Blogger Widgets

Rabu, 25 September 2013

Aku, Kamu, dan Hujan.. #Chapter 8

#Chapter 8

Rio menengok ke belakang. Merasa ada yang aneh.
“Kayaknya, ada yang lagi liatin gue deh..” ucapnya sambil lirik kanan kiri.
Rio menggelengkan kepalanya, dan berjalan kembali untuk masuk ke dalam mobilnya.

BRAKK!!
Rio berhasil menghempaskan tubuhnya ke kursi dibelakang kemudi.
“Tidur siang enak, nih..” ujarnya diiringi senyuman yang lebar.

Tiba-tiba, Rio melirik kaca spion mobilnya, saat merasa melihat sekelebat (?) bayangan yang tiba-tiba melewati mobilnya.
“Siapa tuh?” ucapnya. Sejurus kemudian, Rio mengangkat bahunya. Tak perduli dengan hal ini. Lalu ia menenggelamkan diri dengan bersandar di sandaran kursi mobilnya, dan terlelap.

Oh tidak!
Rio! Cepat bangun, Yo! Bangun!
Rio banguuuuun!!!

“Rasain lo!”
Oh, Rio! Se-nyenyak itukah tidurmu? Sampai kamu tidak menyadari, bayangan tadi ternyata seseorang, yang kali ini telah berhasil membuat ban mobilmu bocor!
Ah, Rio...

*

Ada yang aneh... Shilla merasa ada sesuatu hal yang buruk.
Entah itu apa. Shilla tidak tahu.
Shilla melirik Ify  di sebelahnya.
Tumben sekali, gadis itu kelihatannya sedang tidak focus memperhatikan pelajaran di depan, (walaupun Shilla tau, dia juga sedang tidak focus).

Shilla memperhatikan Ify yang terlihat.. agaknya murung, sambil menunduk ke bawah. Lebih tepatnya, Ify memperhatikan layar handphonenya.

“Kenapa, Fy?” Sahut Shilla bertanya. Rasanya, bibirnya sudah gatal sekali untuk bertanya pada sahabatnya itu.

“Eh..” Ify menyadari Shilla memperhatikannya. Buru-buru ia menggeleng, “Gak kenapa-napa, Shill.” Jawab Ify dengan senyumnya yang terlihat... canggung?
Shilla menaikan sebelah alisnya saat melihat Ify yang terlihat buru-buru menyembunyikan handphonenya dari Shilla.
Shilla menggeleng pelan, “Gak mungkin, Fy. Pasti ada apa-apa. Iya, kan?” Shilla menyipitkan matanya menyelidik.
Ify menghembuskan nafasnya.
Memang susah ya, jika berbohong pada sahabat sendiri.
Mau, bagaimanapun, tetap saja sahabatmu itu ingin tau yang sebenarnya.

Masa iya, aku harus kasih tau hal ini ke Shilla?, batin Ify.

“Fy...” Panggil Shilla. Masih memasang muka ingin tahunya.
“Eh.. itu, anu..”

“Shilla, Ify! Sedang apa kalian?!”
Shilla dan Ify langsung mendongak dan mebenarkan posisi duduk saat mendengar Dosennya yang memanggil.

“Bukan apa-apa kok.” Jawab Shilla mewakili.
Gadis itu lalu kembali berkutik dengan buku dan memperhatikan penjelasan dari dosennya.

Ify sendiri, malah kembali menunduk. Ia memperhatikan kembali layar handphonenya itu.
Lalu menghembuskan nafasnya dengan berat.

From : Daddy

Fy, Daddy dan Ayahnya Gabriel sudah memutuskan, kamu dan Gabriel akan segera melangsungkan pertunangan sekitar 2 minggu lagi.
Kamu pasti senang bukan?
I love you, my little daughter..

*

“Baik, cukup untuk pelajaran hari ini. Jangan lupa kerjakan tugas kalian! Selamat siang.”

Shilla memijit pelipisnya yang terasa berdenyut.
“Kenapa, lo?”
Shilla menoleh pada Ify yang berseru tadi, “Gue pusing.” Jawab Shilla.
“Ha? Kalo gitu, ayo kita ke UKS.” Ujar Ify.
Ify beranjak dari duduknya, dan mencoba untuk membantu Shilla berdiri.

“EH, Fy!” Seru Shilla yang menghentikan niat Ify tadi.
“Gue bukan pusing gara-gara sakit. Gue pusing gara-gara kebanyakan tugas, non!”
Ify langsung nyengir lebar, “Sori, gue kira lu sakit.” Ucapnya.
“No what what.” Jawab Shilla. Ify hanya mengangguk-ngangguk saja karena jawaban aneh Shilla itu.
“Yuk ah, balik! Udah sepi nih kelas.” Ucap Shilla.
“Jangankan kelas, kampus aja udah mulai sepi.” Sahut Ify.
“Kok aneh?” sahut Shilla.
“Aneh apanya?” tanya Ify tak mengerti.
“Eh, gak jad—UPPP!!”
“Shill—UPPP!!!”

“Apa-apaan ini!!!” Shilla memberontak dari seseorang.
Saat di tikungan (?) tadi, tiba-tiba ada yang membekap mulut Shilla dan juga Ify! Dan menahan tubuh mereka.
Kira-kira, sekitar empat orang.
“Siapa kalian?” Ify juga memberontak!
“Gak usah banyak omong! Cepet bawa mereka!” titah salah seorang dari mereka, yang Shilla yakini adalah boss mereka.
Tapi, siapa itu? Shilla tidak bisa melihat siapa orang itu! Ify juga begitu.
Dan tiba-tiba, semuanya gelap…

*

Gabriel melirik jam tangannya. Ia berjalan dengan tergesa-gesa.
“Sial!” Gabriel menggenggam handphonenya dengan kuat.
Tadi, Gabriel menerima sms entah dari siapa, yang jelas, sms itu berisi pesan yang sangat meng- eu.. menjijikan menurut Gabriel.
Orang itu, menyuruh Gabriel untuk ke taman belakang, jika ia mau dua orang gadis yang di sandera oleh ‘si sms misterius’ itu di bebaskan.
Dan Gabriel yakin, dua orang gadis itu adalah Shilla, dan Ify.

“HEY!!” Gabriel berteriak pada sebuah gerombolan di pojok taman. Ia yakin, mereka adalah orang-orang yang menyandera (?) Shilla dan Ify.
Beberapa diantara mereka menoleh.
Mata Gabriel melebar saat melihat siapa yang ada diantara mereka.
Sedangkan Shilla dan Ify merasa lega saat mengetahui Gabriel datang.

“Selamat datang, Gabriel..” ucap orang itu dengan nada meremehkan!
Rahang Gabriel mengeras. Tangannya mengepal dengan kuat.

“Lepasin mereka, Cakka!!” teriak Gabriel.
Ha? Oh.. ternyata Cakka pelakunya!
“Oh.. santai dong, boss.” Ucap Cakka.

Gabriel menghampiri mereka.
Tiba-tiba saja, ia di hadang oleh dua orang!
Oh, Sion dan Riko. Gabriel terseyum remeh.
“Mau apa kalian?” ucapnya sok tidak tahu.
“Kalo lo mau nyelametin mereka, lawan kita dulu!” jawab Sion dengan mantap.
Lagi-lagi Gabriel tersenyum remeh.
Dan..
BUG!
Satu jurus saja, Sion berhasil dibuat tersungkur olehnya.
Riko memandangnya tajam, dan..
BUG!!
Riko yang tadinya mau melawan, malah terkena pukulan dari Gabriel duluan.

Gabriel menepuk-nepuk telapak tangannya (?) untuk membersihkannya dari.. darah Riko dan Sion.
Riko dan Sion sendiri meringis kesakitan karena bogem mentah dari Gabriel yang membuat sudut bibir mereka mengeluarkan darah.

“Gak sia-sia Taekwondo gue udah sabuk merah.” Ucap Gabriel bangga.
“Sabuk merah aja bangga!” sahut Septian yang kini masih setia memegangi Shilla dan Ify.
Gabriel mengangkat sebelah alisnya. Cakka mau nyulik kok niat gak niat gini sih? Kenapa Shilla dan Ify gak di taliin di sebuah kursi, kayak di film-film? Eh, ini malah di pegangin sama Septian begitu. Haha, dasar aneh!, batin Gabriel. Ia jadi tertawa kecil.
“Heh ngapain lo senyum-senyum begitu?” sahut Cakka yang melihat tingkah aneh Gabriel.
“Mau lo apa sih, Cak?” sahut Gabriel yang tak memperdulikan pertanyaan Cakka.
“Yang gue mau?” Cakka berjalan mendekati Gabriel. Lalu cowok itu beralih ke telinga kanan Gabriel.
Gabriel sendiri sudah panas dingin gara-gara tingkah Cakka itu. Ih.. mau ngapain sih, ni anak?

“GUE MAU SHILLA!!!” Tegas Cakka tepat di sebelah telinga kanan Gabriel.
Gabriel menyeringai. “Gak akan pernah bisa!!” tegasnya dengan penuh tekanan.
BUG!!!
Satu bogem berhasil mendarat di pipi kiri Gabriel.
Tak mau ketinggalan, Riko dan Sion bangkit kembali. Dan membantu Cakka untuk menghabisi Gabriel.

“Gabrieeeel!!!” teriak Shilla dan Ify khawatir. Namun sayang, cengkraman Septian di tangan mereka sangat kuat! Sulit untuk di lawan.

Duh, Rio mana sih? Yo.. cepet sini, bantu Gabriel…, batin Shilla.

BUG!!!
Gabriel tak mau kalah, ia membalas pukulan Cakka dan teman-temannya itu.
Dan terjadilah baku hantam diantara mereka.

“Shilla, Ify, cepat larikan diriii!!!” teriak Gabriel memerintah pada Shilla dan Ify.
“Tapi elo gimana, Yel?” sahut Ify.
“Tinggalin gue! Cepet pergi!!!” sahut Gabriel.
“Ayo, Fy..” ujar Shilla.
Ify mengangguk lalu…
“AAAAAA….” Septian berteriak hebat saat merasa tangannya kesakitan karena di gigit oleh dua gadis cantik itu, yang kini Septian anggap adalah Drakula karena gigitan mereka yang mantap.
“Sial! Jangan kabur kalian!!!” teriak Septian yang mencoba mengejar Shilla dan Ify yang kini mulai menjauh.
Gabriel sendiri masih bersikeras melawan Cakka, Riko, dan Sion.

*

Tok.. Tok.. Tok..
TOK.. TOK.. TOK.. TOK…

Rio terbangun dari tidurnya saat menyadari suara ketukan yang keras di kaca mobilnya.

“Hoaaammm…” Rio merenggangkan tubuhnya. lalu mengucek matanya perlahan.
Ah, berapa lama anak ini tertidur? Sampai ia sepertinya tidak menyadari hal apapun  yang terjadi selama ia tidur.

Rio melirik kaca di sebelahnya.
Disana, ada seorang gadis cantik yang sedang mengetuk kaca mobil Rio –sedari tadi-.
Rio tersenyum lebar melihat gadis itu malah memanyunkan bibirnya.
“Hallo, Shill..” Ucap Rio.
Shilla tidak menghiraukan ucapan Rio.
Rio sendiri bingung melihat mulut Shilla cuap-cuap tidak jelas di luar sana.
Sedetik kemudian, Rio menepuk jidatnya.
Bodoh!

Rio langsung membuka pintu mobilnya. Shilla pun agak mundur dari pintu mobil Rio.

“Duh, sori, Shill. Gue kelupaan hehe...” ucap Rio merasa bersalah.
“Iyadeh, sebodo. Yang jelas, sekarang lo harus bantu Gabriel! Sekarang!” ujar Shilla penuh penekanan.
“Gabriel? Kenapa dia?” tanya Rio.
Shilla menepuk jidatnya. “Udah, buruaaaan..” titahnya.
Alis Rio bertautan melihat Shilla yang berkata seperti itu. Dari nada bicaranya, Shilla terdengar seperti minta tolong secepatnya.
Ada apa sih?
Rio berkutik dengan perasaan bingungnya sendiri.

“Yo, kenapa bengong? Udah cepet anter Shilla pulang, sana.”
Ah, Rio baru menyadari ternyata ada Ify yang berdiri di samping Shilla.

Shilla menoleh cepat pada Ify,  “Kok lo nyuruh gue pulang sih, Fy? Gabriel gimana?” tanya Shilla tak terima.
“Gue yakin Gabriel baik-baik aja. Mendingan lo pulang sana, Shill. Biar aman.” Ujar Ify.
“Lha, elo gimana, Fy?”
“Gue mau tunggu Gabriel aja, Shill.” Jawabnya.

“Ada apa sih, Fy? Kok kayaknya kalian ketakutan banget gitu?” Tanya Rio pada Ify.
Shilla dan Ify sama-sama menggelengkan kepala.

“Udah, ayo cepet cabut!” Titah Shilla yang langsung memutari mobil Rio, dan membuka pintu penumpang, dan duduk dengan manis.
Rio mengangkat bahunya. “Lo mau bareng, Fy.” Tawar Rio, yang sebenarnya.. bertanya sih.

“Enggak! Udah buruan sana!” Ify mendorong tubuh Rio, sehingga pemuda itu berhasil masuk ke dalam mobil.

Ify sendiri langsung berlari ke arah Gabriel yang ternyata, baru saja berjalan memasuki area parkir.
Rio memperhatikan mereka berdua.
Lebih tepatnya, memperhatikan Gabriel. Cowok itu jalannya terlihat tergopoh-gopoh. Dan wajahnya juga... bonyok?  Ada apa sih?
Hello… siapapun, please kasih tau gue, apa yang sebenarnya terjadi!!, Rio membatin sendiri.

“Yo! Cepetan napa!” Shilla jadi keki sendiri melihat Rio.
“Eh, iya, Shill.” Rio memasukkan kunci mobilnya ke dalam lubang kunci, dan memu--- tunggu! Ada yang aneh!
Rio merasa ada yang aneh di bagian belakang mobilnya.

“Tunggu bentar, Shill.” Rio pamit keluar dulu dari mobilnya, untuk mengecek keadaan mobilnya itu.
Shilla sendiri harap-harap cemas menunggu Rio.

Rio memperhatikan keadaan mobilnya dengan detail. Lalu ia beralih ke ban belakangnya yang terlihat aneh.
Rio berjongkok untuk memeriksa ban mobilnya itu.

“Sial! Bannya bocor!” Rio berdecak kesal menyadari hal itu.
Dan sialnya, bukan hanya satu yang bocor. Tapi dua-duanya! Dua ban bagian belakang bocor!
Dan, yang lebih sialnya lagi, Rio lupa tidak membawa ban cadangan.

“Shill, bannya bocor.”  Ucap Rio. Lagi-lagi merasa bersalah pada gadis itu.
Shilla geleng-geleng kepala. Merasa apes sekali ia, hari ini.

Gadis itu segera keluar dari mobil Rio. “Terus gimana dong?” tanya Shilla.
Rio menggeleng, “Gue juga gak tau. Mana gue gak bawa ban serep (?).  Jadi gue harus nunggu orang bengkel ke sini.” Jawabnya.

“Ada apa?”
Rio dan Shilla sama-sama menoleh mendengar suara itu.
Ternyata, Gabriel sudah berdiri di balik punggung Shilla. Bersama Ify juga tentunya.

“Ban mobil Rio bocor, Yel. Dan Rio lupa bawa ban cadangan.” Jawab Shilla.

Rio dapat melihat Gabriel tersenyum lebar mendengar jawaban dari Shilla.
“Yaudah, kalo gitu, pulang bareng gue aja. Sama Ify juga.” Ujar Gabriel.
Shilla melirik Rio sebentar.

“Udah, sana. Bareng dia aja. Emang lo mau nunggu lama?” kata Rio.
Oh, tentu saja Shilla mau!
Shilla mau kok menunggu lama dengan Rio. Tapi, kenapa waktunya tidak tepat seperti ini? Di saat dia justru harus pulang secepatnya!
“Sori ya, Yo.” Ucap Shilla. Rio hanya mengangguk.
“Tapi, nanti sore jadi kan?” tanya Rio.
Shilla mengangguk, “Gue duluan..” pamit Shilla, seraya berjalan beriringan dengan Ify.
Rio hanya mengangguk dan tersenyum.

Rio menatap Gabriel yang masih berdiri di hadapannya.
Gabriel menggeleng-gelengkan kepala, “Gue harap, lo jauhin Shilla!” tegas Gabriel.
Mata Rio membulat mendengarnya.
“Maksud lo?”
“LO GAK BISA JAGA DIA DENGAN BAIK! Mending lo pergi dari hidup dia!” tegas Gabriel lagi.
Rio semakin tidak mengerti.
“MAKSUD LO APA?!” tuhkaaan.. Rio jadi emosi.

“Yel.. Ayo cepet!”
Gabriel dan Rio sama-sama menoleh saat mendengar suara cempreng Shilla.
Gabriel berbalik, dan berjalan menuju mobilnya. meninggalkan Rio yang masih berdiri mematung dengan kebingungannya.

“HEY! Ada apa ini?”

*

“Gue gak habis pikir sama Cakka..”
Gabriel yang duduk di depan, menoleh pada Shilla yang duduk di belakang bersama Ify.
“Kenapa anak itu masih aja ngejar gue, ya?” lanjut Shilla.
Gabriel mengangkat bahunya. Kali ini pandangannya mengarah ke jalan raya di depannya. “Entahlah. Mungkin dia gila.” Jawab Gabriel sekenanya.
“Hush! Jangan ngomong gitu!” sahut Ify.
“Oya, memangnya, Cakka itu siapa sih?” tanya Ify.
Shilla menatap Gabriel. Gabriel menggeleng-gelengkan kepalanya. Mengisyaratkan Shilla untuk tidak berkata apa-apa.
“Bukan siapa-siapa kok, Fy.” Jawab Shilla.
“Hey, kalian ini sahabat gue kan?” sahut Ify merasa tidak puas dengan jawaban Shilla. “Kenapa kalian gak mau ngasih tau? Kalian gak percaya sama gue, Ha?” lanjut Ify dengan nada yang meninggi.
“Nanti kita pasti cerita kok, Fy. Tapi bukan sekarang.” Sahut Gabriel.
Shilla mengangguk menyetujui.
“Hhh.. okelah..” Ucap Ify.

*

To be continued!!

Aku, Kamu, dan Hujan.. #Chapter 7

#Chapter 7

“Ngomong apa sih, lo!” Shilla tertawa kecil sembari menonjok pelan lengan Gabriel.
Gabriel meringis, “Yakali aja, begitu.” Ucapnya seraya memaerkan senyumannya.
Shilla ikut tersenyum. lalu kembali menekuni aktivitasnya; makan bubur.
Gabriel sendiri hanya tersenyum melihat Shilla yang asik dengan buburnya.

BRAKKK!!

“HEY! AWAS LO!!!”

Shilla dan Gabriel sama-sama menoleh kea rah suara yang terdengar bising itu.

“GUE MAU DUDUK DISITU!”

Astaga! Shilla menganga saat melihat siapa orang yang tiba-tiba datang dan menggebrak meja dengan seenaknya itu.

“Shill..” Gabriel menatap Shilla khawatir.
“Cakka, Yel..” ucap Shilla masih tak berhenti menatap laki-laki yang kini tengah duduk di kursi yang mejanya ia gebrak tadi.

Cakka. Anak Fakultas Ekonomi.
Tampan. Tapi... Sifat dan Sikapnya gak banget!

Shilla buru-buru meminum the botolnya. Lalu beranjak dari duduknya.
“Gue duluan, Yel..” ucapnya, seraya berjalan cepat meninggalkan kantin.

Gabriel masih tercengang di tempatnya.
Sedetik kemudian, dia mengangkat bahu. Lalu ikut beranjak pula dari tempat duduknya.
Gabriel membalikan tubuhnya, tapi..

“Hello, GABRIEL STEVENT DAMANIK!” oh! Tidak! Cakka tiba-tiba ada di hadapannya!
“Masih inget gue, tuan?” Cakka menarik ujung bibir kanannya. Tersenyum remeh pada Gabriel.

Gabriel ikut tersenyum remeh. “Tentu saja, CAKKA KAWEKAS NURAGA!”

*

Shilla berjalan cepat menuju kelasnya. Sampai-sampai, beberapa kali ia menabrak beberapa mahasiswa.

“Sial! Ngapain si Cakka kesini? Gedung Ekonomi kan cukup jauh dari Gedung Kedokteran!” Shilla menggerutu sendiri.
“Awas aja, kalo sampe dia…”

BRAKKK!!

“Aw!”
“Waduh..” Shilla menatap buku-buku yang berserakan di hadapannya. Lalu beralih menatap seseorang yang di-tabraknya-itu.
“Eh.. Miss. Della.” Shilla nyengir-nyengir aneh di hadapan dosennya, yang kini terlihat berapi-api itu.

“Kamu punya mata ‘kan? Jalan tuh pake mata!” ujar Miss. Della.
“Jalan pake kaki, Miss. Bukan pake mata.” Balas Shilla yang langsung mendapat pelototan dari Miss. Della.
“Sudah cepat! Bantu bereskan!” ujar Miss. Della.
“Iya, bu.” Dengan pasrah, Shilla berjongkok, lalu membereskan buku-buku yang berserakan itu.

“Shillaaaa...” Shilla mendongak saat mendengar namanya di panggil seseorang.
“Ada apa, Yel?” tanya Shilla pada seseorang yang memanggilnya tadi. Ternyata Gabriel.

“Sebaiknya, lo cepet masuk kelas sana!” ujar Gabriel.
Shilla hanya mengangguk, lalu bangkit berdiri. “Ini, Miss. Bukunya.” Shilla menyerahkan buku-buku itu pada Miss. Della yang menatapnya dan Gabriel dengan bingung.

“Em, oke terima kasih.” Ucap Miss. Della seraya pergi.

Shilla mengangguk, lalu berjalan cepat –lagi-. Meninggalkan Gabriel yang masih sibuk mengatur nafasnya. Oh, pasti tadi Gabriel berlari!

Sesampainya di kelas, Shilla langsung duduk di sebelah kursi Ify.
Ify yang sedang membaca Novel itu, mendongak, menyadari kedatangan sahabatnya.

“Kenapa, Shill?” tanya Ify.
“Gawat, Fy! Cakka tadi kesini!”
Ify mengrenyit tak mengerti. “Cakka? Siapa?” tanyanya.
Shilla menepuk jidatnya. Lupa kalau ia dan Ify bersahabat belum terlalu lama.

*

Rio menggaruk kepalanya saat melihat isi tasnya.
Alvin. Sahabatnya, memperhatikan Rio yang bertingkah aneh itu.

“Kenapa, Yo?” tanyanya.
Rio menoleh. “Jam ke-tiga nanti bagian Mr. Ibram, ya?” Rio malah tanya balik.
Alvin berfikir sejenak. Lalu mengangguk.
“Kenapa?” tanyanya.
“Hehe..” Rio tertawa garing, “Gue lupa bawa tugas, Vin.”
PUK!
Alvin menepuk jidatnya sendiri. “Mati lo, Yo!” ucapnya.
Rio meringis, “sekarang baru jam pertama kan? Gampang. Nanti tinggal balik aja.” Rio tersenyum lebar.

Alvin menggeleng-gelengkan kepalanya, “Kenapa sekarang lo jadi suka bolos sih, Yo?” tanya Alvin.
Rio membulatkan matanya. Pura-pura kaget.
“Emang gue belum cerita ya, Vin?” tanya Rio. Yang dibalas dengan gelengan kepala oleh Alvin.

“Gue punya kecengan, Vin!”
Alvin melongo parah mendengar ucapan Rio. “E-elo.. punya kecengan?” tanyanya tak percaya.
“Kok... lo kayaknya gak percaya gitu sih, Vin?” kata Rio sembari menaikan sebelah alisnya.

“Gapapa sih. Gue Cuma bersyukur aja.” Jawab Alvin, “Akhirnyaaa.. Sohib gue yang lama menjomblo ini punya gebetan juga!” sambungnya.
“Sial!”

*

Shilla merapatkan cardigan yang baru saja dipakainya.
Air alam yang tadinya hanya turun sedikit demi sedikit, kini tengah berubah menjadi hujan yang datang deras tanpa ampun.

Shilla menarik ujung bibirnya ketika mendengar sang dosen –yang memang terkenal humoris itu- melontarkan sebuah lelucon. Kelas juga menjadi riuh seketika.

“Baiklah, selesai untuk hari ini.” Ucap Pak Rian. “Minggu yang akan datang kita akan bertemu kembali. Jangan lupa kerjakan tugas kalian. Daaaan.. tidak usah merindukan saya selama seminggu itu, ya” lanjutnya seraya memberikan senyuman jahil.
Sebagian anak tertawa, sebagiannya lagi mencibir. Haha.

“Shilla…” Shilla mengalihkan pandangannya pada pak Rian yang kini sudah berjalan keluar dengan cengiran yang masih mengembang dibibir dosen narsis itu.

“Fy, kantin, yuk!” ajak Shilla. Pada Ify yang memanggilnya tadi.
Ify mengangguk. Lalu beranjak dari duduknya. “Yuk..” ajaknya.
Shilla menguap sebentar. Hujan memang bikin suasana jadi kantuk.

“Gue mau beli bakso ah. Yang pedeees bangets! Biar gak ngantuk lagi.” Ucap Shilla seraya berjalan beriringan bersama Ify.
“Terserah elo..” jawab Ify.
Shilla manyun, “Jawaban lo gitu banget, Fy.” Katanya.
Ify melirik sahabatnya itu, lalu tersenyum dan merangkulnya, “Terus gue harus jawab apa, dong?” katanya.
Shilla Cuma nyengir, “jangan rangkul-rangkulan begini, ah. Ntar disangkanya kita pacaran lagi.”
“Idih..” Ify langsung komat-kamit gak jelas.

Hujan belum juga menghentikan aktivitasnya.
Untungnya, jarak dari kelas Shilla ke kantin tidak jauh dan tinggal melewati beberapa lorong saja.
Jadi, tak perlu khawatir terkena hujan.

Sesampainya di kantin, Shilla dan Ify sibuk mencari tempat duduk yang kosong.
“Dimana ya, Shill?” tanya Ify.
Shilla menggeleng dan masih mencari tempat yang kosong.

Dapat!
“Disana aja, Fy.” Shilla menunjuk sebuah meja yang ada di dekat penjual nasi goreng dan sebagainya.

Shilla dan Ify berjalan menuju tempat yang ditunjuk Shilla barusan.
Baru saja Shilla dan Ify melangkahkan kakinya, tiba-tiba..

“SHILLAAAA…”

Mata Shilla membulat sempurna saat melihat siapa yang memanggilnya.
Orang itu tersenyum sambil melambai-lambaikan tangannya pada Shilla yang malah mematung karena kebingungan.

“Shill..” Ify menyenggol lengan Shilla dengan sikunya. Lalu tersenyum jahil pada Shilla.

“Dasar gila!”
Shilla berjalan dengan cepat menuju meja yang di duduki orang tadi. Tidak jadi ke meja yang di tunjuknya.

“Rio! Ngapain lo disini?!” Shilla menatap Rio menyelidik.
Rio menyeruput jus Alpukatnya, “Mau makan bareng lo.” Jawabnya.

“Waaa.. lo pesen makanan banyak amat, Yo.” Shilla dan Rio sama-sama melirik pada Ify yang ternyata sudah duduk di depannya.
“Kalo lo mau, silahkan aja mau pilih yang mana, Fy. Gue baru pesen tadi tuh. Masih anget-anget kok.” Ucap Rio.
Ify hanya mengangguk lalu mengambil semangkuk mie ayam.

Shilla mengalihkan pandangannya dari Ify, pada Rio, “Gue tanya! Ngapain lo disini?”
“Gue udah jawab, ‘Gue mau makan bareng lo’.” Jawab Rio. “Emang kenapa sih?” tanyanya.
“Kenapa harus disini?” sahut Shilla.
“Kenapa lo kayak Bunglon sih, Shill?”
Shilla melotot kaget mendengar ucapan Rio.
“Kadang lo baik, kadang galak. Kadang lo nyebelin. Tapi selalu ngangenin dan bikin gue kena penyakit rindu berat sama lo. Eh..” Rio tersentak mendengar ucapannnya sendiri. Shilla sendiri langsung melongo. Ify juga.

“Em eu..” Rio jadi salah tingkah. “udah, cepet duduk.”
Rio memegang kedua pundak Shilla. Dan menuntunnya untuk duduk di sebelahnya. Oh ya, Ify ada duduk di hadapan mereka.
Shilla masih tercengang dengan ucapan Rio barusan.

“Gak usah bengong juga dong, Shill.” Sahut Ify sambil cekikikan.
Rio malah salting gak jelas.

“Gue mau bakso.” Sahut Shilla akhirnya.

Rio tersenyum, “Nih, a—“ ucapan Rio terhenti ketika melihat bakso yang seingatnya ada di meja, kini telah tiada. Lalu dia melirik Ify.
Ah dasar! Badan kecil tapi makannya banyak *eh

“Gue pesenin deh..” ucap Rio.

*

Gabriel memainkan handphone sambil bersiul-siul ria saat berjalan menuju kantin.
Matanya terus menatap layar handphonenya itu.
sampai tak sadar, ternyata ia sudah sampai di pintu utama kantin.

Gabriel mendongak, beralih dari handphonenya.

“Eh..” mata Gabriel menangkap sesuatu!
Ada seorang cowok sedang membawa dua mangkuk bakso. Dan berjalan menuju...

HAH? GAK MUNGKIN!

Gabriel buru-buru berjalan menuju tempat tujuan cowok itu juga.

“Shill, ini…”

HAP!
Hampir saja Gabriel kalah cepat dengan Rio.
Gabriel langsung duduk di sebelah Shilla saat Rio juga akan duduk di sebelah gadis itu.
“Hello Ashilla Zahrantiara, Hello Alyssa Saufika..” Gabriel menyapa sambil memberikan senyumannya pada kedua gadis di depannya.
Rio udah mencak-mencak sendiri melihatnya.
“HEY! Ngapain lo disini?” Ucap Rio sembari menyimpan baki –yang berisi dua mangkuk bakso- di mejanya dengan kasar.

Gabriel menoleh sebentar, lalu kemabali mengalihkan pada Shilla, “Dia ngapain disini, Shill?” tanya pada Shilla.
Shilla melirik Ify. Oh my God!
Si Ify malah tetep asik makan. Padahal, Shilla tau, tadi Ify sempet kaget juga sama kedatangan Gabriel yang tiba-tiba itu.

“Tanya aja sendiri.” Jawab Shilla sembari mengangkat bahunya.

Ify bisa melihat dari sudut matanya. Shilla tadi seperti emm.. tidak enak mungkin gara-gara Shilla dekat dengan Gabriel?
Tapi.. Ify juga bertanya. Memang dia harus apa?
Cemburu? Oh. Ify merasa ia tidak berhak.
Eh? Tidak berhak? Bukankah Ify itu calon…
Sudahlah, Ify merasa, kalau Gabriel tidak mencintainya. Gabriel mencintai Shilla. Bukan dirinya.
Jadi, biarkan saja..

“duduk sini, bro, jangan sungkan..” Gabriel memegang sebelah pundak Rio dan mendudukannya di sebelahnya.
“Eh, tapi gue maunya deket Shilla.”
“Tapi kan udah keduluan gue.” Balas Gabriel.
“Sial!” Rio melirik Shilla. “Nih Shill, Baksonya.” Rio menyodorkan semangkuk bakso pesanan Shilla.
“Oh, iya. Makasih, Yo.” Ucap Shilla seraya tersenyum.
Rio balas tersenyum. lalu melirik pada Gabriel yang terlihat jealous itu. “Wleee” Rio memeletkan lidahnya.

“Duh..” Gabriel tiba-tiba memegang perutnya yang terasa terkoyak-koyak.
“Kenapa, Yel?” tanya Ify. Ow ow ow.. ternyata Ify memperhatikannya!
YES!, Rio tertawa dalam hati (?)
“Lo lapar, yaaaa??” tanya Rio. Sedikit menggoda sebenarnya.
“Enggak!” jawab Gabriel. Rio melengos.
“Kalo lapar, pesen makanan aja sana, Yel.” Ujar Ify lalu kembali menyantap baksonya yang tinggal seperempat.

“Terpaksa deh…” Gabriel berdecak. Terpaksa deh, dia harus beli makanan dulu. Biar perutnya gak kelaparan lagi. Terpaksa deh, dia harus merelakan tempat duduknya pada Rio. Terpaksa deh, terpaksa deh, terpaksa deh...

“Eh, nanti sore nonton yuk, Shill.” Ucap Rio.
Shilla menoleh. Tapi dengan memasang wajah anehnya. Wajah orang yang kepedesan gak karuan.

“Nanti gue jemput jam 5 oke?” kata Rio.
“Teh botol lo buat gue, ya?” tanya Shilla yang sepertinya tak memperdulikan ucapan Rio barusan.
Rio melengos. Dasar, cewek ini!!!

“Gue mau beli makanan ringan dulu, ya, Shill, Yo.” Ify berdiri dari kursinya.
BAGUS!!!
Ternyata Ify mengerti keadaan. Dia membiarkan Rio berduaan dengan Shilla.

Rio tersenyum lebar saat Ify beranjak dari duduknya, dia berucap pelan; thanks pengertiannya, Fy.
Ify mengangguk-ngangguk kikuk.
Ha. Sebenarnya, Ify memang mau membeli makanan ringan. Bukan alasan untuk membiarkan Rio bersama Shilla.
Tapi, biarlah kalau Rio memang malah menganggap seperti itu.

“Emang mau nonton film apa, Yo?” tanya Shilla.
Rio menggeleng, “Gak tau. Gimana nanti aja.” Jawabnya. Matanya tak lepas dari siluet wajah cantik gadis di hadapannya itu.

Shilla tiba-tiba menoleh. Membuat matanya dengan mata Rio saling bertatapan.
Mata Rio membulat kaget karena melihat Shilla yang kini menatap tepat pada bola matanya.

Shilla, I love you!!!, batin Rio.

Glek! Shilla menelan ludahnya.
Em, I love you too Rio, batinnya menjawab.

Lho? Kok Shilla bisa tau apa yang ada di fikiran Rio sih?
Jangan-jangan mereka memang...
Jodoh?

*

“Yo. Gue masih ada kelas. Lo pulang aja sana.”
“Wah, jadi lo ngusir nih?”
“Enggak gitu. Maksudnya..”
“Apa?” Rio melipat kedua tangannya di depan dada.
Shilla melengos. “Yaudah. Terserah lo.” Ucap Shilla lalu mulai berjalan masuk ke kelasnya.
“Terserah apanih?” teriak Rio yang tidak mengerti dengan kata ‘terserah’ dari Shilla.
“Terserah lo mau ngapain ajaaa..” balas Shilla dari dalam sana.
Rio mengangkat bahunya.
Gak tau juga sih, abis ini dia mau ngapain.
Ikut masuk bareng Shilla?
Hellooo harga diri lo mau di taruh dimana?
Itu bukan kelas lo. Jangan kan kelasnya. Kampusnya aja bukan.

BRAK!
Saat Rio berbalik, ternyata ada seseorang dibelakangnya.

“Eh, sori, Yel.” Ucap Rio pada Gabriel.
Gabriel menatap Rio dengan tajam. Lalu kembali melanjutkan jalannya.

“Semua orang sikap dan sifatnya emang kayak bunglon ya. Bisa berubah sewaktu-waktu.” Rio nyengir. Lalu berjalan menuju parkiran.
Ia sudah putuskan.
Mau menunggu di dalam mobilnya saja.
Rio berjalan dengan santai. Tanpa menyadari ada yang memperhatikannya sedari tadi.

“Dia siapa?”
“Gak tau, bos.”
“Bego! Cari tau dia secepatnya!”


*

To be continued!!

Aku, Kamu, dan Hujan.. #Chapter 6

#Chapter 6

Shilla terbangun tepat saat handphone di sebelahnya berbunyi.
Shilla mengerjapkan matanya beberapa kali. Lalu meraih handphonenya yang terus-terusan berbunyi karena tidak mendapat respons dari si pemiliknya.

Rio’s Calling

Tettt..

“Hallo..” ucap Shilla dengan malas-malasan. Maklum, baru bangun tidur.
Hallo, Shill! Elo kemana aja? Dari tadi gue sms gak di bales, di telfon juga baru di angkat sekarang..” cerocos orang di seberang sana. Rio.
pas gue telfon, gue malah dapet jawaban dari operator mulu, yang bilang kalau, ‘nomor yang anda tuju…..”
Shilla mengucek matanya yang benar-benar masih berat.
Tiba-tiba, matanya membelalak sempurna menatap lengannya. Lengannya masih terbalut jaket Rio. Eh, maksudnya, ia masih memakai jaket Rio!
Oh, astaga! Dia lupa melepasnya semalam.
“bau gak ya, gue pake tidur semaleman?” ucap Shilla bergumam.
Shilla mengendus lucu pada jaket itu. “ah, enggak. Masih tetep wangi kok.” Ucapnya lalu cekikikan.

Shill.. Shilla! Hallo, Shill..”
Aduh! Shilla lupa kalau dia sedang berbicara dengan Rio di telepon.

“Eh, iya. Hallo, Yo.” Jawab Shilla akhirnya.
Rio terdengar mendengus. Mungkin sebal.
“Nih, anak lagi apasih? Gue nyerocos dari tadi gak ngedenger ya?” sahut Rio terdengar marah.
Shilla menautkan alisnya. “Hehe.. emang lo ngomong apaan?” tanyanya.
Rio menghela nafas. “udah deh, pokoknya sekarang lo lagi apa? Gue lagi On the way ke rumah lo, nih. Hari ini masuk jam 8 kan?”
Shilla menganga lebar saat mendengar ucapan terakhir Rio.
“Mampus!” serunya sambil menepuk jidatnya.
Dia bisa telat! Sekarang sudah pukul 07.30.
Masih ada waktu 30 menit lagi. No, prob. Shilla bisa mandi express kok.

“Yo, gue tutup dulu ya, telfonnya. Gue mau mandi.” Ucap Shilla dan menari handphone dari telinganya.
Sebelum Shilla sempat menekan tombol merah di handphonenya, terdengar suara Rio di seberang sana, ‘oh, yaampun! Jadi lo belum mandi?!

*

Rio sampai tepat 5 menit setelah Shilla mematikan sambungan telfonnya. Rio berani menjamin, Shilla pasti belum selesai mandi.
Rio menghentikan mobilnya tepat di depan sebuah rumah dengan gerbang yang berwarna hitam itu. Rumah Shilla.
Ia keluar dari mobilnya.

BRAKK!!
Rio menutup pintu mobilnya –yang entah mengapa- cukup keras.

“SHILLAAAAAA… SHILLAAAA!!!!” Rio berteriak di gerbang Shilla.
Hmm.. memalukan!

“SHILLAAAAAA… SHILLAAAAA.. SHILL----“

Sreett!!!
Tiba-tiba terdengar decitan pintu gerbang terdengar di telinga Rio.

“HEH!” Rio menoleh ke sumber suara. Disana –diambang pintung gerbang- terlihat seorang bapak-bapak gagah yang berpakaian seragam satpam. Ia, satpam rumah Shilla.
Pak Satpam yang berkumis tebal walaupun tak bertampang menakutkan itu memerhatikan Rio dari atas sampai bawah, dari bawah sampai atas.

Rio sendiri menatap Pak Satpam yang bernama Syarif (Rio lihat di nametag baju satpam itu) itu, dengan tatapan aneh. Duh, ngapain tuh satpam liatin gue dari bawah sampe atas dan sebaliknya? Jangan-jangan…. Hiiih, Rio bergidik ngeri setelah berpikiran aneh di otaknya.

“Siapa, kamu? Ngapain teriak-teriak di sini? Kalau mau teriak-teriak, di hutan aja sana!”

Rio bergidik ngeri lagi. Kali ini karena ucapan satpam itu yang terdengar… marah?

“Saya kan cari Shilla, Pak. Jadi saya teriak-teriak disini. Di depan rumahnya,” Alibi Rio. “Kalo saya cari saudaranya bapak, baru saya cari di hutan,” tambahnya.
Bapak itu melotot sempurna. Sedangkan Rio udah cengar-cengir sendiri.
“MAKSUD KAMU SIAPA??”
“Monkey’s. huahahaha…” Bocah gila! Orang tua di bilang seperti itu.
Rio langsung tertawa gak tanggung-tanggung. Tapi aneh, Pak satpamnya sendiri, bukannya marah atau apa. Malah melongo entah mikir apa.

“Monkey’s apaan?” PLAKKK!!! Percuma dong Rio ngeledek gitu, nyampe perutnya terasa sakit gara-gara ketawa. Lha? Si bapaknya gak ngerti artinya? Duh, EMEJING!

GLEK! Rio menelan ludahnya dengan susah.
“Bukan apa-apa kok, Pak.” Rio menepuk pundak Pak Syarif, bagaikan saling sahabatan aja nih anak.
“Oh, ya sudah..” Pak Syarif berbalik badan dan langsung bersiap menarik pintu gerbang itu lagi. Apa? Menutup gerbang?

“PAK eeehh.. kenapa ditutup?” Rio menahan gerbang yang mau ditutup pak satpam.
“Astagfirullah.. Maaf, den, bapak lupa.” Jawabnya lalu kembali membuka gerbang –yang hampir di tutupnya itu.
“Ah elah, si bapak,”
Pa Syarif Cuma senyum-senyum lebar sambil berucap tak bersuara, ‘maaf, den’.

“Saya boleh masuk ‘kan, Pak?” tanya Rio, lebih tepatnya minta izin sih.
Pak Syarif mengangguk, “Boleh kok, saya baru ingat kalau aden ini, Den Rio ‘kan? Temannya non Shilla.” Jawabnya setengah bertanya.
Rio nyengir lebar, lalu menepuk pundak pak Syarif, “Sebentar lagi bakal jadi pacarnya Shilla, pak.”
Ngek?
Rio nyengir lagi lalu masuk ke halaman rumah Shilla.
Pak Syarif Cuma geleng-geleng kepala mendengarnya.
Tiba-tiba, dia teringat sesuatu.

“Den Rio..” panggilnya.

Rio yang sudah setengah perjalanan, membalikkan tubuhnya, “Ada apa?”

“Lain kali jangan teriak-teriak. Kan ada bel di depan.”

*


Rio berdiri di depan pintu besar yang ia ketahui itu pintu rumah Shilla. Pastinya.
Rio masih bingung pada ucapan pak satpam tadi.
Dari mana dia tau nama gue?, pikirnya.

Seingatnya, dia belum pernah bertemu dengan pak satpam itu. Seingatnya, Rio pernah bertemu dengan pak satpam yang bernama pak Darno saat ia mau menjemput Shilla waktu itu.
Eh, apa Pak Syarif itu tau dari pak Darno.
Oh tidak! Tidak mungkin!
Masa bapak-bapak ngobrolin Rio, sih? Iiih..
Rio bergidik ngeri –lagi-.

Lalu siapa? Mbok di rumah Shilla?
Atau mungkin Mama Shilla?
Atau mungkin... Shilla?
Tapi untuk apa memberitahu nama Rio pada satpam?

HEY! Apa-apaan ini? Kenapa Rio jadi mikirin itu?
Rio menggeleng-geleng, menyadarkan diri dari lamunannya.

Rio lalu melirik bel yang tertempel (?) di dinding dekat pintu.
Lalu mengulurkan tangannya dan..

“Rio?”

Rio mengurungkan niatnya untuk memencet bel. Lalu menoleh pada gadis yang kini tengah berdiri di ambang pintu.

“Eh, Shilla..” Rio tersenyum manis pada gadis cantik itu.
Shilla langsung melting dan jadi salting *apabanget*

“Em.. eu.. eu.. ayo berangkat, Yo!” ucap Shilla.
Rio menaikan sebelah alisnya. Tak berkedip menatap Shilla.
Shilla sangat cantik! Dengan baju putih polosnya, lalu dengan rok pendek warna orange. Dan di lehernya menggantung sebuah kalung warna hijau. (tau gak? Itulho yang pernah dipakenya pas bareng Blink)
Simple. Tapi menarik.

Rio berdecak kagum, “Ck.. cantik,” gumamnya tanpa suara.
“Heh, kenapa lo?” tanya Shilla yang langsung membuyarkan Rio.
Rio menggeleng, “Bukan apa-apa.” Jawabnya.
Sejurus kemudian, dia menarik pergelangan tangan Shilla.

“Lets go, cantik!”

Rio dan Shilla bergandengan tangan sembari berjalan keluar.

“Rio, jaket lo gue balikin besok, ya.”
Rio melirik gadis di sebelahnya itu. “ohh.. iya, gapapa kok.”
Shilla tersenyum lebar. Shilla akhirnya memutuskan untuk tidak mengembalikan jaket Rio hari ini.
Masalahnya, jaket itu di pakai Shilla saat tidur.
Dan ada resiko kena air tidur (?) nya bukan? Jadi, lebih baik dia cuci dulu saja. Baru di kembalikan.

“Eh, Lo mandi lama banget tau, gak?” ucap Rio.
“Ih, enggak tuh. Sebentar tau!” jawab Shilla.
“Lamaaaaa…” sebenernya, Rio gak tau juga sih Shilla mandinya lama apa enggak. Dia kan tadi sibuk sama pak satpam. Hehe..

“Ah, wajar kalo gue mandinya lama. Gue kan Putri. Jadi mandinya lama.”
“Wooo..” Rio langsung mengacak-ngacak rambut Shilla dengan gemas.
“Duuh..” Shilla meringis sambil membenarkan rambutnya yang berantakan.

Rio hanya tertawa geli sembari membukakan pintu penumpang.
Shilla masuk ke dalam. Masih dengan membenahi rambutnya.
Rio juga langsung memutari bagian depan mobilnya, dan masuk ke pintu bagian pengemudi.

Tak jauh disana, sebuah mobil sport hitam sedang terparkir. Di dalamnya ada seseorang yang –sepertinya- sejak tadi melihat kejadian yang terjadi antara Rio dan Shilla.
Lelaki itu menatap tajam pada mobil Rio yang mulai melaju meninggalkan rumah Shilla.

“Gue, gak akan biarin Shilla jadi milik lo, Yo!” cicitnya.

*

“Lo gak akan bawa gue kabur lagi ‘kan, Yo?”
“Heh?”
“Iya. Gak akan bawa kabur gue kayak waktu lo jemput gue itu ‘kan?”
Rio melengos mendengar ucapan Shilla.
“Sebenernya pengen, sih..” jawab Rio jujur.
Shilla melotot menatap Rio, “Enggak mau! Enggak boleh! Hari ini gue ada tes tau!”
Rio meringis, “Iya engaaak. Dasar nenek bawel!”
“Eh, apa? Lo bilang gue---“

CIIIIITTTT

Rio menghentikan mobilnya dengan tiba-tiba. Membuat decitan yang dari gesekan antara ban mobilnya dan jalan.

Shilla dan Rio langsung mencondong kedepan. Shilla menganga karena kaget. Sedangkan Rio sedang tarik ulur nafas.

“Kenapa sih, Yo?” tanya Shilla.
“Em-eu-em, gak kenapa-kenapa kok, Shill.” Jawab Rio bohong.
Bohong? Iya. Sebenarnya tadi Rio melihat ada sebuah mobil lain yang berjalan berlawanan arah dengannya. Tapi, mobil itu malah mau menabrakan diri (?) dengan mobil Rio dengan sengaja.
hh.. untuk Rio bisa cepat-cepat mengendalikan mobilnya, dari mobil sialan itu!

Eh, kok Shilla gak tau ya, kalo tadi ada mobil sialan itu?, batin Rio. Oh iya, dia kan lagi sibuk ngoceh, Rio jadi cekikikan sendiri.

“Heh, lo kenapa, mblo?”
“Eh..” Rio melirik gadis di sebelahnya.
Shilla sendiri menatap Rio dengan menyelidik, “kenapa lo, mblo?” ulangnya lagi.
“Mblo? Lo kan juga ‘mblo’, mblo,” balas Rio.
“Tapi, gue udah punya gebetan doong..”
“HAH?” Rio menganga lebar.
DEG! Hati Rio terasa berdebar kencang. Ah.. kenapa nih?
Rio cemburu? Oh tentu saja! Masa iya Shilla sudah punya gebetan? Terus, dia gimana?

“Siapa, Shill?” tanya Rio penasaran.
Shilla tersenyum lebar. Tapi, pipinya sendiri memerah?
“udah, ah.. ayo berangkat! Gue takut telat.”
“Ah, iyadeh..”

*

Shilla menutup pintu mobil Rio setelah ia keluar,  ia sudah sampai di kampus.
“Makasih ya, Yo.” Shilla tersenyum manis pada Rio.
Rio sendiri malah memegang dadanya, mengantisipasi takut jantungnya keluar, gara-gara senyuman manis Shilla.
“I-iya sama-sama.” Jawab Rio dengan senyum manisnya pula.

Rio tiba-tiba mendekatkan wajahnya ke wajah Shilla.
Shilla tercekat dan membulatkan matanya.
Rio makin mendekatkan wajahnya, sehingga Shilla bisa merasakan desah nafas Rio.

OH GOD! Rio mau ngapain?, batin Shilla, ketakutan.

Tapi, tiba-tiba, Rio berbelok ke telinga kanan Shilla.

“Nanti gue jemput, ya..” bisik Rio dengan lembut tepat di telinga kanan Shilla.
Shilla langsung menghela nafasnya, lega.

Rio menaikan sebelah alisnya karena ekspresi Shilla, “Lo kenapa?” Rio jadi geli sendiri melihat Shilla.
Shilla menggeleng-geleng pelan. Tapi masih dengan wajah gugup dan khawatirnya.

“HUAHAHAHA…” Rio tertawa tiba-tiba, “Pasti lo ngira kalo gue bakal cium lo, kan?”

UPP!
Shilla langsung membekap mulut Rio dengan telapak tangannya.
“Ih, Rio apaan, sih?!” ucap Shilla mengelak.
“hmbpppbpp..”
“Ngomong apaan sih? Yang bener dong, Yo.”
“hmbbrppp…”
“Yeee.. kenapa sih, lo?”
“Huap!” Rio langsung menyingkirkan tangan Shilla dari mulutnya. “Gimana gue mau ngomong kalo mulut gue di bekep gitu sama lo?” balas Rio.
Shilla nyengir lebar, “Hehehe..”
Rio melengos, “Eh tapi, yang gue bilang tadi bener ‘kan?” tanya Rio sambil tersenyum jahil.
Shilla meringis, “Udah ah, gue mau masuk dulu,” ucapnya lalu memeletkan lidahnya ke arah Rio. “Daaaahhh…” Shilla langsung berlari meninggalkan Rio.
Rio geleng-geleng kepala melihatnya, “Sukses ya, Shill, tesnyaaaa…” teriaknya.
Shilla yang sudah berada agak jauh darinya hanya mengangkat ibu jarinya.

Rio berbalik badan untuk masuk kembali ke mobilnya.
Tiba-tiba, matanya melihat sebuah mobil yang taka sing, masuk ke parkiran.

Rio memicingkan matanya, melihat mobil itu. “Kayaknya gue pernah liat mobil itu..” ucapnya.

Beberapa detik kemudian, Rio mengangkat bahunya tak acuh.
Lalu masuk ke dalam mobilnya.’

Ah, Rio. Padahal kalau dia berusaha untuk mengingat, dia pasti kenal dengan mobil itu.
Atau, paling tidak dia kan bisa melihat orang yang keluar dari mobil itu.

*

Gabriel berjalan tergesa-gesa menuju kelas Shilla dan Ify. Entah apa yang terjadi dengan cowok itu.

“Shilla..”
Gabriel melongok ke dalam kelas.
Dilihatnya hanya ada Ify disana. Sedangkan yang lainnya, sepertinya belum masuk.

Eh tunggu! Tadi Gabriel memanggil siapa? Shilla?
Dan disini hanya ada Ify? OH TIDAAAKK!!

Ify mendongak menatap Gabriel yang masih stay di tempatnya.

“Cari Shilla?” tanya Ify dengan nada… sedikit dingin.
Gabriel jadi kikuk sendiri di situ. “Em-eu...” Lho? Kenapa Gabriel jadi gugup.
“Dia ada di kantin.” Ucap Ify dan langsung kembali berkutik dengan Novelnya.

Gabriel jadi merasa bersalah pada Ify.
Ify kan ‘calon tunangannya’. Tapi kenapa dia malah tanyain Shilla?

Ify tiba-tiba mendongak lagi, “Mau ketemu Shilla ‘kan? Kenapa masih diem disitu?”

*

Gabriel mencari-cari Shilla di tengah ramainya kantin di pagi ini.
Matanya menerawang menatap ke setiap penjuru.

“Shilla..” panggil Gabriel setelah berhasil menemukan meja gadis itu.

Shilla sedang duduk sendiri, sembari memakan semangkuk bubur ayamnya.
“Eh, elo, Yel.” Ucap Shilla saat melihat Gabriel menghampirinya.

“Sendirian, Shill?” tanya Gabriel seraya duduk di kursi di depan Shilla.
Shilla mengangguk-nganguk sembari menggigit kerupuknya, “Ify lagi sibuk nuntasin novel barunya. Jadi gue sendiri deh.” Jawabnya setelah berhasil menelan kerupuk itu.
“Oh, iya ya.” Gumam Gabriel dengan suara yang sangat kecil.

“Oh, iya, bukannya lo ada tes ya, sekarang?” tanya Gabriel.
“Ah, enggak jadi. Diundur jadi jam terakhir. Gurunya labil banget.” Jawab Shilla.
Lagi-lagi Gabriel hanya bergumam ‘O’ ria.
“Ada apasih?” tanya Shilla.
“He?”
“Kenapa lo kesini? Bukannya nemenin Ify di kelas. Kasian dia sendirian.” Ujar Shilla lalu menyuapkan sesendok bubur ayam ke dalam mulutnya.
“Oh-uh, gue.. ada yang mau gue tanyain ke elo, Shill.” Jawab Gabriel.
“Apaan?”
“Tadi, lo berangkat sama siapa kesini? Soalnya, pas gue mau jemput, katanya lo udah berangkat. Sama siapa?” tanya Gabriel.
Shilla tersenyum lebar, “Sama Rio,” Jawabnya.

“Oh. Lo udah jadian sama Rio, Shill?”
“HAH?”


*

To be continued!!

Aku, Kamu, dan Hujan.. #Chapter 5

#Chapter 5         


“Hai, Shill..” Rio berjalan mendekati Shilla yang sedang bersama dengan Gabriel dan Ify.
“Ngapain lo kesini?” tanya Shilla jutek.
Rio meringis. “kenapa lo, Shill? Kok tiba-tiba jutek gitu?” tanya Rio watados.
Shilla mendelik sebal. “lo tau? Gara-gara lo gue dikasih tugas double sama dosen gue!” jawab Shilla.
Rio menggaruk tengkuknya yang tidak gatal sama sekali. “oh, itu.. hehe kan gue udah minta maaf.” Kata Rio.
“Eh, elo bro..” ucap Rio yang baru menyadari ada Gabriel dan Ify juga disitu. “pulang, bro?” tanya Rio sok akrab –banget-.
Gabriel hanya menarik sudut kanan bibirnya. Seperti… senyum meremehkan.
Rio mengerutkan kening karena respon yang didapatnya dari Gabriel.

“Eh, gue Rio. Lo?” Rio mengulurkan tangan kanannya pada Ify.
Ify tersenyum, lalu mengulurkan tangannya. “Ify.” Jawabnya.

“Gabriel, Ify, kalian cocok berdua cocok deh..” ucap Rio sambil melirik Shilla. Sebenernya sih berniat buat panas-panasin Shilla. Hihi..

PLETAKK!!!
Satu pukulan keras dari buku –yang kira-kira- setebal 7cm itu berhasil mendarat dengan mulus di kepala Rio.
Siapa pelakunya? Tentu saja Shilla.
“Awww!!” Rio menjerit hebat.
“Ngapain lo sok akrab sama temen-temen gue, hah?” ucap Shilla nyolot nan ketus. Sebenarnya sih Shilla udah mulai kepancing emosinya pas Rio bilang gitu.
Rio masih meringis kesakitan, dengan mengusap-ngusap kepalanya.
Sedangkan Gabriel dan Ify hanya menonton pemandangan itu dengan menelan ludah susah payah berkali-kali. Berharap mereka tak akan pernah mengalami kejadian seperti Rio.

“kasar amat sih lo, Shill! Perasaan tadi pagi lo baek-baek aja.” Ucap Rio.
Rio mengangkat tangannya, lalu meletakkan punggung tangannya pada kening Shilla.
“enggak panas kok.” Ucap Rio.
“Ish, apaan sih lo?!” Shilla langsung menepis tangan Rio dari keningnya.

“Yaudah, Yel, Fy, gue sama Shilla balik duluan yaa.. bye..” ucap Rio dan langsung menarik tangan Shilla untuk mengikutinya.
“eh eh eh.. apa-apaan ini?!” Shilla meronta-ronta, tapi tetep pasrah ditarik seperti itu oleh Rio.

Gabriel mengepal tangannya kuat-kuat saat melihat Shilla dan Rio yang kini sudah berjarak lumayan jauh dari tempatnya berdiri. Emosi, cemburu, sebal, kesal, jengkel, dan teman-temannya (?) bersatu dalam hati dan pikiran Gabriel.
“gue gak akan biarkan Shilla jadi milik lo, Yo. Enggak!”. Ucap Gabriel. Dalam hati.

“Yel..” panggil Ify yang membuyarkan lamunan ‘calon tunangannya’ itu.
“ah iya, ayo, Fy.”

*

Rio membukakan pintu mobil sebelah kiri. Lalu mengedikkan (?) kepalanya, mengisyaratkan Shilla untuk masuk.
Shilla menggeleng. “gak mau!” jawabnya dengan nada yang manja. Seperti anak kecil yang ngambek karena gak dibeliin balon segisepuluh sama emaknya.
Rio menaikan sebelah alisnya. “kenapa, tik?” tanya Rio.
“whats?” sahut Shilla gak nyante. “apa? Tik? Lo pikir gue Itik apa?”
“bukan. Maksud gue itu Cantik. Bukan Itik. Kan elo emang cantik.” Jelas Rio, tak lupa bonus naik turun alis yang genit.
Shilla langsung menundukkan kepalanya. Karena ia yakin rona merah di pipinya pasti sudah muncul.
“udah ah, awas! Bukannya nyuruh gue masuk, malah diem aja lo. Gue mau masuk.” Ucap Shilla mengalihkan sambil sedikit mendorong tubuh Rio untuk menjauh dari pintu mobil.
Rio tampak melongo. “kan dari tadi gue emang nyuruh dia masuk.” Gumamnya plus masang tampang bloon tapi ganteng.

“Rio cepeett..” teriak Shilla lalu membanting pintu mobil Rio cukup keras.
“eee.. iya-iya..” Rio langsung berlari kecil memutari mobilnya (?) , menuju ke pintu kemudi. #okeiniribet!
Rio sedikit berfikir; kok gue jadi kayak supir begini ya?

*

Hening..
Begitulah suasana di mobil Rio saat ini.
Shilla sibuk dengan I-Phone nya. Ngapain lagi kalo bukan gentayangan di dunia maya.
Sedangkan Rio masih focus pada jalanan di depannya. tentunya sambil sedikit-sedikit curi-curi pandang ke Shilla.

“kenapa, Shill?” tanya Rio saat melihat Shilla yang cekikikan sambil menatap layar handphonenya itu.
“egapapa.. ada yang lucu aja.” Jawab Shilla, yang membuat suasana menjadi hening kembali.


Ciitt..
Rio mengerem mobilnya. Sedikit mendadak memang.
Karena terlalu focus buat curi-curi pandang pada Shilla, Rio jadi tidak tau kalau ternyata lampu lalu lintas didepannya berwarna merah.

“aish, Rio.. makanya, jangan terlalu begitu liatin guenya. Gue tau gue cantik dan menarik. Tapi gak usah diliatin sampe sebegitunya, sampai lo ngiler dan gak tau kalo lampunya warna merah.” Cerocos Shilla dengan tambahan ucapan narsis di tengahnya.

Rio melengos. Tapi tak memperdulikan ucapan Shilla itu.
Rio melirik lampu lalu lintas yang kini sudah berwarna kuning. Beberapa detik lagi pasti berubah warna menjadi hijau.
Lalu, Rio melirik jam yang melingkar di tangannya. Pukul lima sore.

“Shill, jalan dulu yuk!” ucap Rio.
“Yo, ngapain jalan? Kan kita lagi naik mobil.” Sahut Shilla polos.
Lagi-lagi Rio melengos. “maksud gue, jalan-jalan dulu. Kemana kek gitu.” Jelas Rio gregetan.
Shilla nyengir lebar. Lalu mengangguk dengan antusias.
Rio ikut tersenyum melihatnya. Sedetik kemudian, ia melajukan mobilnya kembali karena lampunya sudah berwarna hijau.

*

Rio menghentikan mobilnya tepat di depan sebuah café.
“Kok, café sih?” gumam Shilla. Ia mengerutkan keningnya. Matanya menatap café itu dengan penuh tanda tanya. Entah mengapa.
Rio melirik Shilla. “Gue laper, Shill. Pengen makan. Emang kenapa, Shill? Gak suka ya?” Ucap Rio.
“Eh..” Shilla langsung terkesiap. Ia pikir, Rio tidak akan mendengar ucapannya itu. Tapi, mungkin telinga Rio terlalu tajam ya, setajam Silet!
“emm.. ayo keluar, Yo.” Ajak Shilla. Sebenernya sih mau ngalihin pembicaraan aja. Gak enak gitu sama Rio.
Rio mengangguk. Lalu membuka pintu mobilnya. Begitupun dengan Shilla.

“ayo masuk!” ajak Rio sambil mengulurkan tangannya.
Shilla menaikkan sebelah alisnya. Menatap tangan Rio.
Rio yang mengetahui hal itu, langsung meraih tangan Shilla. Dan menggenggamnya erat.
Rio tersenyum pada Shilla. “ayo..” ucapnya dan langsung berjalan ke dalam café.
Shilla yang masih bingung Cuma pasrah aja. Dalam otaknya, ia bertanya; Rio kenapa sih?

*
Shilla terus memegangi (?) perutnya yang terasa membelit karena lelucon yang dilontarkan Rio.
Sambil menunggu pesanan, mereka memilih untuk mengobrol.
Shilla yang waktu itu merasa kalau Rio cowok yang dingin, angkuh, dan gak asik itu, ternyata salah besar!
Malah, Rio sangat humoris, baik, dan asik. Jangan lupa, Rio tampan!

“udaah Rio, udaaah..” ucap Shilla dengan nafas yang agak tersenggal. Sedangkan Rio masih asik dengan tawanya.
Tak lama kemudian, pesanan mereka berdua datang.

“makasih, mbak.” Ucap Rio saat sang waitress menyimpan semua pesanan mereka di meja.
Waitress itu mengangguk dan tersenyum dan kembali ke tempatnya.

“errr..” Shilla menggigil. Rio yang mendengar itu langsung menatap gadis dihadapannya.
“kenapa?” tanya Rio. Rio menatap ke luar jendela.
Mereka memilih meja yang berada tepat di dekat jendela.
Katanya sih, supaya bisa melihat pemandangan di luar dengan jelas.
Tidak ada hujan saat ini. Tapi kenapa Shilla?

“gapapa. Ini, gue ‘kan pesen ice cream, jadi serasa menggigil aja gitu.” Jawab Shilla diringi cengirannya.
“LEBAAYY!!” cibir Rio sambil geleng-geleng kepala.
Shilla Cuma melet-melet aja menanggapi itu.

Tak mau menanggapi Shilla, Rio malah langsung mengambil ancang-ancang untuk memakan Nasi goreng udang special pesanannya. Maklum, Laper.
Shilla pun begitu. Shilla langsung asik dengan ice cream cokelat dengan taburan caramel diatasnya.

Rio melirik gadis di hadapannya itu. Lalu tertawa kecil saat melihat wajah Shilla. Bibirnya kini belepotan. Pasti karena ice cream itu.

“pelan-pelan dong makannya, Shill. Nafsu amat.” Tangan Rio terulur dan dengan sigap ia menghapus cokelat di sekitar bibir Shilla, dengan ibu jarinya.
“Eh..” Shilla reflex memegang tangan kekar Rio.

Srrtt (?)
Mereka merasa desiran hebat dihati mereka masing-masing.
Mata mereka saling bertemu. Saling menatap dengan dalam.

Shilla terlihat larut dalam pesona Rio. Namun, sedetik kemudian, Shilla terkesiap.
Kenapa gue deg-degaaaaann??. Shilla membatin.

“Rio, elo..”
Rio masih menatap Shilla penuh kagum. Gadis di hadapannya ini benar-benar cantik!
Ah! Bidadari!

“Yo..” ujar Shilla menyadarkan Rio.
“eh maaf.” Rio langsung melepaskan tangannya dari wajah Shilla.
Shilla tersenyum kikuk. “gapapa kok. Makasih.” Ucapnya seraya menundukkan wajahnya.

Hening..
Hanya terdengar alunan music dari café ini, yang menemani mereka berdua.

“Yo..” panggil Shilla setelah lumayan lama mereka berdiam diri.
“Hn..” sahut Rio yang masih asik mengunyah spagettinya. (nasi gorengnya sudah habis)
Shilla menatap Rio. “lo kenapa sih?”
Rio sedikit terbelalak, dan menatap Shilla dengan kerutan di dahinya. “maksudnya?”
Shilla mengalihkan pandangannya dari wajah Rio. Ia merasa ada yang aneh di dadanya saat melihat lelaki itu.
“emm..” Shilla sedikit berdehem. Matanya menatap keluar jendela.
Air langit mulai turun sedikit demi sedikit. Sepertinya akan turun hujan.

“maksud gue.. kita kan baru kenal dua hari yang lalu. Kenapa lo bisa langsung akrab sama gue ya?” jelas dan tanya Shilla.
Rio tersenyum kecil. Lalu menancapkan sumpit pada spagettinya, dan melilitnya dengan perlahan.
“kenapa lo baik dan care sama gue, Yo?” sahut Shilla. Bertanya lagi.
Rio memasukkan spagettinya itu kedalam mulutnya.
Hujan mulai turun cukup deras. Hhh.. hujan hujan dan hujan.

“karena gue suka sama lo, Shill.” Ucap Rio. Dalam hati.

Rio menghela nafasnya. “lo mau gue jawab yang mana? Yang pertama apa yang kedua?” tanya Rio.
Shilla tersenyum lebar. “yang ke dua aja deh.”
“em, apa ya?” Rio menatap langit-langit café. Sambil mengetukkan telunjuknya di pelipisnya. Sedang berpikir. Tapi terlihat jijik di mata Shilla. Kenapa? Karena terlihat sok imut.

“karena gue emang orang yang baik.” Jawab Rio mantap lalu kembali ke acara makannya.
Shilla melongo mendengar jawaban Rio.
Sedetik kemudian, Shilla tidak memperdulikan itu.
Shilla menatap gelas dihadapannya. Gelas kosong memang. Karena es krimnya sudah habis sejak tadi.
Dan karena dia memang hanya memesan es krim, jadi sekarang dia nganggur sambil menunggu Rio yang masih asik makan.

“kenapa? Masih mau pesen lagi?” tanya Rio yang melihat tingkah Shilla dari ekor matanya.
Shilla menggeleng pelan.
Tidak kok. Shilla tidak ingin memesan lagi. Dia sudah kenyang!
Memangnya Rio, yang sampai sekarang belum kenyang walaupun sudah menghabiskan tiga piring makanan.
Kurus tapi kok makannya banyak ya?

Drrt.. drtt..
Shilla merasakan getaran di saku celananya.
Buru-buru ia mengambil benda mungil di sakunya itu.

From : Gabriel
17.57
Mbok bilang, kamu belum pulang ya? Kamu lagi dimana, Shill? Sama cowok itu ya? Jangan pulang malem-malem!

Shilla mendelik sebal setelah membaca isi pesan singkat itu.
Kenapa Gabriel? Ngapain dia ngurusin urusan Shilla. Gabriel kan bukan siapa-siapanya Shilla lagi.
Dia hanya teman Shilla. TE-MAN. Tidak lebih. Eh, tapi memangnya Gabriel tidak boleh perhatian sama Shilla lagi ya? Aneh!

“pulang yuk, Yo.” Ucap Shilla.
Rio mendongak. Lalu melirik ke jendela.
“masih hujan, Shill.” Jawabnya.
Rio sudah menyelesaikan makanannya. Dan mengelap bibirnya yang dengan sebuah tissue.

“tapi, gue takut kemaleman..” ucap Shilla sedikit memelas memang.
“kan ada gue.” Balas Rio mantap. Tak lupa sambil menaik-naikan alisnya.
“emang lo berani kalo misalnya nanti tiba-tiba ada hantu?” tanya Shilla.
“tenang aja. Kalo gue sama lo, itu hantu pasti bakalan kabur.” Jawab Rio.
“lho? Kok gitu?” tanya Shilla heran.
“yaiyalah.. kan lo lebih menakutkan daripada hantu. Hantunya pasti ketakutan pas liat lo. Hahaha…” balas Rio dan langsung tertawa terbahak.
Shilla menggembungkan kedua pipinya. “RIIIIOOO…” teriak Shilla sambil berkacak pinggang.

“Ekhem..” Rio dan Shilla menoleh pada sumber suara yang berdehem itu.
Mereka nyengir lebar saat melihat seorang bapak menatap mereka dengan –sedikit- tajam. Pasti gara-gara teriakan Shilla.
“maaf pak.” Ucap Shilla.

“elo sih..” tukas Shilla pada Rio.
“jih, kok lo salahin gue sih? Kan yang teriak elo, Shill.” Bela Rio.
“yang jelas gue cantik. Dan, lo lebih nyerimin daripada hantu. Oke? Selesai!” cerocos Shilla dengan sedikit gaya alay diakhir kata.
“whatever..” sahut Rio sebodo amat.

Rio merasakan getaran disaku celananya. Sama seperti Shilla.
Hanya saja, sepertinya ini sebuah panggilan masuk.

Rio mengambil handphonenya itu.
Ia mengerutkan keningnya saat menatap layar handphonenya.

“siapa ini?” gumam Rio saat melihat nomor tak dikenal yang memanggilnya.

Shilla Nampak mencoba mencuri-curi pandang pada ponsel digenggaman Rio.
“kenapa gak di angkat, Yo?” tanya Shilla.

“eh.. enggak papa.” Rio langsung me-reject (?) panggilan itu. “orang gak dikenal.” Lanjutnya.

“yuk pulang.” Ajak Rio. “ujannya udah mulai reda.” Sambungnya.
Shilla mengangguk takzim. “ayo.”
*

“makasih, Yo.” Ucap Shilla saat sudah sampai di depan rumahnya dan keluar dari mobil Rio.
Rio mengangguk. “no prob.” Jawab Rio.
Shilla tersenyum. “mau masuk dulu?”
Rio menggeleng pelan. “udah malem, Shill. Gak enak diliat tetangga.” Jawab Rio.
Shilla tertawa kecil. “em.. yaudah, gue masuk ya.” Ucapnya.
Rio mengangguk. “besok, aku jemput kamu lagi, ya.” Ujar Rio. Terdengar meminta.
“okey.” Jawab Shilla sambil mengacungkan ibu jarinya.
Rio tertawa kecil. Lalu mengacak rambut Shilla pelan. “yaudah, cepet istirahat sana.” Ujar Rio.
“iyaa..” Shilla membalikkan badannya dan berjalan masuk ke pintu gerbang.

“Shill..” panggil Rio.
Shilla kembali membalikan tubuhnya. “Ya?”
“Good Night..”

*

Shilla berlari dengan riang menuju kamarnya.

BRAAKK!!
Dia menutup pintu kamar cukup keras.
Tapi Shilla tak memperdulikan hal itu. Ia terlalu sibuk memikirkan hal yang terjadi di mobil Rio saat perjalanan pulang tadi.
Ahh.. itu sungguh membuatnya terbang melayang.

Shilla merebahkan tubuhnya di tempat tidurnya. Masih dengan senyum yang masih mengembang dibibirnya.
Sebenarnya hanya kejadian kecil saja sih. Mungkin untuk sebagian besar, itu hanyalah cerita biasa, tidak menarik, dan hal yang –mungkin- sering dilakukan banyak orang.
Tapi tetep saja, itu berkesan untuk Shilla.

***

“yaah.. hujannya kok makin gede ya, Shill.” Ucap Rio  yang melihat kaca mobilnya semakin deras terkena air hujan.
Shilla mengangguk. “iya, Yo.” Jawab Shilla.
Shilla memeluk tubuhnya sendiri. Dingin memang.
Ia lupa tidak membawa cardingan atau jacketnya. Dan hanya mengandalkan baju kaosnya.
Padahalkan ia sedang berada dalam mobil. Tapi tetap saja merasa tubuhnya menggigil.

Rio tiba-tiba menghentikan mobilnya dipinggir jalan. Yang agk sepi memang.
Shilla langsung melirik Rio. Dengan mata yang membulat.
“Ngapain lo?” tanya Shilla ketus sekaligus ketakutan.
Rio meringis. “apaan sih, lo?” tanya Rio bingung.
“kenapa berhenti di tempat sepi begini?” tanya Shilla tajam. Shilla langsung mundur sampai punggungnya menabrak pintu mobil.
Rio menaikan sebelah alisnya. Sedetik kemudian, ia tertawa cukup kencang.

Shilla semakin bingung dengan tingkah aneh Rio.
“uhuk.. uhuk..” Rio tersedak karena tawanya sendiri. Lalu ia mencoba menghentikan tawanya itu.
Dilihatnya Shilla yang masih bersedak-sedak ke pintu. Tentunya dengan wajah yang cemas.

“Shill? Ngapain kamu nyeledek (?) pintu begitu?” tanyanya.
“e.. gue gak bakal ngapa-ngapain gue kan?” tanyanya sakratis (?).
Rio menggeleng mantap. “gue ini cowok baik-baik, Shill. Jadi lo gak usah khawatir.” Jawab Rio diiringi senyum manisnya.
Shilla terkesiap dengan senyuman Rio. Perlahan, ia kembali membenarkan duduknya.
“ada apasih? Kok lo tiba-tiba berhenti di tempat kayak gini?” tanya Shilla –lagi-.
Bukannya menjawab pertanyaan gadis itu, Rio malah membuka jaket yang menyelimuti tubuhnya.
Perlahan, Rio sdikit mendekatkan tubuhnya pada Shilla, “nih..” lalu ia memakaikan jaket itu di pundak kanan Shilla.
Shilla sedikit tercengang dengan perlakuan Rio.
Rio mengangkat rambut panjang Shilla yang menutupi leher gadis itu. Lalu memakaikan jaketnya sehingga sekarang sudah dipakai Shilla –walaupun belum terpakai sempurna.
“gimana? Masih dingin gak?” tanya Rio seraya menyimpan kembali rambut Shilla.
Shilla masih terdiam.
“Shill..” tegur Rio.
“Eh. Em. Enggak kok, Yo.” Jawabnya seraya tersenyum lebar.
Rio pun ikut tersenyum melihatnya.

Tiba-tiba, tangan Rio terulur. Lelaki itu perlahan mendaratkan telapak tangannya di pipi chubby Shilla.
“Eh..” Shilla Nampak terkejut dengan perlakuan Rio.
Rio mengusap lembut pipi Shilla. “kamu cantik, Shill.” Ucapnya.

***

“aaaahhh..” Shilla berguling-guling di atas tempat tidurnya.
Jaket Rio masih membalut tubuhnya. sebenarnya, tadi ia ingat kalau ia masih menggunakan jaket pria itu. Tapi, ia sengaja tidak ingin mengembalikan jaket itu dulu.

Shilla mengelus lembut pipinya yang tadi dielus oleh Rio. “em.. Rioo..” ucapnya setengah sadar.”
Shilla mencium bau tubuhnya. ah tidak. Ini bukan wangi tubuhnya. tetapi wangi jaket pria itu.
Wangi parfum khas pria itu, dan wangi maskulin tubuhnya, masih menempel di jaket yang kini dipakai Shilla.
Shilla perlahan menutup kedua matanya. Sambil masih tetap menikmati wangi jaket Rio.
“Rioo..” ucapnya, dan mulai terlelap. Menuju mimpi indahnya.

*

To be continued!!
 
PiscesLeo? Blogger Template by Ipietoon Blogger Template