Blogger Widgets

Sabtu, 14 September 2013

“Malaikat?” #Cerpen Bagian.A

Ini cerpen lama saya. Saya udah post ini di facebook pribadi saya.
Jangan ada yang meniru apalagi mengcopy-paste cerita ini tanpa seizing saya!
Terimakasih..

Selamat membaca..


Bagian 1
.
.

Hujan turun dengan derasnya. Membuat bumi tercinta terbasahi dengan banyak air.
Gadis ini masih terduduk, sambil masih terus memeluk nisan dan meremas gundukan tanah di hadapannya.
Shilla. Gadis cantik yang baru saja kehilangan seseorang yang sangat dicintainya. Yaitu kekasihnya, Gabriel.

“Shilla… udah yuk, pulang.” Ujar Sivia, sahabat Shilla yang setia menemani Shilla di makam kekasih Shilla.
Shilla masih menangis sambil terus memeluk nisan kekasihnya itu. “aku gak mau, Fy. Aku ma uterus disini sama Iel.” Ucapnya.
Sivia mengusap pelan pundak Shilla. Sivia juga tau bagaimana rasanya ditinggal oleh seseorang yang di sayangi. Sakit, dan sedih sekali.
“Shill, kamu gak boleh kayak gini. Kamu harus relain kepergian Iel, Shill.” Ucap Sivia.
“coba aja kalo tadi, aku gak minta kamu buat jemput aku di tempat les. Pasti semua gak akan begini, Yel..” Shilla menangis merasa bersalah.
“Shilla! Please! Berhenti buat salahin diri lo sendiri. Ini tuh bukan salah lo! Ini semua udah takdir dari tuhan.” Ujar Sivia.
Shilla tak menyahut dan masih menangis.
“Shill. Iel pasti sedih banget kalau liat kamu begini. Iel pengen tenang, Shill. Dia pasti ngerasa resah kalo kamu terus-terusan tangisin dia. Kamu harus ikhlas, Shill. Kamu harus tegar.” Ujar Sivia.
Shilla hanya terdiam, dan masih dalam tangisnya.
“Shill, ayo pulang.”
Shilla akhirnya mengangguk. Lalu ia mencium nisan Gabriel. “Yel. maafin aku ya. I love you Gabriel.” Ucapnya.
Shilla berdiri dibantu Sivia. Mereka pun mulai melangkah menjauhi makam Gabriel.
Shilla menengok ke belakang. Lalu tersenyum kea rah makam itu.

***

seminggu sudah kepergian Gabriel. Duka itu masih sangat terasa pada Shilla.
Minggu pagi. Biasanya, hari  minggu pagi, Shilla sering menghabiskan waktunya dengan Gabriel. Berolahraga pagi, atau sarapan bersama.
Kali ini lain. Hmm.. pahit memang.

Shilla berjalan mendekati jendela kamarnya. Dan membuka gorden dan jendelanya.
Shilla tersenyum melihat pemandangan di depannya. Ia menghembuskan nafasnya.
Mata Shilla terlihat cekung dan hitam bawahnya. Semalaman, Shilla menangis mengingat semuanya. Semua. Semua tentang dia dan Gabriel. Saat mereka bersama.

“selamat pagi dunia.. selamat pagi Gabriel..” ucapnya. Shilla lalu tersenyum pahit saat mengingat nama itu.
Shilla menarik kursi yang ada di meja belajarnya ke dekat jendela.
Shilla mengambil pigura yang ada di atas meja belajarnya.  Shilla duduk di kursi itu.
Ia menatap pigura yang kini ada di tangannya. Bukan menatap piguranya. Tapi, foto yang ada di dalam figura tersebut.
Shilla tersenyum melihat foto itu. foto dimana dia dan Gabriel saling berpegangan tangan dan tersenyum manis. Shilla kembali mengingat kenangannya bersama Gabriel.
Shilla memeluk foto itu dengan erat. Sangat erat.
Air matanya kembali mengalir. “Gabriel… aku kangen kamu.” Ucap Shilla terisak.

sejak ia pergi.. dari hidupku. Ku merasa.. sepi..” Shilla melantunkan sebuah lagu yang kini mewakili perasaannya.
Dia tinggalkan ku sendiri. Tanpa satu yang pasti.  Aku tak tau harus bagaimana. Aku merasa tiada berkawan Selain dirimu…. Selain cintamu”  Kali ini, Shilla sangat terisak.
Kirim aku malaikatmu… Biar jadi kawan hidupku. Dan tunjukan jalan yang memang Kau pilihkan untukku..”
“Kirim aku malaikatmu… Karena ku sepi berada di sini. Dan di dunia ini, Aku tak mau sendiri”

“hiks.. Gabriel..” tangis Shilla semakin menjadi saat itu.

“Shilla…”
Shilla terdiam saat mendengar suara itu. suara itu…

“Gabriel?” ucap Shilla tak percaya saat melihat apa yang di lihatnya.
Shilla melihat Gabriel yang sedang tersenyum padanya. Seperti biasa. Senyuman yang sangat manis. Ia memakai baju serba putih.
Shilla berjalan mendekati Iel.
“Gabriel kamu kok?” tanya Shilla tak percaya.
Iel hanya tersenyum. “please, Shill. Kamu gak boleh sedih terus.” Ucap Iel.
“tapi aku gak bisa, Yel. aku gak akan bisa…”
“kamu pasti bisa, Shill.” Potong Iel.
“aku sayang banget sama kamu, Yel.” ucap Shilla. “kamu itu malaikat aku.”
“kamu harus bisa buka hati kamu untuk orang lain, Shill.” Ujar Iel.
Shilla menaikan sebelah alisnya. “maksud kamu?”
“aku yakin. Kamu pasti bisa menemukan pengganti aku. Mungkin, besok kamu pasti tau siapa orang yang tepat sebagai pengganti aku. Dan dia, pasti bisa jadi malaikat buat kamu.”
Shilla menggelengkan kepalanya. “malaikat ku Cuma kamu, Yel.”
Iel hanya tersenyum. “kamu pasti bisa.” Ucapnya. “I love you, Shilla.” Ucap Iel.
Shilla tersenyum mendengarnya. “I Love you too Gabriel.”
Tiba-tiba saja, sebuah cahaya yang bersinar membuat Shilla menutup matanya.
Saat Shilla membuka matanya. Tiba-tiba saja, Gabriel sudah menghilang dari hadapannya.

“Gabriel…” Shilla menengok kanan kiri mencari Gabriel. Tapi nihil. Gabriel sudah kembali.
Shilla menghembuskan nafasnya lalu tersenyum. “I love you Gabriel.”

***
Shilla menyenderkan tubuhnya di kursi mobil. Seperti biasa, hari ini ia akan pergi bersekolah.
Duka yang sangat dalam memang masih menyelimuti Shilla. Tapi, tidak mungkin ia tidak masuk sekolah lagi, karena ia sudah izin satu minggu untuk memperbaiki lukanya.

“udah nyampe neng.” Ucap pak Darman supir Shilla.
Shilla mendongakkan kepalanya. Lalu melirik ke luar jendela.
Ia sudah sampai di sekolahnya.
Kembali teringat. Dulu, Iel selalu menunggunya di parkiran, dan berjalan bersama menuju kelas.
Hmm.. shilla menghela nafasnya berat.
Shilla membuka pintu mobilnya dan keluar tanpa sepatah katapun.

“Shillaaa….” Teriak suara cempreng yang berlari menuju Shilla. Siapa lagi kalau bukan sahabatnya, Sivia.

“Shilla kamu udah masuk? Nah! Gitu dong, Shill.” Ucap Via. Shilla hanya tersenyu miris (?)
“yaudah, masuk kelas,yuk!” ajak Via.

***

Via sibuk meminjam buku PR milik Oik, dan menyalin di buku PRnya.
Sedangkan Shilla hanya diam, menatap kosong ke depan. Ia tak perduli dengan PR-PR hari ini. Ia masih sibuk pada ucapan Iel kemarin sore. ‘mungkin, besok kamu pasti tau siapa orang yang tepat sebagai pengganti aku.’
Aneh. Mengapa Iel bicara seperti itu?

“selamat pagi anak-anak..” sahut seorang wanita yang masih terlihat muda dengan kacamata yang bertengger di matanya (?). bu Winda. Wali kelas XI-A.
Sivia yang mendengar suara itu langsung melemparkan buku Oik. Sungguh tidak sopan!
“makasih ya.” Ucap Sivia pelan. Oik hanya mengangguk.
Shilla yang melihatnya geleng-geleng kepala. Sivia, Sivia.. memang gak berubah dia.

“selamat pagi bu..” koor XI-A.
“hari ini kalian kedatangan murid baru.” Ucap bu Winda. Semua murid langsung heboh membicarakan siapa murid baru itu, kecuali Shilla dan Sivia yang cuek-cuek saja.
“ayo, masuk, nak.” Ujar bu Winda.
Murid baru itu masuk ke kelas.
“hai semuaa..” sapanya.
Betapa kaget Shilla saat melihat murid baru itu.
“GABRIEL…” ucap Shilla keras sampai seisi kelas menoleh padanya.
Sivia sontak menoleh pada sahabatnya itu. sivia menatap Shilla nanar.

“Perkenalkan, nama saya Mario Stevano, biasa di panggil Rio. Saya pindahan dari Manado. Salam kenal, dan semoga kita bisa saling berteman. Terima kasih.” Murid baru itu memperkenalkan dirinya di depan semua murid.
“baik. Rio, kamu duduk dengan Alvin ya disana.” Ujar bu Winda. “Alvin. Acungan tangan kamu.” Ujar bu Winda.
Rio melangkah pada Alvin yang sudah mengacungkan tangan.
Rio duduk di sebelah Alvin, saling berkenalan. Rio tiba-tiba memalingkan wajahnya kea rah bangku Shilla yang memang berada tepat di sebelahnya. Shilla yang memang sedang memperhatikannya, kini jadi saling berpandangan dengan Rio. Rio tersenyum manis pada Shilla.
DEG!
Mata itu.. mirip sekali dengan Iel. Dan senyumnya, manis seperti Iel. Arggh!!
Shilla buru-buru memalingkan wajahnya.
Shilla menggigit bibir bawahnya. Matanya mulai berkaca-kaca.
“Shilla...” Sivia mengusap pundak Shilla. Menatapnya khawatir.
“dia.. dia Gabriel, Vi?” tanya Shilla.
Sivia mengeleng lemah. Ia tak mampu lagi untuk melihat air mata Shilla.
“dia mirip Gabriel, Vi.” Ucap Shilla sambil tersenyum hambar. Sivia akui, Rio memang mirip dengan Gabriel. Tapi dia RIO, BUKAN GABRIEL!

***

Bel Istirahat sudah berbunyi dengan nyaring. Semua murid langsung berhamburan keluar kelas, menuju kantin. Termasuk kelas XI-A.

Shilla melirik pintu kelasnya. Biasanya Gabriel sudah menunggunya disana, untuk ke kantin bersama. Shilla menggelengkan kepalanya. Mencoba untuk jangan terlalu mengingat-ngingat kenangannya.
Shilla memasukkan barang-barangnya ke dalam tas. Begitu pun dengan Sivia.

“gue Rio. Lo?”
Shilla terkejut saat melihat uluran tangan di hadapannya.
Shilla mendongakkan kepalanya. Dan melihat Rio yang sedang tersenyum manis ke arahnya.
Shilla diam tak merespon. Rio menaikan sebelah alis tak mengerti.
“gue Sivia.” Sivia buru-buru membalas uluran tangan Rio. Rio hanya tersenyum menanggapinya. “salam kenal.” Ucap Rio.
Sivia mengangguk.
“dan Lo? Nama lo siapa?” tanya Rio pada Shilla.
Sivia menyenggol pelan lengan Shilla. Shilla menghembuskan nafasnya.
“sorry, gue duluan.” Shilla langsung pergi dengan cepat keluar kelas. Sivia langsung berlari menyusul Shilla.
Rio yang melihatnya hanya kebingungan. Kenapa tu cewek?, fikirnya.

***

Sedari tadi Shilla hanya mengocek-ngocek (?) jus jeruk di hadapannya.
“Shill. Kamu kok gak pesen makanan? Kamu gak laper?” tanya Sivia, dengan mulut yang masih penuh dengan mie.
Shilla menggeleng lalu tersenyum. Shilla menoleh ke kursi di sebelahnya.
Sivia mengikuti arah pandang Shilla, dan menatap Shilla iba.

“biasanya, Gabriel ada disini, Vi.” Ucap Shilla.
Sivia kembali mengusap lembut pundak Sivia. “Shill, please.. jangan terus-terusan begini.” Ucapnya.
Shilla langsung menghapus air matanya yang mulai ingin keluar dari pulupuk matanya.
Ia tersenyum pada Sivia, menandakan ia baik-baik saja, tak seperti yang Via pikirkan.
Via tersenyum senang saat melihat Shilla kembali tersenyum.
Lalu Shilla kembali menoleh pada kursi di sebelahnya, lalu memalingkan lagi kepalanya.

Meja yang mereka tempati memang meja langganan mereka bertiga. Ya, bertiga. Sivia, Shilla, dan Gabriel. Biasanya Gabriel selalu duduk di sebelah Shilla.
“pulang sekolah nanti aku mau ke toko buku, Shill. Kamu mau ikut?” ucap Sivia.
Shilla menggelengkan kepalanya. “enggak deh, Vi. Maaf ya. Aku mau ke makam Gabriel dulu. Aku kangen banget sama dia. Gapapa kan?” jawab Shilla.
Sivia tersenyum lalu menggelengkan kepala. “gapapa kok.” Jawabnya. “oh iya, apa perlu aku temenin kamu kesana?” tawar Sivia.
Shilla menggeleng. “enggak usah deh, Vi. Makasih..” jawabnya.


Rio yang duduk tak jauh dari meja Shilla, terus saja memperhatikan gadis itu.
Alvin dan Cakka yang juga duduk bersama Rio, dari tadi hanya tertawa saling bercanda. Cakka adalah teman Alvin yang memang berbeda kelas.
Rio melirik Cakka dan Alvin yang masih sibuk bercanda.
“Vin..” panggil Rio. Alvin dan Cakka sontak menoleh.
“apa?” tanya Alvin.
“gue boleh tanya sesuatu?” tanya Rio.
Alvin mengerutkan kening. “tanya apa?”
“mm.. cewek di sana itu, namanya siapa sih?” tanya Rio. Alvin dan Cakka mengikuti arah telunjuk Rio.
“oohh.. dia Shilla. Kenapa?” tanya Alvin.
“enggak. Gue aneh aja sama dia.” Jawab Rio yang langsung membuat dahi Alvin dan Cakka mengerut.
“sikap dia ke gue kok dingin banget ya? Dan, kenapa pas gue masuk kelas tadi, dia panggil gue Gabriel?”
DEG.
Alvin dan Cakka langsung diam membatu. Pasalnya, mereka juga merasa begitu. Merasa Rio adalah Gabriel.
“Gabriel itu siapa, sih?” tanya Rio.
Alvin dan Cakka saling berpandangan.
“dia.. pacar Shilla.” Sahut Cakka menjawab.
“pacar?” tanya Rio tak percaya.
“lebih tepatnya sih, mantan pacar.” Jelas Alvin. Rio menaikan alis tak mengerti.
“Gabriel itu, pacar Shilla, sekaligus sahabat kita berdua.” Ucap Cakka yang diangguki Alvin.
“tapi sayang, seminggu yang lalu, Gabriel ninggalin kita untuk selamanya.” Lanjut Alvin.
“Hah? maksud lo?” tanya Rio.
“iya. Gabriel meninggal seminggu yang lalu.” Jelas Alvin.
Rio hanya mengangguk-ngangguk mengerti. “lalu, kenapa Shilla panggil gue Gabriel?” tanya Rio.
Cakka dan Alvin kembali saling berpandangan.
“lo mirip sama Gabriel, Yo.” Jawab Cakka.
“mi.. mirip Gabriel?” tanya Rio ragu.
“iya. Mirip. Mungkin, Shilla kira lo itu Gabriel, Yo.” Kata Alvin.
“dia, meninggal kenapa, Vin, Kka?” tanya Rio hati-hati.
Alvin dan Cakka menghela nafasnya. Berat memang, kembali membicarakan orang yang sudah tidak ada. Apalagi, orang itu adalah orang yang sangat kita sayang.
“dia meninggal karena kecelakaan, Yo.” Jawab Alvin dan Cakka barengan. Rio langsung menganga, kaget.
“Saat itu, dia sedang menuju ke tempat les Shilla, untuk menjemput Shilla.” Cerita Cakka.
“tapi sayang, karena terburu-buru dia mengemudi motornya, ada sebuah truk besar dari arah berlawanan. Dan akhirnya, dia tertabrak, dan.. meninggal.” Lanjut Alvin.
Cakka dan Alvin menundukkan kepala, menahan kesedihan mereka. Rio menepuk pelan punda mereka.
Rio kembali menoleh pada meja Shilla. Gue bakal jadi yang terbaik buat lo Shill. Mengganti Gabriel di hati lo. Tapi bukan sebagai Gabriel, tapi sebagai Rio. Batin Rio.

***

Shilla memandang nisan di hadapannya. Lalu, ia berjongkok di pinggir makam itu.
Shilla tersenyum sambil mengelus nisan itu.
“hai, Yel. gimana kabar kamu disana? Baik-baik aja kan?” tanya Shilla.
Tak ada jawaban. Hanya semilir angin yang berhembus yang menjawabnya.
Shilla menarik nafasnya. Ia tak kuasa lagi untuk menahan air matanya, dan kini air matanya tumpah begitu saja.
“aku kangen sama kamu, Yel.” Shilla mengecup nisan yang bertuliskan nama kekasihnya itu.
Shilla mencabuti rumput-rumput liar di sekitar makam kekasihnya, dan menaburkan bunga diatasnya.
Lalu mengganti bunga yang kemarin ia simpan, dan diganti dengan yang baru, yang kini ia bawa.
“Yel. kamu tau gak? Tadi, ada murid baru di kelas aku. Namanya Rio. Gak tau kenapa, aku liat dia tuh miriiip.. banget sama kamu.” Ucap Shilla.
Shilla masih mengusap nisan Gabriel dengan lembut. “aku jadi makin ke inget terus sama kamu, Yel. padahal, aku udah janji kalo aku harus tegar, dan ikhlasin kepergian kamu. Tapi, dengan adanya Rio, aku rasa aku gak bisa, Yel.” ucap Shilla lirih.
“tapi, walaupun dia mirip kamu, dia bukanlah kamu. Dan di hati aku, gak ada yang bisa ngegantiin kamu, Yel. Cuma kamu yang aku sayang.” Shilla mencium nisan itu. lalu menangis lagi.

***

Rio tersenyum miris sambil menatap nisan di depannya.
“kak. Rio pulang dulu ya.” Pamit Rio pada Kakaknya.
Rio mencium nisan kakaknya. Ya, Rio sedang menemui makam kakaknya. Riko.
Rio berdiri, lalu melangkahkan kakinya untuk pulang. Tetapi, tiba-tiba mata Rio menangkap sosok perempuan yang tak jauh darinya, sedang bercerita di depan sebuah makam.
Rio menyipitkan matanya, untuk memperjelas penglihatannya.
“itu kan… Shilla.” Ucapnya.
Rio langsung berjalan menghampiri Shilla.

“hai, Shill.”
Shilla mendongakkan kepalanya. “Rio..” sahut Shilla terkejut.
Rio tersenyum manis lalu menoleh pada nisan di depan Shilla.
“kamu lagi melongok (?) siapa, Shill?” tanya Rio.
Shilla langsung berdiri. “bukan urusan lo!” ketus Shilla dan langsung berjalan dengan cepat, menjauhi Rio.
Rio menghembuskan nafasnya. ia memperhatikan makam itu.

Gabriel Stevent.
Rio membaca nama pada nisan itu. rio mendongakkan tubuhnya.
“Yel. boleh gak, kalo gue jadi pengganti lo buat Shilla? Gue bakal jagain dia, dan sayangi dia kok.” Ucap Rio sambil mengusap nisan itu.
“gue janji.” Lanjutnya. “gue jatuh cinta sama dia.”


***

Lanjut??? :D

0 komentar:

Posting Komentar

 
PiscesLeo? Blogger Template by Ipietoon Blogger Template