Blogger Widgets

Sabtu, 02 November 2013

Aku, Kamu, dan Hujan.. #Chapter 10

#Chapter 10

.
.

Rio telah sampai di depan rumah Shilla. Tapi, sepertinya ada yang aneh.
Gerbang rumahnya menjulang tinggi tetapi tidak tertutup rapat. Tunggu, tidak tertutup rapat?
Rio menggerak-gerakkan kepalanya, ke kanan, kiri, maupun depan. Mencoba melihat ke dalam.
“Tumben pintu gerbangnya terbuka sedikit. Kayaknya ada yang baru masuk, nih. Siapa, ya? Kok gak di tutup lagi?” cerocos Rio bertanya-tanya.

Rio mengangkat bahu tanda tak tahu setelah menyerah untuk melongok-longok melihat ke dalam.
Kali ini Rio memilih menunggu di mobil saja.
Rio menyenderkan tubuhnya di jok mobil. Sebenarnya, Rio bisa saja meminta pak satpam untuk membukakan gerbang lalu masuk ke dalam rumah Shilla (tentunya dengan izin dari satpam dan pembantu di rumah Shilla).
Rio mengambil handphonenya yang tergeletak di dashboard mobilnya.
Tangannya dengan lihai menari-nari diatas keypad BlackBerry nya.
Dan dia mulai sibuk sendiri dengan menenggelamkan diri di dunia maya.


Tin.. tin..
Rio sontak terlonjak kaget saat mendengar suara klakson –mobil sepertinya-, yang menganggu aktivitasnya.
Rio melirik ke sebelah kanannya –lebih tepatnya, rumah Shilla. Sebuah mobil hitam mengkilat yang tak kalah keren dengan miliknya, keluar dari pintu gerbang rumah Shilla.
Rio menyipitkan matanya. Sepertinya, ia mengenali mobil hitam itu.

“Woi! Minggir dong! Gue mau keluar nih!” lamunan Rio terbuyar. Dan benar saja! Ia tahu pemilik mobil itu. Dan dia juga sudah melihat orang yang menyembulkan kepalanya di balik kaca mobil itu. Gabriel. Ya. Gabriel.

“Ngapain dia disini juga?” gumam Rio bertanya, yang hanya di jawab angina pagi.

Gabriel sendiri, tengah tersenyum di dalam mobilnya.

Rio menjalankan mobilnya, dan menggeser sedikit seperti yang Gabriel suruh tadi.
Gabriel pun langsung keluar dari pintu gerbang dengan mobil mewahnya itu.

Rio beranjak keluar dari dalam mobilnya. dan ternyata, Gabriel juga begitu.
“Ngapain lo, disini?” tanya Rio.
“Harusnya gue yang tanya itu. Ngapain lo, disini?” sahut Gabriel.
Rio melengos. “Gue mau anter Shilla ke kampus.” Jawab Rio mantab.

“Ha?” Gabriel terlihat terkejut. “Kayaknya, lo telat deh, Yo. Gue yang datang duluan, jadi gue yang bakal anter Shilla.” Tegasnya.
“Oh, kalo gue telat, lo kenapa udah keluar sebelum Shilla masuk mobil lo? Maksudnya.. um, Shilla masih bisa milih kan buat berangkat bareng siapa.” Sahut Rio.
Gabriel tersenyum meremehkan, “Shilla jelas lebih pilih gue!”
“Oh, ya?”
Gabriel memperhatikan Rio dari bawah ke atas, lalu dari atas ke bawah, “Penampilan lo… cukup oke. Tapi.. lo itu bukan apa-apa di bandingkan gue!” tukas Gabriel.
Tajam. Ya. Tajam. Sampai menusuk ulu hati Rio. Sakit woi!
“Sebaiknya, lo jauhin Shilla deh..” tambah Gabriel.
Rio menyeringai, “Jangan mimpi, Yel. Shilla sekarang bukan milik lo lagi ‘kan? Itu artinya, siapapun berhak buat deketin dia!” tegas Rio cukup keras.
“Lagi pula.. lo kan calon tunangannya Ify, kan? Ngapain lo masih berharap sama Shilla?” sambung Rio dengan mantap.

Gabriel meringis. “Udahlah, intinya, lo harus jauhin Shilla!”
“Untuk apa?” sahut Rio cepat. “Gue berhak berteman sama Shilla!” belanya.
“Cih! Gak mungkin! Ujung-ujungnya, lo pasti suka kan sama Shilla?” sahut Gabriel.

Iya! Gue suka sama Shilla! Dan gue sayang sama dia!, jawab Rio. Dalam hatinya.
“Apapun jadinya nanti, biar waktu yang menjawab. Lagipula, itu hak gue kan?” jawab Rio.
Alis Gabriel saling bertautan, menatap Rio.

“Lebih baik, lo konsisten, Yel. Lo harus pikirkan semuanya baik-baik.”
“Lo udah putusin hubungan lo sama Shilla, dan bikin hati gadis itu sakit. Sekarang, lo pengen Shilla kembali ke pelukan lo, sedangkan  ‘Lo punya tanggung jawab pada Ify, yang sekarang adalah pacar sekaligus calon tunangan lo’.” Lanjut Rio dengan penekanan di akhir kalimat.
“Jangan kasih mereka harapan yang gak pasti. Gue harap.. lo jangan mainin hati mereka berdua. Ingat, mereka itu cewek. Dan cowok sejati gak mungkin tega nyakitin cewek.” Ujar Rio.
Detik berikutnya, Rio berbalik untuk kembali masuk ke mobilnya.

Gabriel sendiri, masih berdiri mematung di tempatnya.
Gabriel membatin sendiri, Omongan bocah itu ada benarnya juga, sih. Tapi..

“Tapi, jangan lo pikir gue bakal tinggal diem. Gue bakal pertahanin perasaan gue buat Shilla. Gue balik. Tolong antar Shilla dengan selamat.” Ujar Rio yang kini telah masuk ke mobilnya.

Rio langsung melajukan mobilnya, dan membatalkan rencana mengantar Shilla.

Shilla. Yang kini telah siap untuk berangkat, bingung karena melihat Gabriel yang tengah berdiri memandang ke jalanan komplek yang kosong.

Kok, Gabriel sih?, batinnya.

“Yel..” panggil Shilla.
“Eh?” Gabriel berbalik dan mendapati Shilla yang telah berdiri kikuk di hadapannya.
Shilla mengerutkan keningnya, “Ng.. ngapain lo disini?” tanyanya hati-hati.
“Gue mau jemput lo. Yuk, berangkat.” Ujar Gabriel seraya menarik pergelangan tangan Shilla.
“Eeeh.. tunggu!” cegah Shilla.
Gabriel menaikan sebelah alisnya. “Kenapa?” tanyanya.
Shilla menggigit bibir bawahnya, “Um.. Gue.. udah janji mau berangkat sama Rio.” Jawab Shilla.
Gabriel mengangguk-ngangguk mengerti., “Dia gak bisa datang, Shill.” Ucap Gabriel.
Shilla mengrenyit lagi. “dari.. dari mana lo tau?”
“Udahlah.. ayo cepet berangkat!” titah Gabriel seraya membukakan pintu bagian penumpang untuk Shilla.
Shilla melirik jaket di tangannya. Jaket Rio.
Kemana cowok tengil itu? Ish!, batin Shilla.
Lagi-lagi Shilla dibuat kecewa oleh Rio. Lagi!
“Ayo, Shill..” ujar Gabriel.
“Eh, iya.”

*

Rio melajukan mobilnya dengan santai. Namun ia tak begitu konsentrasi.
Pikirannya saat ini hanya dipenuhi oleh Shilla. Shilla. S
hilla. Dan Shilla.

“Sial!” umpatnya sambil memukul setir mobil. “Gabriel. Beraninya ngerendahin gue!”

Rio menggertakan giginya, sehingga terdengar decitan yang ‘ngilu’.
“Gue harus tembak Shilla secepatnya. Dan buktiin sama Gerbol, eh apa, ya? Gabriel ding, kalo gue bisa dapetin Shilla.” Ocehnya. “Dan gue yakin kok, Shilla pasti mau dan bisa jadi milik gue! Gue yakin!”

JDEEERRRR!!!

Rio merasakan jantungnya berdebar dengan kencang. Dia mengelus-elus dadanya. Lalu melihat ke kaca mobilnya.
“Petir.” Cicitnya.

Rio berpikir sejenak. “Ah! Kenapa langsung ada petir pas gue bilang ‘yakin’ ya? Mungkin Tuhan menghendaki gue sama Shilla. Hihi..” ucapnya.
Setelah itu, hujan pun turun.
Hhh.. masih pagi begini hujan sudah turun.

“Aha!” Rio menjentikan jarinya. “gue tau, gue harus lakuin sesuatu!” ucapnya. Lalu memutar mobilnya kembali kea rah rumah Shilla.

*

Shilla melirik ke arah kiri. Lebih tepatnya, kaca mobil Gabriel.
Gadis itu mendesah pelan. Jenuh juga berada semobil dengan Gabriel.
Entah kenapa, cowok itu sejak tadi hanya diam seribu bahasa.
Shilla jadi keki sendiri; kenapa cowok itu?
Coba sekarang sedang turun hujan. Membuat Shilla semakin merasa bosan.
Ah! Hujan.. ia jadi teringat kejadian, umm.. sekitar lima hari yang lalu.
Hihi.. Shilla jadi geli sendiri dan tertawa kecil mengingatnya.

Gabriel tiba-tiba menoleh saat mendengar Shilla yang cekikikan seperti itu.
Mungkin, pemuda itu bisa saja menganggap gadis di sebelahnya ini sudah tidak waras.
Shilla sendiri juga menoleh menatap Gabriel, “Eh..” ucap Shilla. Lalu ia tersenyum garing pada Gabriel.

Shilla pikir, Gabriel akan mengatakan sesuatu seperti, ‘kenapa lo?’ atau ‘udah gila, ya, ketawa-ketiwi sendiri’, atau yang lainnya. Eh, ternyata cowok itu malah langsung memalingkan wajahnya kembali ke jalanan.
Shilla mendengus sebal. Tau gitu, gak usah deh, pake senyum segala sama dia!, batinnya menggerutu.
Hh.. benar saja. Boro-boro buat berkata seperti yang disebutkan tadi. Membalas senyum Shilla saja tidak. (tolong dicatat)
ohh.. jangankan untuk tersenyum, menatap Shilla saja dengan wajah yang datar. Sekali lagi. Datar. Tanpa ekspresi. (catat lagi juga boleh)
Ada apa sih dengan makhluk itu?

Shilla kembali menyibukkan dirinya, memandangi hujan yang mulai turun dengan deras.
Rintik hujan itu, kini bagaikan pengiring diantara kebisuan yang terjadi di dalam mobil Gabriel.

“Coba aja kalo Rio yang anterin gue..” ucapnya. Sedetik kemudian, dia menutup mulutnya rapat-rapat.
Untung Gabriel tidak mendengar ucapannya itu. Hujan cukup membantu juga ternyata.

Aduh, dasar!, dia merutuki dirinya sendiri. Kenapa gue jadi kepikiran Rio mulu, nih?, batinnya.

*

Gabriel menghentikan mobilnya di parkiran sekolah.
Sekarang mereka telah sampai.

“Duh..” Shilla menatap keluar jendela. Lalu melirik Gabriel yang kini tengah membuka seatbeltnya.

“Yel, bawa payung, gak?” tanya Shilla.
Reflex Gabriel menepuk keningnya, “Duh, mampus! Gue lupa.” Jawabnya.
“Yaaahh..” respon Shilla kecewa.

Bukan apa-apa, masalahnya, jarak dari tempat parkir ini menuju kelasnya cukup jauh. Ya, gak jauh-jauh amat sih. Tapi tetep aja bisa kena hujan!

Tiba-tiba, kaca spion Gabriel menangkap seorang gadis yang tengah berjalan dengan memakai sebuah payung berwarna hijau tosca, untuk melindungi tubuhnya dari hujan.
Gabriel tersenyum lebar, lalu melirik pada Shilla.
“Shill, ada Ify tuh. Dia bawa payung. Lo bareng aja sama Ify.” Ujar Gabriel.
“lho, elo gimana, Yel?” tanya Shilla.
Gabriel menggeleng pelan, “Udah, gue sih, gampang. Tenang aja.” Jawabnya meyakinkan.

Gabriel menurunkan kaca mobilnya, dan menyembulkan kepalanya keluar.
“Fy..” panggilnya pada seorang gadis yang kini berjalan tak jauh dari mobilnya.
Gadis itu melirik kesana-sini. Mungkin bingung; siapa yang memanggil?

“Disini..” sahut Shilla yang ikut memanggil Ify.

Ify berjalan mendekat kea rah mobil Gabriel.
Dia tampak tersenyum kikuk setelah sampai di dekat mobil itu.
“Ada apa?” tanyanya. Ify sengaja mengambil tempat di sebelah Shilla. Rasanya ia belum terlalu berani dekat dengan Gabriel disaat ada Shilla juga disana.

“Shilla bareng kamu, ya, ke kelasnya. Aku lupa gak bawa payung.” Ucap Gabriel.
Shilla menelan ludahnya susah payah saat mendengar ucapan Gabriel.

Tunggu. Tadi Gabriel memanggil Ify apa? ‘Aku Kamu’?
Lalu dia memanggil Shilla apa? ‘Gue Elo?’?
Oh.. sudahlah Shilla. Mereka kan Pacaran.
APA? Pacaran??
Eh, ada apa ini? Bukankah Shilla sudah mengikhlaskan Gabriel bersama Ify? Tapi mengapa ia merasa sakit saat mengingat kalau Gabriel dan Ify kini menjadi sepasang ‘kekasih’? MENGAPAAAA??

“Shill.. Shilla..” Ify dan Gabriel memanggil ke sekian kalinya. Tapi Shilla masih diam dengan pikiran kacaunya itu.
“Shillaa..” panggil Ify lebih kencang. Mungkin suara hujan juga mempengaruhi pendengaran Shilla saat ini.
“Eh, iya, Fy.” Sahut Shilla setelah akhirnya sadar dari lamunannya.
Dilihatnya, ternyata pintu mobilnya sudah terbuka. Siapa yang membukanyaaa??!!

“Ayo, Shill. Nanti kita telat.” Ujar Ify.
“Eh, iya. Sori.” Sahut Shilla sembari keluar dari mobil Gabriel. Tak lupa, ia membawa jaket di genggamannya.

“Yuk..” ujar Shilla pada Ify.
“Kita duluan, ya.” Ucap Shilla pada Gabriel.
“Duluan, Yel.” Sahut Ify juga.
Gabriel hanya mengangguk dan tersenyum. lalu lelaki itu terdengar menutup pintu mobilnya.

“Duh, Fy, kenapa gue bisa lupa bawa payung, ya? Padahal sekarang ‘kan lagi musim hujan.” Ucap Shilla.
Ify tersenyum. “Bukannya lo emang jarang banget bawa payung, ya, Shill? Lo ‘kan lebih suka hujan-hujanan daripada harus berlindung di bawah payung.” Jawab Ify diiringi tawanya dan tawa Shilla.
“iya, juga, sih. Haha..”

Belum jauh Shilla dan Ify melangkahkan kaki mereka, tiba-tiba ada yang menghadang mereka dengan menarik pergelangan tangan Shilla.

“ADUUUHH!!” pekik Shilla.

*

Gabriel meletakkan tangannya diatas stir. Lalu meletakkan kepalanya diantara tangannya itu.
Sebenarnya, tadi Gabriel berbohong! Iya. Dia berbohong kalau dia tidak membawa payung.
Padahal, dia membawa payung yang ia simpan di belakang.
Hanya saja, ia malas untuk mengambilnya. Bukan! Bukannya tidak mau memberikan payung itu pada Shilla. Tapi, ia malas untuk ke belakang dan mengambil payung itu.
Ia masih kacau dengan pikirinnya sendiri.

sedari tadi, Gabriel memang terus memikirkan perasaannya sendiri.
Ia tau, sejak berangkat sampai sekarang sudah sampai di kampus itu waktu yang cukup lama untuk mempertimbangkan perasaan dilemanya. Tapi tetap saja, perasaan hati itu butuh waktu yang lama kan, untuk memastikan antar satu dan lainnya.
Seperti Gabriel yang tengah bingung antara memilih satu gadis dengan gadis lain.

Gabriel terus terngiang-ngiang akan ucapan Rio tadi pagi.
Sekarang, lo pengen Shilla kembali ke pelukan lo, sedangkan  ‘Lo punya tanggung jawab pada Ify, yang sekarang adalah pacar sekaligus calon tunangan lo’.

“Arrrgghh!!!” Gabriel mengerang sembari mengacak rambutnya frustasi.

“Gue harus gimanaaa!!” teriaknya.
Iya! Dia harus bagaimana?!
Disisi lain, ia masih mencintai Shilla. Tapi, disisi lainnya, ia juga –jujur saja- mencintai Ify, dan Ify adalah calon tunangannya.
Gabriel harus bagaima—

“ADUUUHH!!”

Gabriel buru-buru keluar dari mobilnya saat mendengar teriakan itu.
Ia tau jelas, itu suara Shilla!

“Shill—la.” Gabriel melongo parah saat melihat Shilla ditarik seseorang. Dia…

*

“RIO! NGAPAIN SIH, LO!” Shilla menjerit kaget saat melihat orang yang menarik tangannya tadi.
Hah? RIO?
Oh, ternyata tadi Rio bukan memutar untuk ke rumah Shilla. Tapi, ke kampus Shilla.

Tidak jauh berbeda dengan Gabriel, Ify pun melongo melihat tingkah Rio –si pemuda itu.

Rio tersenyum lebar sambil menatap Shilla.
Tadi, Rio tiba-tiba saja menarik Shilla dan langsung membawa Shilla ke dalam rengkuhannya, ia juga sedang memakai payung.
Tunggu, apa? Shilla didalam rengkuhan pemuda itu?

“EH!!” Shilla langsung menghindar dari pelukan Rio yang tiba-tiba itu.
Ah, sepertinya Rio juga tidak sadar dengan apa yang dilakukannya.

“Sori, Shill. Reflex.”alibinya.
Shilla hanya mendelik sebal. Sedangkan Ify sudah geleng-geleng kepala melihat tingkah mereka.

“Apaan, sih, lo? Main tarik-tarik gitu segala?!” tanya Shilla sedikit sewot.
Rio nyengir, “Enggak. Cuma pengen surprize aja.” Jawabnya.
Surprize?”
“Ya, lagian ‘kan kasian, um..” Rio melirik Ify sebentar, nampak mengingat-ingat. Lalu mengangguk-ngangguk aneh. “kan kasian kalo Ify sepayung berdua sama lo. Badan lo kan mbul (dibaca:berisi), ntar Ify gak kebagian payung gara-gara tubuh lo kebagian banyak.”
“IIIHHH Riooo!!!!” Shilla langsung mencubit pinggang Rio dan memutar cubitannya. Membuat cowok itu merintih kesakitan.
“Aduh.. aduuh.. sakit, Shill.” Rengeknya.
“Rasain tuh!”
Ify semakin geleng-geleng kepala dan tersenyum sendiri melihat tingkah dua makhluk itu.

“Udah, ayok! Bareng gue aja.” Rio langsung merangkul Shilla.
“Ah elo, gue kan lagi ngambek sama lo!” sahut Shilla dengan wajah yang dibuat sejengkel mungkin.
“Lha, kok ngambek?” tanya Rio merasa bersalah.
“Abisnya, lo PHP mulu!” sahut Shilla.
“Yaudah deh, Maaf. Sebagai gantinya, ayo gue anter.” Jawab Rio dengan menaik-turunkan alisnya.
“Haha, iyadeh!” jawab Shilla pasrah.
“Yaudah, Fy, kita duluan, ya.” Ucap Rio.
Ify tersenyum dan mengangguk.
“Maaf, ya, Fy, gue duluan. Cowok rese lagi seneng banget deh pengen ngeselin gue, mulu.” Cerocos Shilla.
“Iya-iyaaa..” jawab Ify sambil tertawa geli saat melihat Rio yang menjitak Shilla karena ucapan Shilla tadi.

“Adaaww!! Sakit, RIO!!” pekik Shilla.
“Biarin. Wlee..” jawab Rio dengan menjulurkan lidahnya.
Shilla sendiri langsung membalas dengan memeletkan lidahnya juga.
Rio langsung menjawil hidung Shilla. Membuat gadis itu meringis susah bernafas, dan menimbulkan warna merah di hidungnya itu.
“Cowok rese!”
“Cewek gila!”
Pasangan aneh!

Tak jauh dari situ, Gabriel masih memperhatikan mereka.
Tiba-tiba, Ify menoleh ke belakang dan melihat Gabriel sedang berdiri di samping mobil Gabriel dengan memakai payung.
Mata Ify membulat tapi dengan senyum bingungnya menatap payung itu.
Oh tidak! Sepertinya Gabriel sudah kepergok berbohong!

Tak lama kemudian, Gabriel mengembangkan senyumnya.

“Kayaknya, gue udah temukan jawabannya.” Ucapnya dengan tersenyum misterius.


*

Bersambung...

*

follow me on twitter : @murfinurh_

Aku, Kamu, dan Hujan.. #Chapter 9

Chapter #8

.
.
Shilla mematut dirinya di depan sebuah cermin besar, yang tertempel di dinding kamarnya.
Shilla mendesah pelan.
Beberapa baju telah ia coba. Tapi, rasanya belum ada yang pas di tubuhnya, untuk ia pakai sore ini.

Shilla melirik meja kecil yang ada di hadapannya. Lebih tepatnya  sebuah meja rias.
Benda mungil yang ia simpan di atas meja itu bergetar. Shilla buru-buru mengambilnya.

“Halo..” Ucap Shilla menyambut telfon itu.
“Halo, Shill. Lo lagi apa sekarang?” kata sebuah suara di seberang sana.
Shilla kembali melihat baju-bajunya yang berserakan di atas tempat tidurnya. Sembari memilih-milih. “Gue... Emangnya lo udah ada dimana, Yo?” bukannya menjawab pertanyaan dari Rio, ia malah melemparkan sebuah pertanyaan pada pemuda itu.

“Lho, kok malah balik nanya, sih?” sahut Rio. Shilla terkekeh pelan. “Gue baru keluar dari rumah nih. Otw ke pintu gerbang komplek. Hehe..” sambungnya.
Shilla tersenyum puas saat menemukan sebuah ide, untuk hanya memakai baju santai saja. Jeans dan baju kaos.
“Oh, bagus kalau begitu.” Jawab Shilla. “Emang kita mau nonton apaan, sih?”
“Lo maunya nonton apa, emang?” tanya Rio.
“Ya elo maunya apa, Yo?”
“Kok daritadi kita malah saling lempar tanya, sih?” Rio tertawa, begitupun dengan Shilla.
“Dandan yang cantik ya, Shill.” Ujar Rio.
“Lha? Emangnya kenapa? Bukannya kita Cuma mau nonton doang ya? Masa harus dandan-dandan segala?” Tanya Shilla.
Rio melengos, “Emangnya lo mau dandan biasa-biasa aja?”
“Gue sih mau bagaimanapun pasti tetep aja keliatan cantik!” jawab Shilla dengan bangga.
“Iya, sih..” kata Rio pelan.
“APA??” sahut Shilla.
“Eh, gakpapa.”
“Lo udah nyampe mana?”
“Buset!”
Shilla menjauhkan handphonenya dari telinganya. Suara Rio terdengar memekik sekali.
“Kenapa, Yo?”
“Duh, masa pas gue baru keluar gerbang, pas nyampe jalan raya, ternyata langsung macet.” Kata Rio.
“Wah, berarti sekarang ada pergantian lagu, Yo.” Sahut Shilla.
“Maksud lo?”
“Iya, dulu kan ‘Macet gara-gara si Komo lewat’. Lha, sekarang jadi ‘gara-gara si Rio lewat’, wkwkwk..” Shilla langsung tertawa terbahak.
“Wah enak aja, lo! Haha..” sahut Rio.
“Yaudah deh, palingan bisa jadi agak maleman dikit gue sampe. Gapapa kan?”
Shilla mengangguk. Sedetik kemudian, ia tersadar kalau Rio tak bisa melihat anggukan kepalanya.
“Iya deh. Lagian, gue juga mau nonton drama Korea dulu. Hihi..”
“Sejak kapan lo suka drama Korea?”
“Enggak juga sih.. Cuma mau ikut si mbok aja nonton drama Korea.”
“Pembantu rumah tangga lo gaul, Shill. Haha..”

**

Rio menggigit ujung bibirnya, setelah menutup telfon dengan Shilla. Lalu menoleh ke lelaki di sebelahnya.
“Masih mau ngajak jalan Shilla?”
“Ck!” Rio berdecak kesal.
Sebenarnya, tadi ia bohong pada Shilla. Jalanan tidak macet. Bahkan sangat lancar.
Saat ia keluar dari gerbang komplek perumahannya, tiba-tiba ia dihadang oleh sebuah mobil berwarna silver. Mobil yang pernah Rio lihat sebelumnya.
Dan ternyata, itu mobil Gabriel.
“Sebenernya, apasih mau lo?” tanya Rio.
Gabriel tersenyum miring. “Kayaknya, lo pasti tau.” Jawabnya.
Rio semakin tak mengerti dengan lelaki dihadapannya ini.
Rio membenarkan kerah kemejanya. “Lo masih sayang sama Shilla?” tanya Rio dingin.
“Tentu saja.”
Iya, tentu saja! Tentu saja bukan jawaban itu yang ingin Rio dengar.
“Lo kan udah punya Ify.” Sahut Rio dengan nada agak meninggi. Kesal juga jadinya.
Gabriel menaikkan bahunya, tak acuh.
“Gue Cuma ngingetin lo aja, Yo. kalau sampai lo tetep deketin Shilla, lo bakal tanggung sendiri akibatnya.” Ujar Gabriel tajam. Lalu lelaki itu berbalik, seraya membuka pintu mobilnya.
“Dan gue gak takut sedikitpun sama ancaman lo itu!” sahut Rio tegas.
Gabriel tersenyum licik, “Oh ya? Meskipun Shilla juga jadi korbannya?”
DEG!!
Rio jadi deg-degan dan khawatir sendiri. “Maksud lo apa?”
“Nothing.” Jawab Gabriel, dan langsung masuk ke dalam mobilnya, dan melaju meninggalkan Rio yang masih bingung dengan fikirannya.

**

Shilla tertawa sendiri melihat tingkah pembantu rumah tangga di rumahnya itu. Si mbaknya yang kira-kira berusia 35 tahun ini memang sangat menggemari serial Drama Korea. Saking gemarnya, si mbak yang bernama Pipit yang ingin dipanggil Vita itu –OH NO!-, sampai-sampai sangat heboh saat menonton. Hebohnya, tidak lain karena melihat pemain-pemainnya yang tampan.
“Mbak, gak usah heboh gitu dong, mbak. Pemainnya emang ganteng-ganteng, tapi mbak inget dong sama Suami dan anak-anak mbak.” Ucap Shilla, sambil mencoba menahan tawanya.
“Ya, si non. Itusih jangan diomongin di saat-saat kayak gini. Saya emang suka lupa diri kalau lihat yang ganteng.” Jawab si Mbak.
“Hahaha..” tawa Shilla semakin meledak.

Drrt.. Drrt..

Shilla merasakan sebuah getaran di sebelahnya. Oh, handphonenya. Ada sebuah pesan yang masuk.
Shilla tersenyum kecil saat melihat nama pengirim pesan singkat tersebut.
Dari siapa lagi, kalau bukan dari Rio.

Shilla tidak buru-buru membuka pesan singkat tersebut. Ia malah langsung mengambil cardigan berwarna cokelat miliknya, dan memakai tas kecilnya.
“Mbak, mbak nonton sendiri, yaa. Dadaaaa..” ucapnya dan langsung saja pergi tanpa meminta persetujuan dari si Mbak.

“Nananana..” senandungnya tidak jelas, seraya berjalan menuju pintu depan.
Jemarinya mulai menyentuh layar handphonenya, untuk membuka pesan singkat yang dikirim Rio tadi.
Shilla membuka pesan singkat tersebut, dan..

From : Rio
17.30
                          
Shill, sori, ya. Soriiiii banget! Gue harus batalin acara nonton kita. Nyokap gue nyuruh gue jemput dia di Bandara. Sori ya, Shill. Ini mendadak banget lho, sumpah. :(

Seketika, raut wajah Shilla berubah menjadi muram. Ada rasa kecewa dalam hatinya.
“Tau gitu, mending terus nonton sama si Mbak, deh.” Ucapnya seraya berbalik, dan kembali masuk ke dalam rumah.
“Rio PHP (Pemberi harapan palsu), ih!”

**

Rio menarik nafasnya lega setelah melihat pesannya berhasil terkirim pada Shilla.
Sebenarnya, ia tidak takut dengan ancaman Gabriel tadi. Tapi, kalau difikir-fikir, mencegah lebih baik daripada memperbaiki-kan? Jadi, Rio memilih untuk membatalkan acara nontonya.
Lagipula, soal Mamanya yang minta di jemput itu, ia tidak berbohong kok. Sebelum ia mengirim SMS pada Shilla, ia memang menerima telfon dari Mamanya, yang baru pulang dari Singapura itu.
Dan itu memang mendadak. Mamanya memang selaluuu begitu.
Rio mulai melajukan mobilnya. pastinya, menuju ke Bandara.

**

Gabriel hanya berdiam diri, sambil duduk di sebuah kursi yang ada di beranda kamarnya.
Sepulang dari tempat Rio tadi, ia mendapati, em.. hal buruk. Mungkin.
Mamanya mengatakan, kalau calon mertuanya, eh, maksudnya Ayah Ify, ingin mempercepat acara pertunangan mereka.

“Shit!” umpat Gabriel penuh kekesalan.
Jujur saja, ia belum siap. Ia belum siap untuk bertunangan dengan Ify.
Terlebih lagi... karena gadis yang ia cintai bukan Ify. Tapi.. Shilla.

“Arrgghh!!” Gabriel mengerang frustasi, dan mengacak-acak rambutnya sendiri. Memikirkan dua gadis itu, membuatnya jadi sangat sensitive.
Ia masih mencintai Shilla. Sangat mencintainya. Tapi, disisi lain, ia dijodohkan dengan gadis lain. Tentunya Ify.
Dan rasa yang sempat Gabriel pikir, tak akan pernah datang kepadanya, ternyata kini sudah menjalar didalam hatinya. Perasaan aneh ketika bersama Ify. Tapi, ia selalu berusah untuk tetap menyangkal perasaan itu. Dan tetap memperkokoh perasaannya terhadap Shilla. Egois memang. Dan sangat tidak adil bagi Ify.

Tik.. Tik..

Gabriel mendongakkan kepalanya, saat mendengar suara rintik air.
Butiran air dari langit itu, perlahan mulai turun satu persatu. Hingga tak lama, mulai menjadi sebuah gerombolan butir air yang berdesakkan turun membasahi permukaan bumi.

Suara hujan itu, membuat Gabriel menaikan sedikit garis bibirnya.
Gabriel berjalan mendekati pagar (?) di ujung beranda kamarnya. Ia mengulurkan kedua lengannya, dan menengadahkannya. Mencoba merasakan dinginnya air hujan yang kini sudah berkumpul di telapak tangannya.
Ia suka hujan. Sama seperti Shilla. Tapi terkadang, saat ini hal itu lah yang membuatnya juga membenci hujan. Hujan mengingatkannya pada Shilla. Dan seharusnya, ia segera melupakan gadis itu bukan?
Sebenarnya, bukan melupakan. Hanya ingin melenyapkan sebuah rasa cinta untuknya.

“Gue rasa, gue orang paling munafik dan egois di dunia ini.” Ucap Gabriel datar.
Tatapannya tertuju pada rintik-rintik hujan yang semakin lama semakin deras.

“Yel...”
Gabriel menoleh dengan cepat saat mendengar seseorang memanggil namanya.

“Mama?” sahutnya saat mendapati Mamanya yang sedang berdiri tak jauh dibelakangnya.

Mama melipat kedua tangannya didepan dada. “Kamu lagi ada masalah?” tanyanya, kepada anak semata wayangnya itu.
Ingin sekali Gabriel mengatakan “Ya” pada Mamanya. Tapi, Gabriel bukan tipe orang yang terbuka kepada Mamanya. Ia merasa, jika seorang anak laki-laki curhat kepada sang ibu, itu akan terdengar aneh. Padahalkan itu sah-sah saja bukan? Dasar Gabriel.

“Enggak kok, Ma.”
“Gak usah bohong.” Sela Mamanya cepat. “Mama tau dari raut wajah kamu, Yel.”
Gabriel langsung meraba pipinya. Ah, masa iya wajahnya sangat menunjukkan kalau ia sedang stress seperti ini. Memalukan.
“Apa ada yang bisa mama lakukan buat bantu kamu?” tanya Mama lagi.
Gabriel menggeleng, “Gak usah, Ma. Gabriel pasti bisa atasi sendiri kok.” Jawabnya.
Mama menghela nafasnya, “Ya sudah kalau kamu memang mau menutupinya.” Ucapnya. “Tapi, kamu gak perlu berfikir bahwa kamu orang yang paling munafik dan egois di dunia ini. Karena, bukan hanya kamu yang merasa seperti itu.” Sambungnya.
Glek!
Jadi Mama tau kalau Gabriel mengatakan hal itu? Sejak kapan sih Mama ada dibelakang Gabriel?

Mama gabriel jadi tersenyum sendiri melihat Gabriel yang shock seperti itu. Wanita paruh baya itu kemudian membalikkan tubuhnya. “Oh, ya, tadi ada teman kamu yang menelfon ke telfon rumah.” Ucapnya lagi. “Katanya, dia pengen ketemu kamu, habis maghrib nanti.”
“Hah, siapa?” tanya Gabriel.
“Kalau gak salah... namanya Cakka.”

**

Shilla melipat mukenanya dengan rapi, setelah selesai mengerjakan Sholat Maghrib.
Lalu, ia melirik ke arah jendela kamarnya yang terpampang besar.

“Hujannya awet banget.” Ucap Shilla seraya menyimpan alat sholat itu ke tempatnya.
Ia berjalan mendekati jendela tersebut.
“Harusnya gue lagi teriak-teriak nih sama Rio pas nonton.” Ucapnya. Ia menghela nafas sesaat, “Eh, teriak-teriak? Emangnya gue mau nonton apa? Horror? Idiiih serem! Gak mau!” Lanjutnya, sambil bergidik ngeri.
Shilla kemudian memeluk tubuhnya sendiri, sambil mengusap-ngusap lengannya.
“Dingin bangeet! Ini hujan gak capek apa?”

Tok... Tok... Tok...

Shilla membalikkan tubuhnya kea rah pintu kamar.
“Sebentar..” teriaknya, seraya berjalan cepat untuk membuka pintu kamarnya.

“Ada apa, mbak?” Tanya Shilla pada mbak Pipit yang baru saja mengetuk pintunya itu.
“Ini non, tadi handphone si non ketinggalan di sofa. Terus, tadi bunyi-bunyi gitu beberapa kali. Saya mau kasih, tapi non Shilla kan lagi sembahyang.” Jelasnya panjang lebar.
“Duh, kok bisa ketinggalan ya? Yaudah, makasih ya, mbak.” Jawab Shilla seraya mengambil alih handphonenya.
Shilla menutup pintu kamarnya kembali, setelah mbak Pipit pergi.
Ia melirik layar handphonenya.

25 missedcall
11 message

“Buset! Pantes aja si mbak bilang bunyi terus.” Komentar Shilla setelah melihat tulisan tersebut di layar handphonenya.
8 diantara panggilan tak terjawab, adalah dari Rio. 6 diantaranya dari Gabriel. Sedangkan 11 lainnya dari sebuah nomor yang tak dikenal.
4 diantara pesan singkat yang masuk dari Rio. 4 diantaranya dari Gabriel. Sedangkan 3 lainnya dari nomor yang tak dikenal tadi.

Shilla mengerutkan keningnya.
“Gabriel sama Rio.. sms di waktu yang sama?” tanyanya, lebih tepatnya pada dirinya sendiri. “Dan yang lebih parah.. nomor gak dikenal ini juga sms diwaktu yang sama? Ada apa nih?” lanjutnya.
“Duh, ini nomor siapa pula?!”
Shilla langsung membuka pesan singkat yang dikirim oleh nomor tak dikenal itu terlebih dahulu, sebelum membuka pesan singkat dari Gabriel dan Rio.

From : 085313xxxxxx
18.05
Selamat malam, Cantik :)

From : 085313xxxxxx
18.11
Masih inget aku kan, cantik? Aku yang selalu mencintai kamu :)

From : 085313xxxxxx
18.14
Cantik, sampai kapanpun, aku akan menghancurkan siapapun yang berani mendekatimu! Sekalipun taruhannya nyawa. Karena, itu sebagai bukti bahwa aku yang paling mencintaimu. I miss u.

DEG!!
Jantung Shilla terasa berhenti berdegub seketika.
“Orang ini....” ucapnya menggantung.

**

“Ma, Rio ada urusan dulu nih. Rio pergi dulu, ya.” Pamit Rio tanpa basa-basi setelah ia sampai dirumahnya dengan mengantarkan mamanya.
“Hey, kamu kan baru sampai, nak.” Ujar Mamanya.
“Iya, tapi Rio ada urusan penting nih. Bentar ya, Ma. Bentar deh.” Ucapnya lagi.
Ia langsung saja memarkir mobilnya untuk keluar, dari gerbang rumah.
“Dada mamaaaaah…”

Rio melakukan ini bukan tanpa alasan. Tadi, ia melihat sesuatu di dekat taman kota.
Ia melihat dua orang lelaki yang sedang, umm, bicara penting sepertinya. Salah satu diantara dua orang itu, adalah orang yang Rio kenal. Gabriel. Ya, lelaki itu adalah Gabriel.

“Umm, kayaknya sebelumnya gue pernah liat tuh cowok, yang sama Gabriel tadi deh.” Ucap Rio. “Mereka lagi ngapain ya? Gue jadi curiga.” Lanjutnya.
Hei! Jangan menganggap Rio kepo dan sebagainya, ya! Tapi ia juga tak mengerti mengapa ia begitu penasaran dengan apa yang dilakukan oleh Gabriel dengan temannya itu.

Tak sampai 5 menit, ternyata Rio sudah sampai di Taman Kota. Ia menghentikan mobilnya tepat di dekat sebuah mobil berwana silver. Yang ia ingat, itu mobil Gabriel tadi.
Gabriel dan temannya itu masih ada disana ternyata.
Rio segera keluar dari mobilnya, lalu berjalan mengendap untuk mendekati Gabriel dan ‘temannya’ itu.

“Oh, ya? Lo pikir gue bakal dengan mudah ngelepas Shilla untuk lo?”
“Tentu saja! Masih inget kan sama ancaman gue?”
“Persetan dengan ancaman lo itu! Gue gak takut!”
“Oke! Mungkin lo gak takut! Tapi, gue akan nyerang si cowok jelek itu!”
Rio memperhatikan teman Gabriel yang kini berjalan meninggalkan Gabriel.
“Cowok jelek?” tanya Rio pelan. “Pasti bukan gue! Gue kan ganteng.” Sambungnya dengan senyuman bangga.

“Sial!! Gue gak akan biarin lo lakuin apapun, psikopat gila!” umpat Gabriel dengan menendang sebuah botol kaleng minuman. Lalu, ia berjalan menuju mobilnya yang terparkir tak jauh dari tempatnya berdiri tadi.
Sedangkan, Rio segera bersembunyi dibalik pohon besar, agar Gabriel tidak mengetahui keberadaannya.

Gabriel sendiri, jadi merasa ada sesuatu yang aneh. Contohnya, ada sebuah mobil hitam yang terparkir di sebelah mobilnya. padahal, setaunya tadi tidak ada.
Ah, entahlah. Ia tak peduli.
Gabriel langsung masuk saja, dan melajukan mobilnya.

**

Rio langsung terjun ke tempat tidurnya, setelah sampai dikamarnya.
“Kangen Shilla, ih.” Ucapnya.
Padahal, hari ini ia sudah bertemu Shilla. Ya, walaupun tidak terlalu lama. Setidaknya, ia sudah melihat gadis berparas cantik itu kan?
“Kok, dia gak bales sms gue, ya?”
Rio langsung mengambil handphonenya yang ia simpan di saku jaketnya. Dan mengirim sebuah pesan singkat kepada Shilla.

To : Shilla cantik :*
Shill, lagi ngapain? Kamu gak marah kan karena nontonnya batal? Maaf ya, aku bener-bener minta maaf :(

Send!

Rio tersenyum puas karena tak lama mendapat balasan sms dari Shilla.

From : Shilla cantik :*
Enggak, gue gak marah kok. Biasa aja. Kenapa lo tiba-tiba pake panggilan ‘aku kamu’, Yo?

GLEK!
Rio meneguk ludahnya. Benar juga. Kenapa ia jadi pakai ‘aku kamu’? ah sudahlah! Terlanjur basah. Lanjutkan saja! Hehe..

To : Shilla cantik :*
Oh, syukur deh kalo gitu. Hehe, aku juga gak tau. Yaudahlah, gapapa :D
Oiya, besok aku anter kamu ke kampus, ya, Shill.

Setelah itu, pembicaraan terus berlangsung hingga cukup larut malam.

**
TBC :)

@murfinurh_
 
PiscesLeo? Blogger Template by Ipietoon Blogger Template