanan itu
pada Rio.
Rio menerimanya dengan senang hati. “makasih.” Ucap Rio.
Shilla tersenyum melihatnya. “makasih juga, karena kamu udah
jadi malaikat ku lagi.” Jawab Shilla.
Rio yang sedang melahap rotinya langsung menatap Shilla.
Shilla hanya tersenyum.
***
Dua minggu kemudian…
Shilla memandang wajahnya di depan cermin. Dan memaikan sebuah
selendang yang ia kerudungkan.
Setelah semuanya beres, Shilla langsung keluar dari kamar
dan turun ke bawah, untuk menemui mamanya yang sudah menunggunya di mobil.
“udah siap?” tanya mama saat Shilla memasuki mobil.
Shilla mengangguk. “sangat siap, Ma.” Jawab Shilla semangat.
Mama melajukan mobilnya membelah jalanan ibu kota.
“gak nyangka ya, Ma. Iel udah ninggalin aku lama banget.”
Ucap Shilla sambil menatap lurus ke depan.
Mama melirik anak semata wayangnya itu. ada gurat kesedihan
di wajah Mama saat melihat anaknya itu.
Shilla menjatuhkan airmatanya.
“udah dong sayang.. jangan nangis terus. Ini kan hari
peringatan kepergiannya Iel. Jangan cengeng gitu dong, kasian kan Iel’nya.”
Ujar Mama.
Shilla tak bergeming dan masih menangis pelan.
Ya. Kini, Shilla dan mamanya sedang menuju ke rumah Gabriel.
Tidak terasa, Gabriel sudah meninggalkan dunia (?) ini selama 40 hari. Dan hari
ini, adalah peringatan ke-40 hari itu.
“lalu, gimana sama Rio?” tanya mama yang membuat Shilla
sontak menoleh.
“Ri.. Rio?” tanya Shilla bingung dengan pipi yang basah
karena air mata.
Mama melirik Shilla, lalu terkekeh pelan. “kata Sivia, Rio
suka sama kamu. Iya kan?” tanya Mama.
Shilla membulatkan matanya. Siviaaaaa…. Awas lo kalo ketemu, gue bejek-bejek jadi prekedel tau
rasa, lo!, batin Shilla.
***
Setelah acara selesai, Shilla langsung pamit pulang pada
tante Sheila karena Mama Shilla ada urusan hari ini.
“tante. Shilla pamit pulang sekarang gak papa kan, tan?”
tanya Shilla.
“iya. Gak papa kok, sayang. Makasih ya, kamu udah dateng
hari ini.” Kata Mama Iel.
Shilla mengangguk. “itu emang wajib buat aku tante.” Jawab
Shilla diiringi senyumannya.
“yaudah tante, oom, Shilla pamit, ya.” Pamit Shilla pada
Mama dan Papa Iel.
“iya. Hati-hati, ya.” Ujar Papa dan Mama Gabriel.
Shilla mengangguk dan langsung menyusul Mamanya yang kini
sudah berada di luar.
“yuk, Ma.” Ujar Shilla setelah masuk ke dalam mobilnya.
“ayok.” Mama mulai menstater mobilnya.
“e.. tunggu-tunggu!” seru Shilla.
“ada apa sih, Shill?” tanya Mama.
“ada yang ketinggalan, Ma.” Jawab Shilla.
Mama geleng-geleng kepala. Untung saja belum berangkat.
“yaudah, ambil sana.” Ujar Mama.
Shilla hanya nyengir dan keluar lagi untuk mengambil
barangnya yang tertinggal.
“untung aja gak ada yang ngambil. Hiihi.” Ucap Shilla sambil
memperhatikan dompetnya yang tadi tertinggal. Tiba-tiba..
BRUkk..
“aww…” ringis Shilla. Shilla langsung terjatuh saat menabrak
seseorang di dekat gerbang.
“aduh. Sorry.” Ucap orang itu sambil mengulurkan tangannya.
Shilla terdiam sejenak. Ia mengenali suara itu. lalu Shilla
mendongakkan kepalanya.
DEG!
Benar kan! Itu RIO!
“Shilla..” kata Rio saat melihat wajah Shilla.
Shilla merasa jantungnya sangat degdegan. Apalagi saat
melihat tatapan Rio yang begitu menyejukkan. Shilla langsung membalas uluran tangan
Rio, dan berdiri di bantu Rio.
“lo kok ada disini?” tanya Shilla.
Rio menggaruk tengkuknya.
“kita ngajak Rio kesini, Shill.” Sahut Alvin yang berada di
belakang Rio. Cakka mengangguk membenarkan.
Shilla menatap Alvin dan Cakka sebentar, lalu kembali menatap
Rio.
“makasih ya, lo udah dateng.” Ucap Shilla. “kalian berdua
juga.” Kata Shilla pada Alvin dan Cakka.
Alvin dan Cakka mengangkat jempolnya. “ini kan emang
kewajiban kita.” Jawab mereka kompak.
Shilla hanya terkekeh. “oh iya. Alvin, jagain Sivia ya. Awas
kalo lo sakitin dia! Gue bejek lo!” kata Shilla sambil menunjukan kepalan
tangannya.
Alvin menelan ludahnya dalam-dalam.
Cakka langsung menatap Alvin aneh. “ada apa lo sama Sivia?”
tanya Cakka menyelidik.
Alvin menggaruk tengkuknya lalu beralih menatap Shilla.
Shilla tertawa. “langgeng ya, Vin. Jangan nyampe putus.”
Kata Shilla. “gue duluan, yaa..” pamitnya dan langsung pergi meninggalkan Rio,
Alvin, dan Cakka.
Cakka menatap Alvin geram. “lo jadian sama Sivia, Vin?
kurang ajar lo, gak ngasih tau gue! Kenapa gue malah tau dari Shilla duluan?
Wah asem, lo!” omel Cakka.
“yee.. penting gitu gue lapor ke elo?!” balas Alvin dan
langsung nyelonong (?) ke mobilnya.
“eeh.. tungguin guee!!” teriak Cakka.
Rio hanya geleng-geleng kepala melihatnya. “gue iri juga
sama Alvin.” Ucap Rio. “kapan ya gue bilang sama Shilla? Shilla.. Would you be my Girlfriend?” gumam Rio.
***
Teng nong..
Shilla terhenyak saat mendengar suara bel rumahnya yang
terdengar nyaring itu.
“biar Shilla aja bi.” Cegah Shilla saat melihat bi Lela akan
membukakan pintu.
“malem-malem begini, siapa sih yang dateng?” ucap
Shilla. Shilla membuka pintunya. Tapi
tak ada siapa-siapa di luar.
Shilla berjalan ke gerbang rumahnya. Namun tak ada siapapun
juga.
“kak..” panggil seseorang. Shilla terlonjak kaget, lalu ia
mencari sumber suara tadi.
“kak..” Shilla membalikan tubuhnya saat bajunya di tarik di
belakang oleh seseorang.
“eh? Ada apa, de?” tanya Shilla ramah.
Anak lelaki yang kira-kira berumur 7 tahun itu tersenyum.
“ini kak. Buat kakak.” Ucap anak itu sembari memberikan setangkai bunga mawar
merah.
Shilla meraih bunga mawar itu. “dari siapa, de?” tanya
Shilla.
Anak itu hanya tersenyum. Lalu membalikan badannya dan
berjalan menuju teman-temannya, meninggalkan Shilla yang berdiri kebingungan.
Shilla menatap kepergian anak itu dengan heran. Lalu menatap
bunga mawar yang kini di tangannya.
“dari siapa, ini?” gumam Shilla. Shilla melihat ada sebuah
kertas kecil yang tergantung (?) pada tangkai bunga mawar itu. lalu, Shilla
membaca tulisan di kertas itu.
“hai cantik. 20 langkah lagi.” Shilla membaca tulisan dalam
kertas itu. shilla mengerutkan keningnya.
“20 langkah lagi?” gumam Shilla bingung. “mungkin, gue harus
jalan 20 langkah nih. Ngapain sih? Ini kan udah malem.” Sambungnya sembari
melihat jam tangannya yang melingkar di pergelangan tangannya.
Shilla melangkahkan kakinya keluar rumah, sembari menghitung
setiap langkahnya.
“19, 20.” Shilla menghentikan langkahnya saat hitungannya
sudah 20 langkah. “ini kan taman. Ngapain gue disuruh kesini?” ucap Shilla saat
ternyata langkahnya menuju ke taman. Shilla menundukkan kepalanya saat kakinya
tidak sengaja menginjak sesuatu.
“eh, apa ini?” gumamnya.
“remote?” tanya Shilla yang semakin kebingungan. Di remote
itu ada tulisan, tekan tombol merah.
Shilla menekan tombol merah di remote itu. dan…
CRIINNGG..
“WAW..” ucap Shilla takjub saat melihat apa yang ada di
hadapannya saat ini.
Lampu tiba-tiba menyala, dan ada lampion yang berterbangan.
Tak lupa pula, kembang api yang langsung melucut (?) ke langit. Shilla memandang
itu dengan takjub.
“kamu suka?” Shilla menolehkan kepalanya saat mendengar
sebuah suara.
“Rio?” kata Shilla kaget. “ini.. ada.. apaan?” tanya Shilla
gagap. Ia semakin terkejut saat melihat apa yang ada di depannya. Rio sudah
duduk di sebuah kursi yang memang –sepertinya- sudah di rancang untuk dinner
itu. Shilla menundukkan kepalanya, dan ternyata, kini ia sedang berdiri di
karpet merah. Waw! Dan banyak lilin-lilin di sekitarnya.
Rio berjalan mendekati Shilla yang berdiri cengo itu.
Rio mengulurkan tangannya pada Shilla. “ayo, cantik.” Ujar
Rio memberikan senyum manisnya.
Shilla membalas uluran tangan Rio. Mereka berdua berjalan
menuju kursi yang telah disiapkan. Jika dilihat, sebenarnya aneh juga melihat
penampilan mereka. Rio dengan dandanan rapid an jas putihnya, sedangkan Shilla
menggunakan baju tidurnya. Tapi, penampilan itu sama sekali tidak mengurangi
kecantikan dan keanggunan Shilla.
“Rio.. sumpah deh, indah banget ini..” ucap Shilla takjub.
Rio hanya tersenyum. Tangannya mengambil sesuatu di balik
punggungnya.
“ini, Shill. Buat lo.” Ucap Rio sembari memberikan bunga
mawar yang indah.
“waa.. makasih, Rio.” Ucap Shilla riang.
“emm.. Shill.” Panggil Rio. Shilla menoleh. “Ya?” tanyanya.
“gue.. mau ngomong sesuatu sama lo.” Kata Rio sedikit gugup.
DEG!
Hati Shilla tiba-tiba berdebar dengan kencang.
Shilla sudah menebak apa yang akan di bicarakan Rio
selanjutnya. Pasti itu! ya! Pasti itu!
“Shill. Sebenernya.. gue suka sama lo. Sejak gue ketemu sama
lo.” Ucap Rio lantang.
“Ashilla.. would you
be my Girlfriend?”
DEG! Benar kan?! Rio mengatakan itu! Shilla langsung
speechless.
“Shill..” tegur Rio.
Shilla tersadar dan kembali menatap Rio. Shilla tersenyum
malu. “Yes. I would, Rio.” Jawab Shilla.
“serius?” tanya Rio.
Shilla mengangguk pelan dan tersenyum malu.
Rio langsung mencium lengan Shilla, dan berdiri memeluk
Shilla.
“makasih, Shill.” Ucap Rio.
DUARRR!!
Tiba-tiba kembang api kembali melucut (?) ke atas dengan
indah.
“I love you, Ashilla.” Bisik Rio.
Shilla tersenyum. “I love you too, Mario.”
**
Hari ini, Shilla berniat mengajak Rio ke makam Gabriel.
Entahlah apa yang akan dilakukan Shilla.
“sini, Yo.” Ujar Shilla.
Rio berjongkok di dekat Shilla.
Seperti biasa, Shilla mengganti bunga mawar yang ada di
kuburan Iel, dan menggantinya dengan yang baru.
Shilla menoleh pada Rio dan tersenyum. Rio membalas senyuman
manis Shilla. Lalu mereka berdua menaburkan bunga di atas makam Gabriel.
Setelah itu, Shilla mengusap nisan Iel dan menatapnya dengan
senyuman.
“Yel. sekarang, aku udah tau siapa yang kamu maksud. Yang
kamu bilang, bisa menggantikan kamu jadi malaikat di hatiku.” Ucap Shilla.
Rio mengusap pelan punggung Shilla.
“Rio, Yel.” lanjut Shilla lalu menatap Rio dan tersenyum.
“Yel. makasih karena kamu juga udah menjadi malaikat buat
aku. Yang terbaik buat aku. Aku sayang kamu, Yel.” ucap Shilla sambil tersenyum
pahit. Dan air matanya pun tak bisa di bending lagi.
“Yel. semoga kamu bahagia disana. Semoga kamu tenang
disisinya. Aku gak akan pernah lupain kamu, Yel. walaupun sekarang udah ada
Rio.” Ucap Shilla.
Rio merangkul Shilla ke dalam pelukannya. Rio mengusap nisan
Iel.
“gue janji bakal jagain Shilla dan bahagiakan Shilla, Yel.
gue janji!” ucap Rio.
Shilla tersenyum dan masih mengusap nisan Iel dengan lembut.
“makasih, Yo. Makasih lo udah bikin gadis gue tersenyum
lagi.” Ucap Gabriel yang berdiri tak jauh dari mereka. Ralat.roh Gabriel
maksudnya.
Gabriel tersenyum. “semoga kalian berdua bahagia, Shill,
Yo.” Lanjut Iel.
“I Love you, Ashilla..”
THE END
0 komentar:
Posting Komentar