Blogger Widgets

Sabtu, 02 November 2013

Aku, Kamu, dan Hujan.. #Chapter 10

#Chapter 10

.
.

Rio telah sampai di depan rumah Shilla. Tapi, sepertinya ada yang aneh.
Gerbang rumahnya menjulang tinggi tetapi tidak tertutup rapat. Tunggu, tidak tertutup rapat?
Rio menggerak-gerakkan kepalanya, ke kanan, kiri, maupun depan. Mencoba melihat ke dalam.
“Tumben pintu gerbangnya terbuka sedikit. Kayaknya ada yang baru masuk, nih. Siapa, ya? Kok gak di tutup lagi?” cerocos Rio bertanya-tanya.

Rio mengangkat bahu tanda tak tahu setelah menyerah untuk melongok-longok melihat ke dalam.
Kali ini Rio memilih menunggu di mobil saja.
Rio menyenderkan tubuhnya di jok mobil. Sebenarnya, Rio bisa saja meminta pak satpam untuk membukakan gerbang lalu masuk ke dalam rumah Shilla (tentunya dengan izin dari satpam dan pembantu di rumah Shilla).
Rio mengambil handphonenya yang tergeletak di dashboard mobilnya.
Tangannya dengan lihai menari-nari diatas keypad BlackBerry nya.
Dan dia mulai sibuk sendiri dengan menenggelamkan diri di dunia maya.


Tin.. tin..
Rio sontak terlonjak kaget saat mendengar suara klakson –mobil sepertinya-, yang menganggu aktivitasnya.
Rio melirik ke sebelah kanannya –lebih tepatnya, rumah Shilla. Sebuah mobil hitam mengkilat yang tak kalah keren dengan miliknya, keluar dari pintu gerbang rumah Shilla.
Rio menyipitkan matanya. Sepertinya, ia mengenali mobil hitam itu.

“Woi! Minggir dong! Gue mau keluar nih!” lamunan Rio terbuyar. Dan benar saja! Ia tahu pemilik mobil itu. Dan dia juga sudah melihat orang yang menyembulkan kepalanya di balik kaca mobil itu. Gabriel. Ya. Gabriel.

“Ngapain dia disini juga?” gumam Rio bertanya, yang hanya di jawab angina pagi.

Gabriel sendiri, tengah tersenyum di dalam mobilnya.

Rio menjalankan mobilnya, dan menggeser sedikit seperti yang Gabriel suruh tadi.
Gabriel pun langsung keluar dari pintu gerbang dengan mobil mewahnya itu.

Rio beranjak keluar dari dalam mobilnya. dan ternyata, Gabriel juga begitu.
“Ngapain lo, disini?” tanya Rio.
“Harusnya gue yang tanya itu. Ngapain lo, disini?” sahut Gabriel.
Rio melengos. “Gue mau anter Shilla ke kampus.” Jawab Rio mantab.

“Ha?” Gabriel terlihat terkejut. “Kayaknya, lo telat deh, Yo. Gue yang datang duluan, jadi gue yang bakal anter Shilla.” Tegasnya.
“Oh, kalo gue telat, lo kenapa udah keluar sebelum Shilla masuk mobil lo? Maksudnya.. um, Shilla masih bisa milih kan buat berangkat bareng siapa.” Sahut Rio.
Gabriel tersenyum meremehkan, “Shilla jelas lebih pilih gue!”
“Oh, ya?”
Gabriel memperhatikan Rio dari bawah ke atas, lalu dari atas ke bawah, “Penampilan lo… cukup oke. Tapi.. lo itu bukan apa-apa di bandingkan gue!” tukas Gabriel.
Tajam. Ya. Tajam. Sampai menusuk ulu hati Rio. Sakit woi!
“Sebaiknya, lo jauhin Shilla deh..” tambah Gabriel.
Rio menyeringai, “Jangan mimpi, Yel. Shilla sekarang bukan milik lo lagi ‘kan? Itu artinya, siapapun berhak buat deketin dia!” tegas Rio cukup keras.
“Lagi pula.. lo kan calon tunangannya Ify, kan? Ngapain lo masih berharap sama Shilla?” sambung Rio dengan mantap.

Gabriel meringis. “Udahlah, intinya, lo harus jauhin Shilla!”
“Untuk apa?” sahut Rio cepat. “Gue berhak berteman sama Shilla!” belanya.
“Cih! Gak mungkin! Ujung-ujungnya, lo pasti suka kan sama Shilla?” sahut Gabriel.

Iya! Gue suka sama Shilla! Dan gue sayang sama dia!, jawab Rio. Dalam hatinya.
“Apapun jadinya nanti, biar waktu yang menjawab. Lagipula, itu hak gue kan?” jawab Rio.
Alis Gabriel saling bertautan, menatap Rio.

“Lebih baik, lo konsisten, Yel. Lo harus pikirkan semuanya baik-baik.”
“Lo udah putusin hubungan lo sama Shilla, dan bikin hati gadis itu sakit. Sekarang, lo pengen Shilla kembali ke pelukan lo, sedangkan  ‘Lo punya tanggung jawab pada Ify, yang sekarang adalah pacar sekaligus calon tunangan lo’.” Lanjut Rio dengan penekanan di akhir kalimat.
“Jangan kasih mereka harapan yang gak pasti. Gue harap.. lo jangan mainin hati mereka berdua. Ingat, mereka itu cewek. Dan cowok sejati gak mungkin tega nyakitin cewek.” Ujar Rio.
Detik berikutnya, Rio berbalik untuk kembali masuk ke mobilnya.

Gabriel sendiri, masih berdiri mematung di tempatnya.
Gabriel membatin sendiri, Omongan bocah itu ada benarnya juga, sih. Tapi..

“Tapi, jangan lo pikir gue bakal tinggal diem. Gue bakal pertahanin perasaan gue buat Shilla. Gue balik. Tolong antar Shilla dengan selamat.” Ujar Rio yang kini telah masuk ke mobilnya.

Rio langsung melajukan mobilnya, dan membatalkan rencana mengantar Shilla.

Shilla. Yang kini telah siap untuk berangkat, bingung karena melihat Gabriel yang tengah berdiri memandang ke jalanan komplek yang kosong.

Kok, Gabriel sih?, batinnya.

“Yel..” panggil Shilla.
“Eh?” Gabriel berbalik dan mendapati Shilla yang telah berdiri kikuk di hadapannya.
Shilla mengerutkan keningnya, “Ng.. ngapain lo disini?” tanyanya hati-hati.
“Gue mau jemput lo. Yuk, berangkat.” Ujar Gabriel seraya menarik pergelangan tangan Shilla.
“Eeeh.. tunggu!” cegah Shilla.
Gabriel menaikan sebelah alisnya. “Kenapa?” tanyanya.
Shilla menggigit bibir bawahnya, “Um.. Gue.. udah janji mau berangkat sama Rio.” Jawab Shilla.
Gabriel mengangguk-ngangguk mengerti., “Dia gak bisa datang, Shill.” Ucap Gabriel.
Shilla mengrenyit lagi. “dari.. dari mana lo tau?”
“Udahlah.. ayo cepet berangkat!” titah Gabriel seraya membukakan pintu bagian penumpang untuk Shilla.
Shilla melirik jaket di tangannya. Jaket Rio.
Kemana cowok tengil itu? Ish!, batin Shilla.
Lagi-lagi Shilla dibuat kecewa oleh Rio. Lagi!
“Ayo, Shill..” ujar Gabriel.
“Eh, iya.”

*

Rio melajukan mobilnya dengan santai. Namun ia tak begitu konsentrasi.
Pikirannya saat ini hanya dipenuhi oleh Shilla. Shilla. S
hilla. Dan Shilla.

“Sial!” umpatnya sambil memukul setir mobil. “Gabriel. Beraninya ngerendahin gue!”

Rio menggertakan giginya, sehingga terdengar decitan yang ‘ngilu’.
“Gue harus tembak Shilla secepatnya. Dan buktiin sama Gerbol, eh apa, ya? Gabriel ding, kalo gue bisa dapetin Shilla.” Ocehnya. “Dan gue yakin kok, Shilla pasti mau dan bisa jadi milik gue! Gue yakin!”

JDEEERRRR!!!

Rio merasakan jantungnya berdebar dengan kencang. Dia mengelus-elus dadanya. Lalu melihat ke kaca mobilnya.
“Petir.” Cicitnya.

Rio berpikir sejenak. “Ah! Kenapa langsung ada petir pas gue bilang ‘yakin’ ya? Mungkin Tuhan menghendaki gue sama Shilla. Hihi..” ucapnya.
Setelah itu, hujan pun turun.
Hhh.. masih pagi begini hujan sudah turun.

“Aha!” Rio menjentikan jarinya. “gue tau, gue harus lakuin sesuatu!” ucapnya. Lalu memutar mobilnya kembali kea rah rumah Shilla.

*

Shilla melirik ke arah kiri. Lebih tepatnya, kaca mobil Gabriel.
Gadis itu mendesah pelan. Jenuh juga berada semobil dengan Gabriel.
Entah kenapa, cowok itu sejak tadi hanya diam seribu bahasa.
Shilla jadi keki sendiri; kenapa cowok itu?
Coba sekarang sedang turun hujan. Membuat Shilla semakin merasa bosan.
Ah! Hujan.. ia jadi teringat kejadian, umm.. sekitar lima hari yang lalu.
Hihi.. Shilla jadi geli sendiri dan tertawa kecil mengingatnya.

Gabriel tiba-tiba menoleh saat mendengar Shilla yang cekikikan seperti itu.
Mungkin, pemuda itu bisa saja menganggap gadis di sebelahnya ini sudah tidak waras.
Shilla sendiri juga menoleh menatap Gabriel, “Eh..” ucap Shilla. Lalu ia tersenyum garing pada Gabriel.

Shilla pikir, Gabriel akan mengatakan sesuatu seperti, ‘kenapa lo?’ atau ‘udah gila, ya, ketawa-ketiwi sendiri’, atau yang lainnya. Eh, ternyata cowok itu malah langsung memalingkan wajahnya kembali ke jalanan.
Shilla mendengus sebal. Tau gitu, gak usah deh, pake senyum segala sama dia!, batinnya menggerutu.
Hh.. benar saja. Boro-boro buat berkata seperti yang disebutkan tadi. Membalas senyum Shilla saja tidak. (tolong dicatat)
ohh.. jangankan untuk tersenyum, menatap Shilla saja dengan wajah yang datar. Sekali lagi. Datar. Tanpa ekspresi. (catat lagi juga boleh)
Ada apa sih dengan makhluk itu?

Shilla kembali menyibukkan dirinya, memandangi hujan yang mulai turun dengan deras.
Rintik hujan itu, kini bagaikan pengiring diantara kebisuan yang terjadi di dalam mobil Gabriel.

“Coba aja kalo Rio yang anterin gue..” ucapnya. Sedetik kemudian, dia menutup mulutnya rapat-rapat.
Untung Gabriel tidak mendengar ucapannya itu. Hujan cukup membantu juga ternyata.

Aduh, dasar!, dia merutuki dirinya sendiri. Kenapa gue jadi kepikiran Rio mulu, nih?, batinnya.

*

Gabriel menghentikan mobilnya di parkiran sekolah.
Sekarang mereka telah sampai.

“Duh..” Shilla menatap keluar jendela. Lalu melirik Gabriel yang kini tengah membuka seatbeltnya.

“Yel, bawa payung, gak?” tanya Shilla.
Reflex Gabriel menepuk keningnya, “Duh, mampus! Gue lupa.” Jawabnya.
“Yaaahh..” respon Shilla kecewa.

Bukan apa-apa, masalahnya, jarak dari tempat parkir ini menuju kelasnya cukup jauh. Ya, gak jauh-jauh amat sih. Tapi tetep aja bisa kena hujan!

Tiba-tiba, kaca spion Gabriel menangkap seorang gadis yang tengah berjalan dengan memakai sebuah payung berwarna hijau tosca, untuk melindungi tubuhnya dari hujan.
Gabriel tersenyum lebar, lalu melirik pada Shilla.
“Shill, ada Ify tuh. Dia bawa payung. Lo bareng aja sama Ify.” Ujar Gabriel.
“lho, elo gimana, Yel?” tanya Shilla.
Gabriel menggeleng pelan, “Udah, gue sih, gampang. Tenang aja.” Jawabnya meyakinkan.

Gabriel menurunkan kaca mobilnya, dan menyembulkan kepalanya keluar.
“Fy..” panggilnya pada seorang gadis yang kini berjalan tak jauh dari mobilnya.
Gadis itu melirik kesana-sini. Mungkin bingung; siapa yang memanggil?

“Disini..” sahut Shilla yang ikut memanggil Ify.

Ify berjalan mendekat kea rah mobil Gabriel.
Dia tampak tersenyum kikuk setelah sampai di dekat mobil itu.
“Ada apa?” tanyanya. Ify sengaja mengambil tempat di sebelah Shilla. Rasanya ia belum terlalu berani dekat dengan Gabriel disaat ada Shilla juga disana.

“Shilla bareng kamu, ya, ke kelasnya. Aku lupa gak bawa payung.” Ucap Gabriel.
Shilla menelan ludahnya susah payah saat mendengar ucapan Gabriel.

Tunggu. Tadi Gabriel memanggil Ify apa? ‘Aku Kamu’?
Lalu dia memanggil Shilla apa? ‘Gue Elo?’?
Oh.. sudahlah Shilla. Mereka kan Pacaran.
APA? Pacaran??
Eh, ada apa ini? Bukankah Shilla sudah mengikhlaskan Gabriel bersama Ify? Tapi mengapa ia merasa sakit saat mengingat kalau Gabriel dan Ify kini menjadi sepasang ‘kekasih’? MENGAPAAAA??

“Shill.. Shilla..” Ify dan Gabriel memanggil ke sekian kalinya. Tapi Shilla masih diam dengan pikiran kacaunya itu.
“Shillaa..” panggil Ify lebih kencang. Mungkin suara hujan juga mempengaruhi pendengaran Shilla saat ini.
“Eh, iya, Fy.” Sahut Shilla setelah akhirnya sadar dari lamunannya.
Dilihatnya, ternyata pintu mobilnya sudah terbuka. Siapa yang membukanyaaa??!!

“Ayo, Shill. Nanti kita telat.” Ujar Ify.
“Eh, iya. Sori.” Sahut Shilla sembari keluar dari mobil Gabriel. Tak lupa, ia membawa jaket di genggamannya.

“Yuk..” ujar Shilla pada Ify.
“Kita duluan, ya.” Ucap Shilla pada Gabriel.
“Duluan, Yel.” Sahut Ify juga.
Gabriel hanya mengangguk dan tersenyum. lalu lelaki itu terdengar menutup pintu mobilnya.

“Duh, Fy, kenapa gue bisa lupa bawa payung, ya? Padahal sekarang ‘kan lagi musim hujan.” Ucap Shilla.
Ify tersenyum. “Bukannya lo emang jarang banget bawa payung, ya, Shill? Lo ‘kan lebih suka hujan-hujanan daripada harus berlindung di bawah payung.” Jawab Ify diiringi tawanya dan tawa Shilla.
“iya, juga, sih. Haha..”

Belum jauh Shilla dan Ify melangkahkan kaki mereka, tiba-tiba ada yang menghadang mereka dengan menarik pergelangan tangan Shilla.

“ADUUUHH!!” pekik Shilla.

*

Gabriel meletakkan tangannya diatas stir. Lalu meletakkan kepalanya diantara tangannya itu.
Sebenarnya, tadi Gabriel berbohong! Iya. Dia berbohong kalau dia tidak membawa payung.
Padahal, dia membawa payung yang ia simpan di belakang.
Hanya saja, ia malas untuk mengambilnya. Bukan! Bukannya tidak mau memberikan payung itu pada Shilla. Tapi, ia malas untuk ke belakang dan mengambil payung itu.
Ia masih kacau dengan pikirinnya sendiri.

sedari tadi, Gabriel memang terus memikirkan perasaannya sendiri.
Ia tau, sejak berangkat sampai sekarang sudah sampai di kampus itu waktu yang cukup lama untuk mempertimbangkan perasaan dilemanya. Tapi tetap saja, perasaan hati itu butuh waktu yang lama kan, untuk memastikan antar satu dan lainnya.
Seperti Gabriel yang tengah bingung antara memilih satu gadis dengan gadis lain.

Gabriel terus terngiang-ngiang akan ucapan Rio tadi pagi.
Sekarang, lo pengen Shilla kembali ke pelukan lo, sedangkan  ‘Lo punya tanggung jawab pada Ify, yang sekarang adalah pacar sekaligus calon tunangan lo’.

“Arrrgghh!!!” Gabriel mengerang sembari mengacak rambutnya frustasi.

“Gue harus gimanaaa!!” teriaknya.
Iya! Dia harus bagaimana?!
Disisi lain, ia masih mencintai Shilla. Tapi, disisi lainnya, ia juga –jujur saja- mencintai Ify, dan Ify adalah calon tunangannya.
Gabriel harus bagaima—

“ADUUUHH!!”

Gabriel buru-buru keluar dari mobilnya saat mendengar teriakan itu.
Ia tau jelas, itu suara Shilla!

“Shill—la.” Gabriel melongo parah saat melihat Shilla ditarik seseorang. Dia…

*

“RIO! NGAPAIN SIH, LO!” Shilla menjerit kaget saat melihat orang yang menarik tangannya tadi.
Hah? RIO?
Oh, ternyata tadi Rio bukan memutar untuk ke rumah Shilla. Tapi, ke kampus Shilla.

Tidak jauh berbeda dengan Gabriel, Ify pun melongo melihat tingkah Rio –si pemuda itu.

Rio tersenyum lebar sambil menatap Shilla.
Tadi, Rio tiba-tiba saja menarik Shilla dan langsung membawa Shilla ke dalam rengkuhannya, ia juga sedang memakai payung.
Tunggu, apa? Shilla didalam rengkuhan pemuda itu?

“EH!!” Shilla langsung menghindar dari pelukan Rio yang tiba-tiba itu.
Ah, sepertinya Rio juga tidak sadar dengan apa yang dilakukannya.

“Sori, Shill. Reflex.”alibinya.
Shilla hanya mendelik sebal. Sedangkan Ify sudah geleng-geleng kepala melihat tingkah mereka.

“Apaan, sih, lo? Main tarik-tarik gitu segala?!” tanya Shilla sedikit sewot.
Rio nyengir, “Enggak. Cuma pengen surprize aja.” Jawabnya.
Surprize?”
“Ya, lagian ‘kan kasian, um..” Rio melirik Ify sebentar, nampak mengingat-ingat. Lalu mengangguk-ngangguk aneh. “kan kasian kalo Ify sepayung berdua sama lo. Badan lo kan mbul (dibaca:berisi), ntar Ify gak kebagian payung gara-gara tubuh lo kebagian banyak.”
“IIIHHH Riooo!!!!” Shilla langsung mencubit pinggang Rio dan memutar cubitannya. Membuat cowok itu merintih kesakitan.
“Aduh.. aduuh.. sakit, Shill.” Rengeknya.
“Rasain tuh!”
Ify semakin geleng-geleng kepala dan tersenyum sendiri melihat tingkah dua makhluk itu.

“Udah, ayok! Bareng gue aja.” Rio langsung merangkul Shilla.
“Ah elo, gue kan lagi ngambek sama lo!” sahut Shilla dengan wajah yang dibuat sejengkel mungkin.
“Lha, kok ngambek?” tanya Rio merasa bersalah.
“Abisnya, lo PHP mulu!” sahut Shilla.
“Yaudah deh, Maaf. Sebagai gantinya, ayo gue anter.” Jawab Rio dengan menaik-turunkan alisnya.
“Haha, iyadeh!” jawab Shilla pasrah.
“Yaudah, Fy, kita duluan, ya.” Ucap Rio.
Ify tersenyum dan mengangguk.
“Maaf, ya, Fy, gue duluan. Cowok rese lagi seneng banget deh pengen ngeselin gue, mulu.” Cerocos Shilla.
“Iya-iyaaa..” jawab Ify sambil tertawa geli saat melihat Rio yang menjitak Shilla karena ucapan Shilla tadi.

“Adaaww!! Sakit, RIO!!” pekik Shilla.
“Biarin. Wlee..” jawab Rio dengan menjulurkan lidahnya.
Shilla sendiri langsung membalas dengan memeletkan lidahnya juga.
Rio langsung menjawil hidung Shilla. Membuat gadis itu meringis susah bernafas, dan menimbulkan warna merah di hidungnya itu.
“Cowok rese!”
“Cewek gila!”
Pasangan aneh!

Tak jauh dari situ, Gabriel masih memperhatikan mereka.
Tiba-tiba, Ify menoleh ke belakang dan melihat Gabriel sedang berdiri di samping mobil Gabriel dengan memakai payung.
Mata Ify membulat tapi dengan senyum bingungnya menatap payung itu.
Oh tidak! Sepertinya Gabriel sudah kepergok berbohong!

Tak lama kemudian, Gabriel mengembangkan senyumnya.

“Kayaknya, gue udah temukan jawabannya.” Ucapnya dengan tersenyum misterius.


*

Bersambung...

*

follow me on twitter : @murfinurh_

Aku, Kamu, dan Hujan.. #Chapter 9

Chapter #8

.
.
Shilla mematut dirinya di depan sebuah cermin besar, yang tertempel di dinding kamarnya.
Shilla mendesah pelan.
Beberapa baju telah ia coba. Tapi, rasanya belum ada yang pas di tubuhnya, untuk ia pakai sore ini.

Shilla melirik meja kecil yang ada di hadapannya. Lebih tepatnya  sebuah meja rias.
Benda mungil yang ia simpan di atas meja itu bergetar. Shilla buru-buru mengambilnya.

“Halo..” Ucap Shilla menyambut telfon itu.
“Halo, Shill. Lo lagi apa sekarang?” kata sebuah suara di seberang sana.
Shilla kembali melihat baju-bajunya yang berserakan di atas tempat tidurnya. Sembari memilih-milih. “Gue... Emangnya lo udah ada dimana, Yo?” bukannya menjawab pertanyaan dari Rio, ia malah melemparkan sebuah pertanyaan pada pemuda itu.

“Lho, kok malah balik nanya, sih?” sahut Rio. Shilla terkekeh pelan. “Gue baru keluar dari rumah nih. Otw ke pintu gerbang komplek. Hehe..” sambungnya.
Shilla tersenyum puas saat menemukan sebuah ide, untuk hanya memakai baju santai saja. Jeans dan baju kaos.
“Oh, bagus kalau begitu.” Jawab Shilla. “Emang kita mau nonton apaan, sih?”
“Lo maunya nonton apa, emang?” tanya Rio.
“Ya elo maunya apa, Yo?”
“Kok daritadi kita malah saling lempar tanya, sih?” Rio tertawa, begitupun dengan Shilla.
“Dandan yang cantik ya, Shill.” Ujar Rio.
“Lha? Emangnya kenapa? Bukannya kita Cuma mau nonton doang ya? Masa harus dandan-dandan segala?” Tanya Shilla.
Rio melengos, “Emangnya lo mau dandan biasa-biasa aja?”
“Gue sih mau bagaimanapun pasti tetep aja keliatan cantik!” jawab Shilla dengan bangga.
“Iya, sih..” kata Rio pelan.
“APA??” sahut Shilla.
“Eh, gakpapa.”
“Lo udah nyampe mana?”
“Buset!”
Shilla menjauhkan handphonenya dari telinganya. Suara Rio terdengar memekik sekali.
“Kenapa, Yo?”
“Duh, masa pas gue baru keluar gerbang, pas nyampe jalan raya, ternyata langsung macet.” Kata Rio.
“Wah, berarti sekarang ada pergantian lagu, Yo.” Sahut Shilla.
“Maksud lo?”
“Iya, dulu kan ‘Macet gara-gara si Komo lewat’. Lha, sekarang jadi ‘gara-gara si Rio lewat’, wkwkwk..” Shilla langsung tertawa terbahak.
“Wah enak aja, lo! Haha..” sahut Rio.
“Yaudah deh, palingan bisa jadi agak maleman dikit gue sampe. Gapapa kan?”
Shilla mengangguk. Sedetik kemudian, ia tersadar kalau Rio tak bisa melihat anggukan kepalanya.
“Iya deh. Lagian, gue juga mau nonton drama Korea dulu. Hihi..”
“Sejak kapan lo suka drama Korea?”
“Enggak juga sih.. Cuma mau ikut si mbok aja nonton drama Korea.”
“Pembantu rumah tangga lo gaul, Shill. Haha..”

**

Rio menggigit ujung bibirnya, setelah menutup telfon dengan Shilla. Lalu menoleh ke lelaki di sebelahnya.
“Masih mau ngajak jalan Shilla?”
“Ck!” Rio berdecak kesal.
Sebenarnya, tadi ia bohong pada Shilla. Jalanan tidak macet. Bahkan sangat lancar.
Saat ia keluar dari gerbang komplek perumahannya, tiba-tiba ia dihadang oleh sebuah mobil berwarna silver. Mobil yang pernah Rio lihat sebelumnya.
Dan ternyata, itu mobil Gabriel.
“Sebenernya, apasih mau lo?” tanya Rio.
Gabriel tersenyum miring. “Kayaknya, lo pasti tau.” Jawabnya.
Rio semakin tak mengerti dengan lelaki dihadapannya ini.
Rio membenarkan kerah kemejanya. “Lo masih sayang sama Shilla?” tanya Rio dingin.
“Tentu saja.”
Iya, tentu saja! Tentu saja bukan jawaban itu yang ingin Rio dengar.
“Lo kan udah punya Ify.” Sahut Rio dengan nada agak meninggi. Kesal juga jadinya.
Gabriel menaikkan bahunya, tak acuh.
“Gue Cuma ngingetin lo aja, Yo. kalau sampai lo tetep deketin Shilla, lo bakal tanggung sendiri akibatnya.” Ujar Gabriel tajam. Lalu lelaki itu berbalik, seraya membuka pintu mobilnya.
“Dan gue gak takut sedikitpun sama ancaman lo itu!” sahut Rio tegas.
Gabriel tersenyum licik, “Oh ya? Meskipun Shilla juga jadi korbannya?”
DEG!!
Rio jadi deg-degan dan khawatir sendiri. “Maksud lo apa?”
“Nothing.” Jawab Gabriel, dan langsung masuk ke dalam mobilnya, dan melaju meninggalkan Rio yang masih bingung dengan fikirannya.

**

Shilla tertawa sendiri melihat tingkah pembantu rumah tangga di rumahnya itu. Si mbaknya yang kira-kira berusia 35 tahun ini memang sangat menggemari serial Drama Korea. Saking gemarnya, si mbak yang bernama Pipit yang ingin dipanggil Vita itu –OH NO!-, sampai-sampai sangat heboh saat menonton. Hebohnya, tidak lain karena melihat pemain-pemainnya yang tampan.
“Mbak, gak usah heboh gitu dong, mbak. Pemainnya emang ganteng-ganteng, tapi mbak inget dong sama Suami dan anak-anak mbak.” Ucap Shilla, sambil mencoba menahan tawanya.
“Ya, si non. Itusih jangan diomongin di saat-saat kayak gini. Saya emang suka lupa diri kalau lihat yang ganteng.” Jawab si Mbak.
“Hahaha..” tawa Shilla semakin meledak.

Drrt.. Drrt..

Shilla merasakan sebuah getaran di sebelahnya. Oh, handphonenya. Ada sebuah pesan yang masuk.
Shilla tersenyum kecil saat melihat nama pengirim pesan singkat tersebut.
Dari siapa lagi, kalau bukan dari Rio.

Shilla tidak buru-buru membuka pesan singkat tersebut. Ia malah langsung mengambil cardigan berwarna cokelat miliknya, dan memakai tas kecilnya.
“Mbak, mbak nonton sendiri, yaa. Dadaaaa..” ucapnya dan langsung saja pergi tanpa meminta persetujuan dari si Mbak.

“Nananana..” senandungnya tidak jelas, seraya berjalan menuju pintu depan.
Jemarinya mulai menyentuh layar handphonenya, untuk membuka pesan singkat yang dikirim Rio tadi.
Shilla membuka pesan singkat tersebut, dan..

From : Rio
17.30
                          
Shill, sori, ya. Soriiiii banget! Gue harus batalin acara nonton kita. Nyokap gue nyuruh gue jemput dia di Bandara. Sori ya, Shill. Ini mendadak banget lho, sumpah. :(

Seketika, raut wajah Shilla berubah menjadi muram. Ada rasa kecewa dalam hatinya.
“Tau gitu, mending terus nonton sama si Mbak, deh.” Ucapnya seraya berbalik, dan kembali masuk ke dalam rumah.
“Rio PHP (Pemberi harapan palsu), ih!”

**

Rio menarik nafasnya lega setelah melihat pesannya berhasil terkirim pada Shilla.
Sebenarnya, ia tidak takut dengan ancaman Gabriel tadi. Tapi, kalau difikir-fikir, mencegah lebih baik daripada memperbaiki-kan? Jadi, Rio memilih untuk membatalkan acara nontonya.
Lagipula, soal Mamanya yang minta di jemput itu, ia tidak berbohong kok. Sebelum ia mengirim SMS pada Shilla, ia memang menerima telfon dari Mamanya, yang baru pulang dari Singapura itu.
Dan itu memang mendadak. Mamanya memang selaluuu begitu.
Rio mulai melajukan mobilnya. pastinya, menuju ke Bandara.

**

Gabriel hanya berdiam diri, sambil duduk di sebuah kursi yang ada di beranda kamarnya.
Sepulang dari tempat Rio tadi, ia mendapati, em.. hal buruk. Mungkin.
Mamanya mengatakan, kalau calon mertuanya, eh, maksudnya Ayah Ify, ingin mempercepat acara pertunangan mereka.

“Shit!” umpat Gabriel penuh kekesalan.
Jujur saja, ia belum siap. Ia belum siap untuk bertunangan dengan Ify.
Terlebih lagi... karena gadis yang ia cintai bukan Ify. Tapi.. Shilla.

“Arrgghh!!” Gabriel mengerang frustasi, dan mengacak-acak rambutnya sendiri. Memikirkan dua gadis itu, membuatnya jadi sangat sensitive.
Ia masih mencintai Shilla. Sangat mencintainya. Tapi, disisi lain, ia dijodohkan dengan gadis lain. Tentunya Ify.
Dan rasa yang sempat Gabriel pikir, tak akan pernah datang kepadanya, ternyata kini sudah menjalar didalam hatinya. Perasaan aneh ketika bersama Ify. Tapi, ia selalu berusah untuk tetap menyangkal perasaan itu. Dan tetap memperkokoh perasaannya terhadap Shilla. Egois memang. Dan sangat tidak adil bagi Ify.

Tik.. Tik..

Gabriel mendongakkan kepalanya, saat mendengar suara rintik air.
Butiran air dari langit itu, perlahan mulai turun satu persatu. Hingga tak lama, mulai menjadi sebuah gerombolan butir air yang berdesakkan turun membasahi permukaan bumi.

Suara hujan itu, membuat Gabriel menaikan sedikit garis bibirnya.
Gabriel berjalan mendekati pagar (?) di ujung beranda kamarnya. Ia mengulurkan kedua lengannya, dan menengadahkannya. Mencoba merasakan dinginnya air hujan yang kini sudah berkumpul di telapak tangannya.
Ia suka hujan. Sama seperti Shilla. Tapi terkadang, saat ini hal itu lah yang membuatnya juga membenci hujan. Hujan mengingatkannya pada Shilla. Dan seharusnya, ia segera melupakan gadis itu bukan?
Sebenarnya, bukan melupakan. Hanya ingin melenyapkan sebuah rasa cinta untuknya.

“Gue rasa, gue orang paling munafik dan egois di dunia ini.” Ucap Gabriel datar.
Tatapannya tertuju pada rintik-rintik hujan yang semakin lama semakin deras.

“Yel...”
Gabriel menoleh dengan cepat saat mendengar seseorang memanggil namanya.

“Mama?” sahutnya saat mendapati Mamanya yang sedang berdiri tak jauh dibelakangnya.

Mama melipat kedua tangannya didepan dada. “Kamu lagi ada masalah?” tanyanya, kepada anak semata wayangnya itu.
Ingin sekali Gabriel mengatakan “Ya” pada Mamanya. Tapi, Gabriel bukan tipe orang yang terbuka kepada Mamanya. Ia merasa, jika seorang anak laki-laki curhat kepada sang ibu, itu akan terdengar aneh. Padahalkan itu sah-sah saja bukan? Dasar Gabriel.

“Enggak kok, Ma.”
“Gak usah bohong.” Sela Mamanya cepat. “Mama tau dari raut wajah kamu, Yel.”
Gabriel langsung meraba pipinya. Ah, masa iya wajahnya sangat menunjukkan kalau ia sedang stress seperti ini. Memalukan.
“Apa ada yang bisa mama lakukan buat bantu kamu?” tanya Mama lagi.
Gabriel menggeleng, “Gak usah, Ma. Gabriel pasti bisa atasi sendiri kok.” Jawabnya.
Mama menghela nafasnya, “Ya sudah kalau kamu memang mau menutupinya.” Ucapnya. “Tapi, kamu gak perlu berfikir bahwa kamu orang yang paling munafik dan egois di dunia ini. Karena, bukan hanya kamu yang merasa seperti itu.” Sambungnya.
Glek!
Jadi Mama tau kalau Gabriel mengatakan hal itu? Sejak kapan sih Mama ada dibelakang Gabriel?

Mama gabriel jadi tersenyum sendiri melihat Gabriel yang shock seperti itu. Wanita paruh baya itu kemudian membalikkan tubuhnya. “Oh, ya, tadi ada teman kamu yang menelfon ke telfon rumah.” Ucapnya lagi. “Katanya, dia pengen ketemu kamu, habis maghrib nanti.”
“Hah, siapa?” tanya Gabriel.
“Kalau gak salah... namanya Cakka.”

**

Shilla melipat mukenanya dengan rapi, setelah selesai mengerjakan Sholat Maghrib.
Lalu, ia melirik ke arah jendela kamarnya yang terpampang besar.

“Hujannya awet banget.” Ucap Shilla seraya menyimpan alat sholat itu ke tempatnya.
Ia berjalan mendekati jendela tersebut.
“Harusnya gue lagi teriak-teriak nih sama Rio pas nonton.” Ucapnya. Ia menghela nafas sesaat, “Eh, teriak-teriak? Emangnya gue mau nonton apa? Horror? Idiiih serem! Gak mau!” Lanjutnya, sambil bergidik ngeri.
Shilla kemudian memeluk tubuhnya sendiri, sambil mengusap-ngusap lengannya.
“Dingin bangeet! Ini hujan gak capek apa?”

Tok... Tok... Tok...

Shilla membalikkan tubuhnya kea rah pintu kamar.
“Sebentar..” teriaknya, seraya berjalan cepat untuk membuka pintu kamarnya.

“Ada apa, mbak?” Tanya Shilla pada mbak Pipit yang baru saja mengetuk pintunya itu.
“Ini non, tadi handphone si non ketinggalan di sofa. Terus, tadi bunyi-bunyi gitu beberapa kali. Saya mau kasih, tapi non Shilla kan lagi sembahyang.” Jelasnya panjang lebar.
“Duh, kok bisa ketinggalan ya? Yaudah, makasih ya, mbak.” Jawab Shilla seraya mengambil alih handphonenya.
Shilla menutup pintu kamarnya kembali, setelah mbak Pipit pergi.
Ia melirik layar handphonenya.

25 missedcall
11 message

“Buset! Pantes aja si mbak bilang bunyi terus.” Komentar Shilla setelah melihat tulisan tersebut di layar handphonenya.
8 diantara panggilan tak terjawab, adalah dari Rio. 6 diantaranya dari Gabriel. Sedangkan 11 lainnya dari sebuah nomor yang tak dikenal.
4 diantara pesan singkat yang masuk dari Rio. 4 diantaranya dari Gabriel. Sedangkan 3 lainnya dari nomor yang tak dikenal tadi.

Shilla mengerutkan keningnya.
“Gabriel sama Rio.. sms di waktu yang sama?” tanyanya, lebih tepatnya pada dirinya sendiri. “Dan yang lebih parah.. nomor gak dikenal ini juga sms diwaktu yang sama? Ada apa nih?” lanjutnya.
“Duh, ini nomor siapa pula?!”
Shilla langsung membuka pesan singkat yang dikirim oleh nomor tak dikenal itu terlebih dahulu, sebelum membuka pesan singkat dari Gabriel dan Rio.

From : 085313xxxxxx
18.05
Selamat malam, Cantik :)

From : 085313xxxxxx
18.11
Masih inget aku kan, cantik? Aku yang selalu mencintai kamu :)

From : 085313xxxxxx
18.14
Cantik, sampai kapanpun, aku akan menghancurkan siapapun yang berani mendekatimu! Sekalipun taruhannya nyawa. Karena, itu sebagai bukti bahwa aku yang paling mencintaimu. I miss u.

DEG!!
Jantung Shilla terasa berhenti berdegub seketika.
“Orang ini....” ucapnya menggantung.

**

“Ma, Rio ada urusan dulu nih. Rio pergi dulu, ya.” Pamit Rio tanpa basa-basi setelah ia sampai dirumahnya dengan mengantarkan mamanya.
“Hey, kamu kan baru sampai, nak.” Ujar Mamanya.
“Iya, tapi Rio ada urusan penting nih. Bentar ya, Ma. Bentar deh.” Ucapnya lagi.
Ia langsung saja memarkir mobilnya untuk keluar, dari gerbang rumah.
“Dada mamaaaaah…”

Rio melakukan ini bukan tanpa alasan. Tadi, ia melihat sesuatu di dekat taman kota.
Ia melihat dua orang lelaki yang sedang, umm, bicara penting sepertinya. Salah satu diantara dua orang itu, adalah orang yang Rio kenal. Gabriel. Ya, lelaki itu adalah Gabriel.

“Umm, kayaknya sebelumnya gue pernah liat tuh cowok, yang sama Gabriel tadi deh.” Ucap Rio. “Mereka lagi ngapain ya? Gue jadi curiga.” Lanjutnya.
Hei! Jangan menganggap Rio kepo dan sebagainya, ya! Tapi ia juga tak mengerti mengapa ia begitu penasaran dengan apa yang dilakukan oleh Gabriel dengan temannya itu.

Tak sampai 5 menit, ternyata Rio sudah sampai di Taman Kota. Ia menghentikan mobilnya tepat di dekat sebuah mobil berwana silver. Yang ia ingat, itu mobil Gabriel tadi.
Gabriel dan temannya itu masih ada disana ternyata.
Rio segera keluar dari mobilnya, lalu berjalan mengendap untuk mendekati Gabriel dan ‘temannya’ itu.

“Oh, ya? Lo pikir gue bakal dengan mudah ngelepas Shilla untuk lo?”
“Tentu saja! Masih inget kan sama ancaman gue?”
“Persetan dengan ancaman lo itu! Gue gak takut!”
“Oke! Mungkin lo gak takut! Tapi, gue akan nyerang si cowok jelek itu!”
Rio memperhatikan teman Gabriel yang kini berjalan meninggalkan Gabriel.
“Cowok jelek?” tanya Rio pelan. “Pasti bukan gue! Gue kan ganteng.” Sambungnya dengan senyuman bangga.

“Sial!! Gue gak akan biarin lo lakuin apapun, psikopat gila!” umpat Gabriel dengan menendang sebuah botol kaleng minuman. Lalu, ia berjalan menuju mobilnya yang terparkir tak jauh dari tempatnya berdiri tadi.
Sedangkan, Rio segera bersembunyi dibalik pohon besar, agar Gabriel tidak mengetahui keberadaannya.

Gabriel sendiri, jadi merasa ada sesuatu yang aneh. Contohnya, ada sebuah mobil hitam yang terparkir di sebelah mobilnya. padahal, setaunya tadi tidak ada.
Ah, entahlah. Ia tak peduli.
Gabriel langsung masuk saja, dan melajukan mobilnya.

**

Rio langsung terjun ke tempat tidurnya, setelah sampai dikamarnya.
“Kangen Shilla, ih.” Ucapnya.
Padahal, hari ini ia sudah bertemu Shilla. Ya, walaupun tidak terlalu lama. Setidaknya, ia sudah melihat gadis berparas cantik itu kan?
“Kok, dia gak bales sms gue, ya?”
Rio langsung mengambil handphonenya yang ia simpan di saku jaketnya. Dan mengirim sebuah pesan singkat kepada Shilla.

To : Shilla cantik :*
Shill, lagi ngapain? Kamu gak marah kan karena nontonnya batal? Maaf ya, aku bener-bener minta maaf :(

Send!

Rio tersenyum puas karena tak lama mendapat balasan sms dari Shilla.

From : Shilla cantik :*
Enggak, gue gak marah kok. Biasa aja. Kenapa lo tiba-tiba pake panggilan ‘aku kamu’, Yo?

GLEK!
Rio meneguk ludahnya. Benar juga. Kenapa ia jadi pakai ‘aku kamu’? ah sudahlah! Terlanjur basah. Lanjutkan saja! Hehe..

To : Shilla cantik :*
Oh, syukur deh kalo gitu. Hehe, aku juga gak tau. Yaudahlah, gapapa :D
Oiya, besok aku anter kamu ke kampus, ya, Shill.

Setelah itu, pembicaraan terus berlangsung hingga cukup larut malam.

**
TBC :)

@murfinurh_

Rabu, 25 September 2013

Aku, Kamu, dan Hujan.. #Chapter 8

#Chapter 8

Rio menengok ke belakang. Merasa ada yang aneh.
“Kayaknya, ada yang lagi liatin gue deh..” ucapnya sambil lirik kanan kiri.
Rio menggelengkan kepalanya, dan berjalan kembali untuk masuk ke dalam mobilnya.

BRAKK!!
Rio berhasil menghempaskan tubuhnya ke kursi dibelakang kemudi.
“Tidur siang enak, nih..” ujarnya diiringi senyuman yang lebar.

Tiba-tiba, Rio melirik kaca spion mobilnya, saat merasa melihat sekelebat (?) bayangan yang tiba-tiba melewati mobilnya.
“Siapa tuh?” ucapnya. Sejurus kemudian, Rio mengangkat bahunya. Tak perduli dengan hal ini. Lalu ia menenggelamkan diri dengan bersandar di sandaran kursi mobilnya, dan terlelap.

Oh tidak!
Rio! Cepat bangun, Yo! Bangun!
Rio banguuuuun!!!

“Rasain lo!”
Oh, Rio! Se-nyenyak itukah tidurmu? Sampai kamu tidak menyadari, bayangan tadi ternyata seseorang, yang kali ini telah berhasil membuat ban mobilmu bocor!
Ah, Rio...

*

Ada yang aneh... Shilla merasa ada sesuatu hal yang buruk.
Entah itu apa. Shilla tidak tahu.
Shilla melirik Ify  di sebelahnya.
Tumben sekali, gadis itu kelihatannya sedang tidak focus memperhatikan pelajaran di depan, (walaupun Shilla tau, dia juga sedang tidak focus).

Shilla memperhatikan Ify yang terlihat.. agaknya murung, sambil menunduk ke bawah. Lebih tepatnya, Ify memperhatikan layar handphonenya.

“Kenapa, Fy?” Sahut Shilla bertanya. Rasanya, bibirnya sudah gatal sekali untuk bertanya pada sahabatnya itu.

“Eh..” Ify menyadari Shilla memperhatikannya. Buru-buru ia menggeleng, “Gak kenapa-napa, Shill.” Jawab Ify dengan senyumnya yang terlihat... canggung?
Shilla menaikan sebelah alisnya saat melihat Ify yang terlihat buru-buru menyembunyikan handphonenya dari Shilla.
Shilla menggeleng pelan, “Gak mungkin, Fy. Pasti ada apa-apa. Iya, kan?” Shilla menyipitkan matanya menyelidik.
Ify menghembuskan nafasnya.
Memang susah ya, jika berbohong pada sahabat sendiri.
Mau, bagaimanapun, tetap saja sahabatmu itu ingin tau yang sebenarnya.

Masa iya, aku harus kasih tau hal ini ke Shilla?, batin Ify.

“Fy...” Panggil Shilla. Masih memasang muka ingin tahunya.
“Eh.. itu, anu..”

“Shilla, Ify! Sedang apa kalian?!”
Shilla dan Ify langsung mendongak dan mebenarkan posisi duduk saat mendengar Dosennya yang memanggil.

“Bukan apa-apa kok.” Jawab Shilla mewakili.
Gadis itu lalu kembali berkutik dengan buku dan memperhatikan penjelasan dari dosennya.

Ify sendiri, malah kembali menunduk. Ia memperhatikan kembali layar handphonenya itu.
Lalu menghembuskan nafasnya dengan berat.

From : Daddy

Fy, Daddy dan Ayahnya Gabriel sudah memutuskan, kamu dan Gabriel akan segera melangsungkan pertunangan sekitar 2 minggu lagi.
Kamu pasti senang bukan?
I love you, my little daughter..

*

“Baik, cukup untuk pelajaran hari ini. Jangan lupa kerjakan tugas kalian! Selamat siang.”

Shilla memijit pelipisnya yang terasa berdenyut.
“Kenapa, lo?”
Shilla menoleh pada Ify yang berseru tadi, “Gue pusing.” Jawab Shilla.
“Ha? Kalo gitu, ayo kita ke UKS.” Ujar Ify.
Ify beranjak dari duduknya, dan mencoba untuk membantu Shilla berdiri.

“EH, Fy!” Seru Shilla yang menghentikan niat Ify tadi.
“Gue bukan pusing gara-gara sakit. Gue pusing gara-gara kebanyakan tugas, non!”
Ify langsung nyengir lebar, “Sori, gue kira lu sakit.” Ucapnya.
“No what what.” Jawab Shilla. Ify hanya mengangguk-ngangguk saja karena jawaban aneh Shilla itu.
“Yuk ah, balik! Udah sepi nih kelas.” Ucap Shilla.
“Jangankan kelas, kampus aja udah mulai sepi.” Sahut Ify.
“Kok aneh?” sahut Shilla.
“Aneh apanya?” tanya Ify tak mengerti.
“Eh, gak jad—UPPP!!”
“Shill—UPPP!!!”

“Apa-apaan ini!!!” Shilla memberontak dari seseorang.
Saat di tikungan (?) tadi, tiba-tiba ada yang membekap mulut Shilla dan juga Ify! Dan menahan tubuh mereka.
Kira-kira, sekitar empat orang.
“Siapa kalian?” Ify juga memberontak!
“Gak usah banyak omong! Cepet bawa mereka!” titah salah seorang dari mereka, yang Shilla yakini adalah boss mereka.
Tapi, siapa itu? Shilla tidak bisa melihat siapa orang itu! Ify juga begitu.
Dan tiba-tiba, semuanya gelap…

*

Gabriel melirik jam tangannya. Ia berjalan dengan tergesa-gesa.
“Sial!” Gabriel menggenggam handphonenya dengan kuat.
Tadi, Gabriel menerima sms entah dari siapa, yang jelas, sms itu berisi pesan yang sangat meng- eu.. menjijikan menurut Gabriel.
Orang itu, menyuruh Gabriel untuk ke taman belakang, jika ia mau dua orang gadis yang di sandera oleh ‘si sms misterius’ itu di bebaskan.
Dan Gabriel yakin, dua orang gadis itu adalah Shilla, dan Ify.

“HEY!!” Gabriel berteriak pada sebuah gerombolan di pojok taman. Ia yakin, mereka adalah orang-orang yang menyandera (?) Shilla dan Ify.
Beberapa diantara mereka menoleh.
Mata Gabriel melebar saat melihat siapa yang ada diantara mereka.
Sedangkan Shilla dan Ify merasa lega saat mengetahui Gabriel datang.

“Selamat datang, Gabriel..” ucap orang itu dengan nada meremehkan!
Rahang Gabriel mengeras. Tangannya mengepal dengan kuat.

“Lepasin mereka, Cakka!!” teriak Gabriel.
Ha? Oh.. ternyata Cakka pelakunya!
“Oh.. santai dong, boss.” Ucap Cakka.

Gabriel menghampiri mereka.
Tiba-tiba saja, ia di hadang oleh dua orang!
Oh, Sion dan Riko. Gabriel terseyum remeh.
“Mau apa kalian?” ucapnya sok tidak tahu.
“Kalo lo mau nyelametin mereka, lawan kita dulu!” jawab Sion dengan mantap.
Lagi-lagi Gabriel tersenyum remeh.
Dan..
BUG!
Satu jurus saja, Sion berhasil dibuat tersungkur olehnya.
Riko memandangnya tajam, dan..
BUG!!
Riko yang tadinya mau melawan, malah terkena pukulan dari Gabriel duluan.

Gabriel menepuk-nepuk telapak tangannya (?) untuk membersihkannya dari.. darah Riko dan Sion.
Riko dan Sion sendiri meringis kesakitan karena bogem mentah dari Gabriel yang membuat sudut bibir mereka mengeluarkan darah.

“Gak sia-sia Taekwondo gue udah sabuk merah.” Ucap Gabriel bangga.
“Sabuk merah aja bangga!” sahut Septian yang kini masih setia memegangi Shilla dan Ify.
Gabriel mengangkat sebelah alisnya. Cakka mau nyulik kok niat gak niat gini sih? Kenapa Shilla dan Ify gak di taliin di sebuah kursi, kayak di film-film? Eh, ini malah di pegangin sama Septian begitu. Haha, dasar aneh!, batin Gabriel. Ia jadi tertawa kecil.
“Heh ngapain lo senyum-senyum begitu?” sahut Cakka yang melihat tingkah aneh Gabriel.
“Mau lo apa sih, Cak?” sahut Gabriel yang tak memperdulikan pertanyaan Cakka.
“Yang gue mau?” Cakka berjalan mendekati Gabriel. Lalu cowok itu beralih ke telinga kanan Gabriel.
Gabriel sendiri sudah panas dingin gara-gara tingkah Cakka itu. Ih.. mau ngapain sih, ni anak?

“GUE MAU SHILLA!!!” Tegas Cakka tepat di sebelah telinga kanan Gabriel.
Gabriel menyeringai. “Gak akan pernah bisa!!” tegasnya dengan penuh tekanan.
BUG!!!
Satu bogem berhasil mendarat di pipi kiri Gabriel.
Tak mau ketinggalan, Riko dan Sion bangkit kembali. Dan membantu Cakka untuk menghabisi Gabriel.

“Gabrieeeel!!!” teriak Shilla dan Ify khawatir. Namun sayang, cengkraman Septian di tangan mereka sangat kuat! Sulit untuk di lawan.

Duh, Rio mana sih? Yo.. cepet sini, bantu Gabriel…, batin Shilla.

BUG!!!
Gabriel tak mau kalah, ia membalas pukulan Cakka dan teman-temannya itu.
Dan terjadilah baku hantam diantara mereka.

“Shilla, Ify, cepat larikan diriii!!!” teriak Gabriel memerintah pada Shilla dan Ify.
“Tapi elo gimana, Yel?” sahut Ify.
“Tinggalin gue! Cepet pergi!!!” sahut Gabriel.
“Ayo, Fy..” ujar Shilla.
Ify mengangguk lalu…
“AAAAAA….” Septian berteriak hebat saat merasa tangannya kesakitan karena di gigit oleh dua gadis cantik itu, yang kini Septian anggap adalah Drakula karena gigitan mereka yang mantap.
“Sial! Jangan kabur kalian!!!” teriak Septian yang mencoba mengejar Shilla dan Ify yang kini mulai menjauh.
Gabriel sendiri masih bersikeras melawan Cakka, Riko, dan Sion.

*

Tok.. Tok.. Tok..
TOK.. TOK.. TOK.. TOK…

Rio terbangun dari tidurnya saat menyadari suara ketukan yang keras di kaca mobilnya.

“Hoaaammm…” Rio merenggangkan tubuhnya. lalu mengucek matanya perlahan.
Ah, berapa lama anak ini tertidur? Sampai ia sepertinya tidak menyadari hal apapun  yang terjadi selama ia tidur.

Rio melirik kaca di sebelahnya.
Disana, ada seorang gadis cantik yang sedang mengetuk kaca mobil Rio –sedari tadi-.
Rio tersenyum lebar melihat gadis itu malah memanyunkan bibirnya.
“Hallo, Shill..” Ucap Rio.
Shilla tidak menghiraukan ucapan Rio.
Rio sendiri bingung melihat mulut Shilla cuap-cuap tidak jelas di luar sana.
Sedetik kemudian, Rio menepuk jidatnya.
Bodoh!

Rio langsung membuka pintu mobilnya. Shilla pun agak mundur dari pintu mobil Rio.

“Duh, sori, Shill. Gue kelupaan hehe...” ucap Rio merasa bersalah.
“Iyadeh, sebodo. Yang jelas, sekarang lo harus bantu Gabriel! Sekarang!” ujar Shilla penuh penekanan.
“Gabriel? Kenapa dia?” tanya Rio.
Shilla menepuk jidatnya. “Udah, buruaaaan..” titahnya.
Alis Rio bertautan melihat Shilla yang berkata seperti itu. Dari nada bicaranya, Shilla terdengar seperti minta tolong secepatnya.
Ada apa sih?
Rio berkutik dengan perasaan bingungnya sendiri.

“Yo, kenapa bengong? Udah cepet anter Shilla pulang, sana.”
Ah, Rio baru menyadari ternyata ada Ify yang berdiri di samping Shilla.

Shilla menoleh cepat pada Ify,  “Kok lo nyuruh gue pulang sih, Fy? Gabriel gimana?” tanya Shilla tak terima.
“Gue yakin Gabriel baik-baik aja. Mendingan lo pulang sana, Shill. Biar aman.” Ujar Ify.
“Lha, elo gimana, Fy?”
“Gue mau tunggu Gabriel aja, Shill.” Jawabnya.

“Ada apa sih, Fy? Kok kayaknya kalian ketakutan banget gitu?” Tanya Rio pada Ify.
Shilla dan Ify sama-sama menggelengkan kepala.

“Udah, ayo cepet cabut!” Titah Shilla yang langsung memutari mobil Rio, dan membuka pintu penumpang, dan duduk dengan manis.
Rio mengangkat bahunya. “Lo mau bareng, Fy.” Tawar Rio, yang sebenarnya.. bertanya sih.

“Enggak! Udah buruan sana!” Ify mendorong tubuh Rio, sehingga pemuda itu berhasil masuk ke dalam mobil.

Ify sendiri langsung berlari ke arah Gabriel yang ternyata, baru saja berjalan memasuki area parkir.
Rio memperhatikan mereka berdua.
Lebih tepatnya, memperhatikan Gabriel. Cowok itu jalannya terlihat tergopoh-gopoh. Dan wajahnya juga... bonyok?  Ada apa sih?
Hello… siapapun, please kasih tau gue, apa yang sebenarnya terjadi!!, Rio membatin sendiri.

“Yo! Cepetan napa!” Shilla jadi keki sendiri melihat Rio.
“Eh, iya, Shill.” Rio memasukkan kunci mobilnya ke dalam lubang kunci, dan memu--- tunggu! Ada yang aneh!
Rio merasa ada yang aneh di bagian belakang mobilnya.

“Tunggu bentar, Shill.” Rio pamit keluar dulu dari mobilnya, untuk mengecek keadaan mobilnya itu.
Shilla sendiri harap-harap cemas menunggu Rio.

Rio memperhatikan keadaan mobilnya dengan detail. Lalu ia beralih ke ban belakangnya yang terlihat aneh.
Rio berjongkok untuk memeriksa ban mobilnya itu.

“Sial! Bannya bocor!” Rio berdecak kesal menyadari hal itu.
Dan sialnya, bukan hanya satu yang bocor. Tapi dua-duanya! Dua ban bagian belakang bocor!
Dan, yang lebih sialnya lagi, Rio lupa tidak membawa ban cadangan.

“Shill, bannya bocor.”  Ucap Rio. Lagi-lagi merasa bersalah pada gadis itu.
Shilla geleng-geleng kepala. Merasa apes sekali ia, hari ini.

Gadis itu segera keluar dari mobil Rio. “Terus gimana dong?” tanya Shilla.
Rio menggeleng, “Gue juga gak tau. Mana gue gak bawa ban serep (?).  Jadi gue harus nunggu orang bengkel ke sini.” Jawabnya.

“Ada apa?”
Rio dan Shilla sama-sama menoleh mendengar suara itu.
Ternyata, Gabriel sudah berdiri di balik punggung Shilla. Bersama Ify juga tentunya.

“Ban mobil Rio bocor, Yel. Dan Rio lupa bawa ban cadangan.” Jawab Shilla.

Rio dapat melihat Gabriel tersenyum lebar mendengar jawaban dari Shilla.
“Yaudah, kalo gitu, pulang bareng gue aja. Sama Ify juga.” Ujar Gabriel.
Shilla melirik Rio sebentar.

“Udah, sana. Bareng dia aja. Emang lo mau nunggu lama?” kata Rio.
Oh, tentu saja Shilla mau!
Shilla mau kok menunggu lama dengan Rio. Tapi, kenapa waktunya tidak tepat seperti ini? Di saat dia justru harus pulang secepatnya!
“Sori ya, Yo.” Ucap Shilla. Rio hanya mengangguk.
“Tapi, nanti sore jadi kan?” tanya Rio.
Shilla mengangguk, “Gue duluan..” pamit Shilla, seraya berjalan beriringan dengan Ify.
Rio hanya mengangguk dan tersenyum.

Rio menatap Gabriel yang masih berdiri di hadapannya.
Gabriel menggeleng-gelengkan kepala, “Gue harap, lo jauhin Shilla!” tegas Gabriel.
Mata Rio membulat mendengarnya.
“Maksud lo?”
“LO GAK BISA JAGA DIA DENGAN BAIK! Mending lo pergi dari hidup dia!” tegas Gabriel lagi.
Rio semakin tidak mengerti.
“MAKSUD LO APA?!” tuhkaaan.. Rio jadi emosi.

“Yel.. Ayo cepet!”
Gabriel dan Rio sama-sama menoleh saat mendengar suara cempreng Shilla.
Gabriel berbalik, dan berjalan menuju mobilnya. meninggalkan Rio yang masih berdiri mematung dengan kebingungannya.

“HEY! Ada apa ini?”

*

“Gue gak habis pikir sama Cakka..”
Gabriel yang duduk di depan, menoleh pada Shilla yang duduk di belakang bersama Ify.
“Kenapa anak itu masih aja ngejar gue, ya?” lanjut Shilla.
Gabriel mengangkat bahunya. Kali ini pandangannya mengarah ke jalan raya di depannya. “Entahlah. Mungkin dia gila.” Jawab Gabriel sekenanya.
“Hush! Jangan ngomong gitu!” sahut Ify.
“Oya, memangnya, Cakka itu siapa sih?” tanya Ify.
Shilla menatap Gabriel. Gabriel menggeleng-gelengkan kepalanya. Mengisyaratkan Shilla untuk tidak berkata apa-apa.
“Bukan siapa-siapa kok, Fy.” Jawab Shilla.
“Hey, kalian ini sahabat gue kan?” sahut Ify merasa tidak puas dengan jawaban Shilla. “Kenapa kalian gak mau ngasih tau? Kalian gak percaya sama gue, Ha?” lanjut Ify dengan nada yang meninggi.
“Nanti kita pasti cerita kok, Fy. Tapi bukan sekarang.” Sahut Gabriel.
Shilla mengangguk menyetujui.
“Hhh.. okelah..” Ucap Ify.

*

To be continued!!

Aku, Kamu, dan Hujan.. #Chapter 7

#Chapter 7

“Ngomong apa sih, lo!” Shilla tertawa kecil sembari menonjok pelan lengan Gabriel.
Gabriel meringis, “Yakali aja, begitu.” Ucapnya seraya memaerkan senyumannya.
Shilla ikut tersenyum. lalu kembali menekuni aktivitasnya; makan bubur.
Gabriel sendiri hanya tersenyum melihat Shilla yang asik dengan buburnya.

BRAKKK!!

“HEY! AWAS LO!!!”

Shilla dan Gabriel sama-sama menoleh kea rah suara yang terdengar bising itu.

“GUE MAU DUDUK DISITU!”

Astaga! Shilla menganga saat melihat siapa orang yang tiba-tiba datang dan menggebrak meja dengan seenaknya itu.

“Shill..” Gabriel menatap Shilla khawatir.
“Cakka, Yel..” ucap Shilla masih tak berhenti menatap laki-laki yang kini tengah duduk di kursi yang mejanya ia gebrak tadi.

Cakka. Anak Fakultas Ekonomi.
Tampan. Tapi... Sifat dan Sikapnya gak banget!

Shilla buru-buru meminum the botolnya. Lalu beranjak dari duduknya.
“Gue duluan, Yel..” ucapnya, seraya berjalan cepat meninggalkan kantin.

Gabriel masih tercengang di tempatnya.
Sedetik kemudian, dia mengangkat bahu. Lalu ikut beranjak pula dari tempat duduknya.
Gabriel membalikan tubuhnya, tapi..

“Hello, GABRIEL STEVENT DAMANIK!” oh! Tidak! Cakka tiba-tiba ada di hadapannya!
“Masih inget gue, tuan?” Cakka menarik ujung bibir kanannya. Tersenyum remeh pada Gabriel.

Gabriel ikut tersenyum remeh. “Tentu saja, CAKKA KAWEKAS NURAGA!”

*

Shilla berjalan cepat menuju kelasnya. Sampai-sampai, beberapa kali ia menabrak beberapa mahasiswa.

“Sial! Ngapain si Cakka kesini? Gedung Ekonomi kan cukup jauh dari Gedung Kedokteran!” Shilla menggerutu sendiri.
“Awas aja, kalo sampe dia…”

BRAKKK!!

“Aw!”
“Waduh..” Shilla menatap buku-buku yang berserakan di hadapannya. Lalu beralih menatap seseorang yang di-tabraknya-itu.
“Eh.. Miss. Della.” Shilla nyengir-nyengir aneh di hadapan dosennya, yang kini terlihat berapi-api itu.

“Kamu punya mata ‘kan? Jalan tuh pake mata!” ujar Miss. Della.
“Jalan pake kaki, Miss. Bukan pake mata.” Balas Shilla yang langsung mendapat pelototan dari Miss. Della.
“Sudah cepat! Bantu bereskan!” ujar Miss. Della.
“Iya, bu.” Dengan pasrah, Shilla berjongkok, lalu membereskan buku-buku yang berserakan itu.

“Shillaaaa...” Shilla mendongak saat mendengar namanya di panggil seseorang.
“Ada apa, Yel?” tanya Shilla pada seseorang yang memanggilnya tadi. Ternyata Gabriel.

“Sebaiknya, lo cepet masuk kelas sana!” ujar Gabriel.
Shilla hanya mengangguk, lalu bangkit berdiri. “Ini, Miss. Bukunya.” Shilla menyerahkan buku-buku itu pada Miss. Della yang menatapnya dan Gabriel dengan bingung.

“Em, oke terima kasih.” Ucap Miss. Della seraya pergi.

Shilla mengangguk, lalu berjalan cepat –lagi-. Meninggalkan Gabriel yang masih sibuk mengatur nafasnya. Oh, pasti tadi Gabriel berlari!

Sesampainya di kelas, Shilla langsung duduk di sebelah kursi Ify.
Ify yang sedang membaca Novel itu, mendongak, menyadari kedatangan sahabatnya.

“Kenapa, Shill?” tanya Ify.
“Gawat, Fy! Cakka tadi kesini!”
Ify mengrenyit tak mengerti. “Cakka? Siapa?” tanyanya.
Shilla menepuk jidatnya. Lupa kalau ia dan Ify bersahabat belum terlalu lama.

*

Rio menggaruk kepalanya saat melihat isi tasnya.
Alvin. Sahabatnya, memperhatikan Rio yang bertingkah aneh itu.

“Kenapa, Yo?” tanyanya.
Rio menoleh. “Jam ke-tiga nanti bagian Mr. Ibram, ya?” Rio malah tanya balik.
Alvin berfikir sejenak. Lalu mengangguk.
“Kenapa?” tanyanya.
“Hehe..” Rio tertawa garing, “Gue lupa bawa tugas, Vin.”
PUK!
Alvin menepuk jidatnya sendiri. “Mati lo, Yo!” ucapnya.
Rio meringis, “sekarang baru jam pertama kan? Gampang. Nanti tinggal balik aja.” Rio tersenyum lebar.

Alvin menggeleng-gelengkan kepalanya, “Kenapa sekarang lo jadi suka bolos sih, Yo?” tanya Alvin.
Rio membulatkan matanya. Pura-pura kaget.
“Emang gue belum cerita ya, Vin?” tanya Rio. Yang dibalas dengan gelengan kepala oleh Alvin.

“Gue punya kecengan, Vin!”
Alvin melongo parah mendengar ucapan Rio. “E-elo.. punya kecengan?” tanyanya tak percaya.
“Kok... lo kayaknya gak percaya gitu sih, Vin?” kata Rio sembari menaikan sebelah alisnya.

“Gapapa sih. Gue Cuma bersyukur aja.” Jawab Alvin, “Akhirnyaaa.. Sohib gue yang lama menjomblo ini punya gebetan juga!” sambungnya.
“Sial!”

*

Shilla merapatkan cardigan yang baru saja dipakainya.
Air alam yang tadinya hanya turun sedikit demi sedikit, kini tengah berubah menjadi hujan yang datang deras tanpa ampun.

Shilla menarik ujung bibirnya ketika mendengar sang dosen –yang memang terkenal humoris itu- melontarkan sebuah lelucon. Kelas juga menjadi riuh seketika.

“Baiklah, selesai untuk hari ini.” Ucap Pak Rian. “Minggu yang akan datang kita akan bertemu kembali. Jangan lupa kerjakan tugas kalian. Daaaan.. tidak usah merindukan saya selama seminggu itu, ya” lanjutnya seraya memberikan senyuman jahil.
Sebagian anak tertawa, sebagiannya lagi mencibir. Haha.

“Shilla…” Shilla mengalihkan pandangannya pada pak Rian yang kini sudah berjalan keluar dengan cengiran yang masih mengembang dibibir dosen narsis itu.

“Fy, kantin, yuk!” ajak Shilla. Pada Ify yang memanggilnya tadi.
Ify mengangguk. Lalu beranjak dari duduknya. “Yuk..” ajaknya.
Shilla menguap sebentar. Hujan memang bikin suasana jadi kantuk.

“Gue mau beli bakso ah. Yang pedeees bangets! Biar gak ngantuk lagi.” Ucap Shilla seraya berjalan beriringan bersama Ify.
“Terserah elo..” jawab Ify.
Shilla manyun, “Jawaban lo gitu banget, Fy.” Katanya.
Ify melirik sahabatnya itu, lalu tersenyum dan merangkulnya, “Terus gue harus jawab apa, dong?” katanya.
Shilla Cuma nyengir, “jangan rangkul-rangkulan begini, ah. Ntar disangkanya kita pacaran lagi.”
“Idih..” Ify langsung komat-kamit gak jelas.

Hujan belum juga menghentikan aktivitasnya.
Untungnya, jarak dari kelas Shilla ke kantin tidak jauh dan tinggal melewati beberapa lorong saja.
Jadi, tak perlu khawatir terkena hujan.

Sesampainya di kantin, Shilla dan Ify sibuk mencari tempat duduk yang kosong.
“Dimana ya, Shill?” tanya Ify.
Shilla menggeleng dan masih mencari tempat yang kosong.

Dapat!
“Disana aja, Fy.” Shilla menunjuk sebuah meja yang ada di dekat penjual nasi goreng dan sebagainya.

Shilla dan Ify berjalan menuju tempat yang ditunjuk Shilla barusan.
Baru saja Shilla dan Ify melangkahkan kakinya, tiba-tiba..

“SHILLAAAA…”

Mata Shilla membulat sempurna saat melihat siapa yang memanggilnya.
Orang itu tersenyum sambil melambai-lambaikan tangannya pada Shilla yang malah mematung karena kebingungan.

“Shill..” Ify menyenggol lengan Shilla dengan sikunya. Lalu tersenyum jahil pada Shilla.

“Dasar gila!”
Shilla berjalan dengan cepat menuju meja yang di duduki orang tadi. Tidak jadi ke meja yang di tunjuknya.

“Rio! Ngapain lo disini?!” Shilla menatap Rio menyelidik.
Rio menyeruput jus Alpukatnya, “Mau makan bareng lo.” Jawabnya.

“Waaa.. lo pesen makanan banyak amat, Yo.” Shilla dan Rio sama-sama melirik pada Ify yang ternyata sudah duduk di depannya.
“Kalo lo mau, silahkan aja mau pilih yang mana, Fy. Gue baru pesen tadi tuh. Masih anget-anget kok.” Ucap Rio.
Ify hanya mengangguk lalu mengambil semangkuk mie ayam.

Shilla mengalihkan pandangannya dari Ify, pada Rio, “Gue tanya! Ngapain lo disini?”
“Gue udah jawab, ‘Gue mau makan bareng lo’.” Jawab Rio. “Emang kenapa sih?” tanyanya.
“Kenapa harus disini?” sahut Shilla.
“Kenapa lo kayak Bunglon sih, Shill?”
Shilla melotot kaget mendengar ucapan Rio.
“Kadang lo baik, kadang galak. Kadang lo nyebelin. Tapi selalu ngangenin dan bikin gue kena penyakit rindu berat sama lo. Eh..” Rio tersentak mendengar ucapannnya sendiri. Shilla sendiri langsung melongo. Ify juga.

“Em eu..” Rio jadi salah tingkah. “udah, cepet duduk.”
Rio memegang kedua pundak Shilla. Dan menuntunnya untuk duduk di sebelahnya. Oh ya, Ify ada duduk di hadapan mereka.
Shilla masih tercengang dengan ucapan Rio barusan.

“Gak usah bengong juga dong, Shill.” Sahut Ify sambil cekikikan.
Rio malah salting gak jelas.

“Gue mau bakso.” Sahut Shilla akhirnya.

Rio tersenyum, “Nih, a—“ ucapan Rio terhenti ketika melihat bakso yang seingatnya ada di meja, kini telah tiada. Lalu dia melirik Ify.
Ah dasar! Badan kecil tapi makannya banyak *eh

“Gue pesenin deh..” ucap Rio.

*

Gabriel memainkan handphone sambil bersiul-siul ria saat berjalan menuju kantin.
Matanya terus menatap layar handphonenya itu.
sampai tak sadar, ternyata ia sudah sampai di pintu utama kantin.

Gabriel mendongak, beralih dari handphonenya.

“Eh..” mata Gabriel menangkap sesuatu!
Ada seorang cowok sedang membawa dua mangkuk bakso. Dan berjalan menuju...

HAH? GAK MUNGKIN!

Gabriel buru-buru berjalan menuju tempat tujuan cowok itu juga.

“Shill, ini…”

HAP!
Hampir saja Gabriel kalah cepat dengan Rio.
Gabriel langsung duduk di sebelah Shilla saat Rio juga akan duduk di sebelah gadis itu.
“Hello Ashilla Zahrantiara, Hello Alyssa Saufika..” Gabriel menyapa sambil memberikan senyumannya pada kedua gadis di depannya.
Rio udah mencak-mencak sendiri melihatnya.
“HEY! Ngapain lo disini?” Ucap Rio sembari menyimpan baki –yang berisi dua mangkuk bakso- di mejanya dengan kasar.

Gabriel menoleh sebentar, lalu kemabali mengalihkan pada Shilla, “Dia ngapain disini, Shill?” tanya pada Shilla.
Shilla melirik Ify. Oh my God!
Si Ify malah tetep asik makan. Padahal, Shilla tau, tadi Ify sempet kaget juga sama kedatangan Gabriel yang tiba-tiba itu.

“Tanya aja sendiri.” Jawab Shilla sembari mengangkat bahunya.

Ify bisa melihat dari sudut matanya. Shilla tadi seperti emm.. tidak enak mungkin gara-gara Shilla dekat dengan Gabriel?
Tapi.. Ify juga bertanya. Memang dia harus apa?
Cemburu? Oh. Ify merasa ia tidak berhak.
Eh? Tidak berhak? Bukankah Ify itu calon…
Sudahlah, Ify merasa, kalau Gabriel tidak mencintainya. Gabriel mencintai Shilla. Bukan dirinya.
Jadi, biarkan saja..

“duduk sini, bro, jangan sungkan..” Gabriel memegang sebelah pundak Rio dan mendudukannya di sebelahnya.
“Eh, tapi gue maunya deket Shilla.”
“Tapi kan udah keduluan gue.” Balas Gabriel.
“Sial!” Rio melirik Shilla. “Nih Shill, Baksonya.” Rio menyodorkan semangkuk bakso pesanan Shilla.
“Oh, iya. Makasih, Yo.” Ucap Shilla seraya tersenyum.
Rio balas tersenyum. lalu melirik pada Gabriel yang terlihat jealous itu. “Wleee” Rio memeletkan lidahnya.

“Duh..” Gabriel tiba-tiba memegang perutnya yang terasa terkoyak-koyak.
“Kenapa, Yel?” tanya Ify. Ow ow ow.. ternyata Ify memperhatikannya!
YES!, Rio tertawa dalam hati (?)
“Lo lapar, yaaaa??” tanya Rio. Sedikit menggoda sebenarnya.
“Enggak!” jawab Gabriel. Rio melengos.
“Kalo lapar, pesen makanan aja sana, Yel.” Ujar Ify lalu kembali menyantap baksonya yang tinggal seperempat.

“Terpaksa deh…” Gabriel berdecak. Terpaksa deh, dia harus beli makanan dulu. Biar perutnya gak kelaparan lagi. Terpaksa deh, dia harus merelakan tempat duduknya pada Rio. Terpaksa deh, terpaksa deh, terpaksa deh...

“Eh, nanti sore nonton yuk, Shill.” Ucap Rio.
Shilla menoleh. Tapi dengan memasang wajah anehnya. Wajah orang yang kepedesan gak karuan.

“Nanti gue jemput jam 5 oke?” kata Rio.
“Teh botol lo buat gue, ya?” tanya Shilla yang sepertinya tak memperdulikan ucapan Rio barusan.
Rio melengos. Dasar, cewek ini!!!

“Gue mau beli makanan ringan dulu, ya, Shill, Yo.” Ify berdiri dari kursinya.
BAGUS!!!
Ternyata Ify mengerti keadaan. Dia membiarkan Rio berduaan dengan Shilla.

Rio tersenyum lebar saat Ify beranjak dari duduknya, dia berucap pelan; thanks pengertiannya, Fy.
Ify mengangguk-ngangguk kikuk.
Ha. Sebenarnya, Ify memang mau membeli makanan ringan. Bukan alasan untuk membiarkan Rio bersama Shilla.
Tapi, biarlah kalau Rio memang malah menganggap seperti itu.

“Emang mau nonton film apa, Yo?” tanya Shilla.
Rio menggeleng, “Gak tau. Gimana nanti aja.” Jawabnya. Matanya tak lepas dari siluet wajah cantik gadis di hadapannya itu.

Shilla tiba-tiba menoleh. Membuat matanya dengan mata Rio saling bertatapan.
Mata Rio membulat kaget karena melihat Shilla yang kini menatap tepat pada bola matanya.

Shilla, I love you!!!, batin Rio.

Glek! Shilla menelan ludahnya.
Em, I love you too Rio, batinnya menjawab.

Lho? Kok Shilla bisa tau apa yang ada di fikiran Rio sih?
Jangan-jangan mereka memang...
Jodoh?

*

“Yo. Gue masih ada kelas. Lo pulang aja sana.”
“Wah, jadi lo ngusir nih?”
“Enggak gitu. Maksudnya..”
“Apa?” Rio melipat kedua tangannya di depan dada.
Shilla melengos. “Yaudah. Terserah lo.” Ucap Shilla lalu mulai berjalan masuk ke kelasnya.
“Terserah apanih?” teriak Rio yang tidak mengerti dengan kata ‘terserah’ dari Shilla.
“Terserah lo mau ngapain ajaaa..” balas Shilla dari dalam sana.
Rio mengangkat bahunya.
Gak tau juga sih, abis ini dia mau ngapain.
Ikut masuk bareng Shilla?
Hellooo harga diri lo mau di taruh dimana?
Itu bukan kelas lo. Jangan kan kelasnya. Kampusnya aja bukan.

BRAK!
Saat Rio berbalik, ternyata ada seseorang dibelakangnya.

“Eh, sori, Yel.” Ucap Rio pada Gabriel.
Gabriel menatap Rio dengan tajam. Lalu kembali melanjutkan jalannya.

“Semua orang sikap dan sifatnya emang kayak bunglon ya. Bisa berubah sewaktu-waktu.” Rio nyengir. Lalu berjalan menuju parkiran.
Ia sudah putuskan.
Mau menunggu di dalam mobilnya saja.
Rio berjalan dengan santai. Tanpa menyadari ada yang memperhatikannya sedari tadi.

“Dia siapa?”
“Gak tau, bos.”
“Bego! Cari tau dia secepatnya!”


*

To be continued!!
 
PiscesLeo? Blogger Template by Ipietoon Blogger Template