#Chapter 6
Shilla terbangun tepat saat handphone di sebelahnya
berbunyi.
Shilla mengerjapkan matanya beberapa kali. Lalu meraih
handphonenya yang terus-terusan berbunyi karena tidak mendapat respons dari si
pemiliknya.
Rio’s Calling
Tettt..
“Hallo..” ucap Shilla dengan malas-malasan. Maklum, baru
bangun tidur.
“Hallo, Shill! Elo
kemana aja? Dari tadi gue sms gak di bales, di telfon juga baru di angkat
sekarang..” cerocos orang di seberang sana. Rio.
“pas gue telfon, gue
malah dapet jawaban dari operator mulu, yang bilang kalau, ‘nomor yang anda
tuju…..”
Shilla mengucek matanya yang benar-benar masih berat.
Tiba-tiba, matanya membelalak sempurna menatap lengannya.
Lengannya masih terbalut jaket Rio. Eh, maksudnya, ia masih memakai jaket Rio!
Oh, astaga! Dia lupa melepasnya semalam.
“bau gak ya, gue pake tidur semaleman?” ucap Shilla
bergumam.
Shilla mengendus lucu pada jaket itu. “ah, enggak. Masih
tetep wangi kok.” Ucapnya lalu cekikikan.
“Shill.. Shilla!
Hallo, Shill..”
Aduh! Shilla lupa kalau dia sedang berbicara dengan Rio di
telepon.
“Eh, iya. Hallo, Yo.” Jawab Shilla akhirnya.
Rio terdengar mendengus. Mungkin sebal.
“Nih, anak lagi
apasih? Gue nyerocos dari tadi gak ngedenger ya?” sahut Rio terdengar
marah.
Shilla menautkan alisnya. “Hehe.. emang lo ngomong apaan?”
tanyanya.
Rio menghela nafas. “udah
deh, pokoknya sekarang lo lagi apa? Gue lagi On the way ke rumah lo, nih. Hari
ini masuk jam 8 kan?”
Shilla menganga lebar saat mendengar ucapan terakhir Rio.
“Mampus!” serunya sambil menepuk jidatnya.
Dia bisa telat! Sekarang sudah pukul 07.30.
Masih ada waktu 30 menit lagi. No, prob. Shilla bisa mandi
express kok.
“Yo, gue tutup dulu ya, telfonnya. Gue mau mandi.” Ucap
Shilla dan menari handphone dari telinganya.
Sebelum Shilla sempat menekan tombol merah di handphonenya,
terdengar suara Rio di seberang sana, ‘oh,
yaampun! Jadi lo belum mandi?!’
*
Rio sampai tepat 5 menit setelah Shilla mematikan sambungan
telfonnya. Rio berani menjamin, Shilla pasti belum selesai mandi.
Rio menghentikan mobilnya tepat di depan sebuah rumah dengan
gerbang yang berwarna hitam itu. Rumah Shilla.
Ia keluar dari mobilnya.
BRAKK!!
Rio menutup pintu mobilnya –yang entah mengapa- cukup keras.
“SHILLAAAAAA… SHILLAAAA!!!!” Rio berteriak di gerbang
Shilla.
Hmm.. memalukan!
“SHILLAAAAAA… SHILLAAAAA.. SHILL----“
Sreett!!!
Tiba-tiba terdengar decitan pintu gerbang terdengar di
telinga Rio.
“HEH!” Rio menoleh ke sumber suara. Disana –diambang pintung
gerbang- terlihat seorang bapak-bapak gagah yang berpakaian seragam satpam. Ia,
satpam rumah Shilla.
Pak Satpam yang berkumis tebal walaupun tak bertampang
menakutkan itu memerhatikan Rio dari atas sampai bawah, dari bawah sampai atas.
Rio sendiri menatap Pak Satpam yang bernama Syarif (Rio
lihat di nametag baju satpam itu) itu, dengan tatapan aneh. Duh, ngapain tuh satpam liatin gue dari
bawah sampe atas dan sebaliknya? Jangan-jangan…. Hiiih, Rio bergidik ngeri
setelah berpikiran aneh di otaknya.
“Siapa, kamu? Ngapain teriak-teriak di sini? Kalau mau
teriak-teriak, di hutan aja sana!”
Rio bergidik ngeri lagi. Kali ini karena ucapan satpam itu
yang terdengar… marah?
“Saya kan cari Shilla, Pak. Jadi saya teriak-teriak disini.
Di depan rumahnya,” Alibi Rio. “Kalo saya cari saudaranya bapak, baru saya cari
di hutan,” tambahnya.
Bapak itu melotot sempurna. Sedangkan Rio udah cengar-cengir
sendiri.
“MAKSUD KAMU SIAPA??”
“Monkey’s. huahahaha…” Bocah gila! Orang tua di bilang
seperti itu.
Rio langsung tertawa gak tanggung-tanggung. Tapi aneh, Pak
satpamnya sendiri, bukannya marah atau apa. Malah melongo entah mikir apa.
“Monkey’s apaan?” PLAKKK!!! Percuma dong Rio ngeledek gitu,
nyampe perutnya terasa sakit gara-gara ketawa. Lha? Si bapaknya gak ngerti
artinya? Duh, EMEJING!
GLEK! Rio menelan ludahnya dengan susah.
“Bukan apa-apa kok, Pak.” Rio menepuk pundak Pak Syarif,
bagaikan saling sahabatan aja nih anak.
“Oh, ya sudah..” Pak Syarif berbalik badan dan langsung
bersiap menarik pintu gerbang itu lagi. Apa? Menutup gerbang?
“PAK eeehh.. kenapa ditutup?” Rio menahan gerbang yang mau
ditutup pak satpam.
“Astagfirullah.. Maaf, den, bapak lupa.” Jawabnya lalu
kembali membuka gerbang –yang hampir di tutupnya itu.
“Ah elah, si bapak,”
Pa Syarif Cuma senyum-senyum lebar sambil berucap tak
bersuara, ‘maaf, den’.
“Saya boleh masuk ‘kan, Pak?” tanya Rio, lebih tepatnya
minta izin sih.
Pak Syarif mengangguk, “Boleh kok, saya baru ingat kalau
aden ini, Den Rio ‘kan? Temannya non Shilla.” Jawabnya setengah bertanya.
Rio nyengir lebar, lalu menepuk pundak pak Syarif, “Sebentar
lagi bakal jadi pacarnya Shilla, pak.”
Ngek?
Rio nyengir lagi lalu masuk ke halaman rumah Shilla.
Pak Syarif Cuma geleng-geleng kepala mendengarnya.
Tiba-tiba, dia teringat sesuatu.
“Den Rio..” panggilnya.
Rio yang sudah setengah perjalanan, membalikkan tubuhnya,
“Ada apa?”
“Lain kali jangan teriak-teriak. Kan ada bel di depan.”
*
Rio berdiri di depan pintu besar yang ia ketahui itu pintu
rumah Shilla. Pastinya.
Rio masih bingung pada ucapan pak satpam tadi.
Dari mana dia tau nama
gue?, pikirnya.
Seingatnya, dia belum pernah bertemu dengan pak satpam itu.
Seingatnya, Rio pernah bertemu dengan pak satpam yang bernama pak Darno saat ia
mau menjemput Shilla waktu itu.
Eh, apa Pak Syarif itu tau dari pak Darno.
Oh tidak! Tidak mungkin!
Masa bapak-bapak ngobrolin Rio, sih? Iiih..
Rio bergidik ngeri –lagi-.
Lalu siapa? Mbok di rumah Shilla?
Atau mungkin Mama Shilla?
Atau mungkin... Shilla?
Tapi untuk apa memberitahu nama Rio pada satpam?
HEY! Apa-apaan ini? Kenapa Rio jadi mikirin itu?
Rio menggeleng-geleng, menyadarkan diri dari lamunannya.
Rio lalu melirik bel yang tertempel (?) di dinding dekat
pintu.
Lalu mengulurkan tangannya dan..
“Rio?”
Rio mengurungkan niatnya untuk memencet bel. Lalu menoleh
pada gadis yang kini tengah berdiri di ambang pintu.
“Eh, Shilla..” Rio tersenyum manis pada gadis cantik itu.
Shilla langsung melting dan jadi salting *apabanget*
“Em.. eu.. eu.. ayo berangkat, Yo!” ucap Shilla.
Rio menaikan sebelah alisnya. Tak berkedip menatap Shilla.
Shilla sangat cantik! Dengan baju putih polosnya, lalu
dengan rok pendek warna orange. Dan di lehernya menggantung sebuah kalung warna
hijau. (tau gak? Itulho yang pernah dipakenya pas bareng Blink)
Simple. Tapi menarik.
Rio berdecak kagum, “Ck.. cantik,” gumamnya tanpa suara.
“Heh, kenapa lo?” tanya Shilla yang langsung membuyarkan
Rio.
Rio menggeleng, “Bukan apa-apa.” Jawabnya.
Sejurus kemudian, dia menarik pergelangan tangan Shilla.
“Lets go, cantik!”
Rio dan Shilla bergandengan tangan sembari berjalan keluar.
“Rio, jaket lo gue balikin besok, ya.”
Rio melirik gadis di sebelahnya itu. “ohh.. iya, gapapa
kok.”
Shilla tersenyum lebar. Shilla akhirnya memutuskan untuk
tidak mengembalikan jaket Rio hari ini.
Masalahnya, jaket itu di pakai Shilla saat tidur.
Dan ada resiko kena air tidur (?) nya bukan? Jadi, lebih
baik dia cuci dulu saja. Baru di kembalikan.
“Eh, Lo mandi lama banget tau, gak?” ucap Rio.
“Ih, enggak tuh. Sebentar tau!” jawab Shilla.
“Lamaaaaa…” sebenernya, Rio gak tau juga sih Shilla mandinya
lama apa enggak. Dia kan tadi sibuk sama pak satpam. Hehe..
“Ah, wajar kalo gue mandinya lama. Gue kan Putri. Jadi
mandinya lama.”
“Wooo..” Rio langsung mengacak-ngacak rambut Shilla dengan
gemas.
“Duuh..” Shilla meringis sambil membenarkan rambutnya yang
berantakan.
Rio hanya tertawa geli sembari membukakan pintu penumpang.
Shilla masuk ke dalam. Masih dengan membenahi rambutnya.
Rio juga langsung memutari bagian depan mobilnya, dan masuk
ke pintu bagian pengemudi.
Tak jauh disana, sebuah mobil sport hitam sedang terparkir.
Di dalamnya ada seseorang yang –sepertinya- sejak tadi melihat kejadian yang
terjadi antara Rio dan Shilla.
Lelaki itu menatap tajam pada mobil Rio yang mulai melaju
meninggalkan rumah Shilla.
“Gue, gak akan biarin Shilla jadi milik lo, Yo!” cicitnya.
*
“Lo gak akan bawa gue kabur lagi ‘kan, Yo?”
“Heh?”
“Iya. Gak akan bawa kabur gue kayak waktu lo jemput gue itu
‘kan?”
Rio melengos mendengar ucapan Shilla.
“Sebenernya pengen, sih..” jawab Rio jujur.
Shilla melotot menatap Rio, “Enggak mau! Enggak boleh! Hari
ini gue ada tes tau!”
Rio meringis, “Iya engaaak. Dasar nenek bawel!”
“Eh, apa? Lo bilang gue---“
CIIIIITTTT
Rio menghentikan mobilnya dengan tiba-tiba. Membuat decitan
yang dari gesekan antara ban mobilnya dan jalan.
Shilla dan Rio langsung mencondong kedepan. Shilla menganga
karena kaget. Sedangkan Rio sedang tarik ulur nafas.
“Kenapa sih, Yo?” tanya Shilla.
“Em-eu-em, gak kenapa-kenapa kok, Shill.” Jawab Rio bohong.
Bohong? Iya. Sebenarnya tadi Rio melihat ada sebuah mobil
lain yang berjalan berlawanan arah dengannya. Tapi, mobil itu malah mau
menabrakan diri (?) dengan mobil Rio dengan sengaja.
hh.. untuk Rio bisa cepat-cepat mengendalikan mobilnya, dari
mobil sialan itu!
Eh, kok Shilla gak tau
ya, kalo tadi ada mobil sialan itu?, batin Rio. Oh iya, dia kan lagi sibuk ngoceh, Rio jadi cekikikan sendiri.
“Heh, lo kenapa, mblo?”
“Eh..” Rio melirik gadis di sebelahnya.
Shilla sendiri menatap Rio dengan menyelidik, “kenapa lo,
mblo?” ulangnya lagi.
“Mblo? Lo kan juga ‘mblo’, mblo,” balas Rio.
“Tapi, gue udah punya gebetan doong..”
“HAH?” Rio menganga lebar.
DEG! Hati Rio terasa berdebar kencang. Ah.. kenapa nih?
Rio cemburu? Oh tentu saja! Masa iya Shilla sudah punya
gebetan? Terus, dia gimana?
“Siapa, Shill?” tanya Rio penasaran.
Shilla tersenyum lebar. Tapi, pipinya sendiri memerah?
“udah, ah.. ayo berangkat! Gue takut telat.”
“Ah, iyadeh..”
*
Shilla menutup pintu mobil Rio setelah ia keluar, ia sudah sampai di kampus.
“Makasih ya, Yo.” Shilla tersenyum manis pada Rio.
Rio sendiri malah memegang dadanya, mengantisipasi takut
jantungnya keluar, gara-gara senyuman manis Shilla.
“I-iya sama-sama.” Jawab Rio dengan senyum manisnya pula.
Rio tiba-tiba mendekatkan wajahnya ke wajah Shilla.
Shilla tercekat dan membulatkan matanya.
Rio makin mendekatkan wajahnya, sehingga Shilla bisa
merasakan desah nafas Rio.
OH GOD! Rio mau
ngapain?, batin Shilla, ketakutan.
Tapi, tiba-tiba, Rio berbelok ke telinga kanan Shilla.
“Nanti gue jemput, ya..” bisik Rio dengan lembut tepat di
telinga kanan Shilla.
Shilla langsung menghela nafasnya, lega.
Rio menaikan sebelah alisnya karena ekspresi Shilla, “Lo
kenapa?” Rio jadi geli sendiri melihat Shilla.
Shilla menggeleng-geleng pelan. Tapi masih dengan wajah
gugup dan khawatirnya.
“HUAHAHAHA…” Rio tertawa tiba-tiba, “Pasti lo ngira kalo gue
bakal cium lo, kan?”
UPP!
Shilla langsung membekap mulut Rio dengan telapak tangannya.
“Ih, Rio apaan, sih?!” ucap Shilla mengelak.
“hmbpppbpp..”
“Ngomong apaan sih? Yang bener dong, Yo.”
“hmbbrppp…”
“Yeee.. kenapa sih, lo?”
“Huap!” Rio langsung menyingkirkan tangan Shilla dari
mulutnya. “Gimana gue mau ngomong kalo mulut gue di bekep gitu sama lo?” balas
Rio.
Shilla nyengir lebar, “Hehehe..”
Rio melengos, “Eh tapi, yang gue bilang tadi bener ‘kan?”
tanya Rio sambil tersenyum jahil.
Shilla meringis, “Udah ah, gue mau masuk dulu,” ucapnya lalu
memeletkan lidahnya ke arah Rio. “Daaaahhh…” Shilla langsung berlari
meninggalkan Rio.
Rio geleng-geleng kepala melihatnya, “Sukses ya, Shill,
tesnyaaaa…” teriaknya.
Shilla yang sudah berada agak jauh darinya hanya mengangkat
ibu jarinya.
Rio berbalik badan untuk masuk kembali ke mobilnya.
Tiba-tiba, matanya melihat sebuah mobil yang taka sing,
masuk ke parkiran.
Rio memicingkan matanya, melihat mobil itu. “Kayaknya gue
pernah liat mobil itu..” ucapnya.
Beberapa detik kemudian, Rio mengangkat bahunya tak acuh.
Lalu masuk ke dalam mobilnya.’
Ah, Rio. Padahal kalau dia berusaha untuk mengingat, dia
pasti kenal dengan mobil itu.
Atau, paling tidak dia kan bisa melihat orang yang keluar
dari mobil itu.
*
Gabriel berjalan tergesa-gesa menuju kelas Shilla dan Ify.
Entah apa yang terjadi dengan cowok itu.
“Shilla..”
Gabriel melongok ke dalam kelas.
Dilihatnya hanya ada Ify disana. Sedangkan yang lainnya,
sepertinya belum masuk.
Eh tunggu! Tadi Gabriel memanggil siapa? Shilla?
Dan disini hanya ada Ify? OH TIDAAAKK!!
Ify mendongak menatap Gabriel yang masih stay di tempatnya.
“Cari Shilla?” tanya Ify dengan nada… sedikit dingin.
Gabriel jadi kikuk sendiri di situ. “Em-eu...” Lho? Kenapa
Gabriel jadi gugup.
“Dia ada di kantin.” Ucap Ify dan langsung kembali berkutik
dengan Novelnya.
Gabriel jadi merasa bersalah pada Ify.
Ify kan ‘calon tunangannya’. Tapi kenapa dia malah tanyain
Shilla?
Ify tiba-tiba mendongak lagi, “Mau ketemu Shilla ‘kan?
Kenapa masih diem disitu?”
*
Gabriel mencari-cari Shilla di tengah ramainya kantin di
pagi ini.
Matanya menerawang menatap ke setiap penjuru.
“Shilla..” panggil Gabriel setelah berhasil menemukan meja
gadis itu.
Shilla sedang duduk sendiri, sembari memakan semangkuk bubur
ayamnya.
“Eh, elo, Yel.” Ucap Shilla saat melihat Gabriel
menghampirinya.
“Sendirian, Shill?” tanya Gabriel seraya duduk di kursi di
depan Shilla.
Shilla mengangguk-nganguk sembari menggigit kerupuknya, “Ify
lagi sibuk nuntasin novel barunya. Jadi gue sendiri deh.” Jawabnya setelah
berhasil menelan kerupuk itu.
“Oh, iya ya.” Gumam Gabriel dengan suara yang sangat kecil.
“Oh, iya, bukannya lo ada tes ya, sekarang?” tanya Gabriel.
“Ah, enggak jadi. Diundur jadi jam terakhir. Gurunya labil
banget.” Jawab Shilla.
Lagi-lagi Gabriel hanya bergumam ‘O’ ria.
“Ada apasih?” tanya Shilla.
“He?”
“Kenapa lo kesini? Bukannya nemenin Ify di kelas. Kasian dia
sendirian.” Ujar Shilla lalu menyuapkan sesendok bubur ayam ke dalam mulutnya.
“Oh-uh, gue.. ada yang mau gue tanyain ke elo, Shill.” Jawab
Gabriel.
“Apaan?”
“Tadi, lo berangkat sama siapa kesini? Soalnya, pas gue mau
jemput, katanya lo udah berangkat. Sama siapa?” tanya Gabriel.
Shilla tersenyum lebar, “Sama Rio,” Jawabnya.
“Oh. Lo udah jadian sama Rio, Shill?”
“HAH?”
*
To be continued!!
0 komentar:
Posting Komentar