#Chapter 10
.
.
Rio telah sampai di depan rumah Shilla. Tapi, sepertinya ada
yang aneh.
Gerbang rumahnya menjulang tinggi tetapi tidak tertutup
rapat. Tunggu, tidak tertutup rapat?
Rio menggerak-gerakkan kepalanya, ke kanan, kiri, maupun
depan. Mencoba melihat ke dalam.
“Tumben pintu gerbangnya terbuka sedikit. Kayaknya ada yang
baru masuk, nih. Siapa, ya? Kok gak di tutup lagi?” cerocos Rio bertanya-tanya.
Rio mengangkat bahu tanda tak tahu setelah menyerah untuk
melongok-longok melihat ke dalam.
Kali ini Rio memilih menunggu di mobil saja.
Rio menyenderkan tubuhnya di jok mobil. Sebenarnya, Rio bisa
saja meminta pak satpam untuk membukakan gerbang lalu masuk ke dalam rumah
Shilla (tentunya dengan izin dari satpam dan pembantu di rumah Shilla).
Rio mengambil handphonenya yang tergeletak di dashboard mobilnya.
Tangannya dengan lihai menari-nari diatas keypad BlackBerry nya.
Dan dia mulai sibuk sendiri dengan menenggelamkan diri di
dunia maya.
Tin.. tin..
Rio sontak terlonjak kaget saat mendengar suara klakson
–mobil sepertinya-, yang menganggu aktivitasnya.
Rio melirik ke sebelah kanannya –lebih tepatnya, rumah
Shilla. Sebuah mobil hitam mengkilat yang tak kalah keren dengan miliknya,
keluar dari pintu gerbang rumah Shilla.
Rio menyipitkan matanya. Sepertinya, ia mengenali mobil
hitam itu.
“Woi! Minggir dong! Gue mau keluar nih!” lamunan Rio
terbuyar. Dan benar saja! Ia tahu pemilik mobil itu. Dan dia juga sudah melihat
orang yang menyembulkan kepalanya di balik kaca mobil itu. Gabriel. Ya.
Gabriel.
“Ngapain dia disini juga?” gumam Rio bertanya, yang hanya di
jawab angina pagi.
Gabriel sendiri, tengah tersenyum di dalam mobilnya.
Rio menjalankan mobilnya, dan menggeser sedikit seperti yang
Gabriel suruh tadi.
Gabriel pun langsung keluar dari pintu gerbang dengan mobil mewahnya
itu.
Rio beranjak keluar dari dalam mobilnya. dan ternyata,
Gabriel juga begitu.
“Ngapain lo, disini?” tanya Rio.
“Harusnya gue yang tanya itu. Ngapain lo, disini?” sahut
Gabriel.
Rio melengos. “Gue mau anter Shilla ke kampus.” Jawab Rio
mantab.
“Ha?” Gabriel terlihat terkejut. “Kayaknya, lo telat deh,
Yo. Gue yang datang duluan, jadi gue yang bakal anter Shilla.” Tegasnya.
“Oh, kalo gue telat, lo kenapa udah keluar sebelum Shilla
masuk mobil lo? Maksudnya.. um, Shilla masih bisa milih kan buat berangkat
bareng siapa.” Sahut Rio.
Gabriel tersenyum meremehkan, “Shilla jelas lebih pilih
gue!”
“Oh, ya?”
Gabriel memperhatikan Rio dari bawah ke atas, lalu dari atas
ke bawah, “Penampilan lo… cukup oke. Tapi.. lo itu bukan apa-apa di bandingkan
gue!” tukas Gabriel.
Tajam. Ya. Tajam. Sampai menusuk ulu hati Rio. Sakit woi!
“Sebaiknya, lo jauhin Shilla deh..” tambah Gabriel.
Rio menyeringai, “Jangan mimpi, Yel. Shilla sekarang bukan
milik lo lagi ‘kan? Itu artinya, siapapun berhak buat deketin dia!” tegas Rio
cukup keras.
“Lagi pula.. lo kan calon tunangannya Ify, kan? Ngapain lo
masih berharap sama Shilla?” sambung Rio dengan mantap.
Gabriel meringis. “Udahlah, intinya, lo harus jauhin
Shilla!”
“Untuk apa?” sahut Rio cepat. “Gue berhak berteman sama
Shilla!” belanya.
“Cih! Gak mungkin! Ujung-ujungnya, lo pasti suka kan sama
Shilla?” sahut Gabriel.
Iya! Gue suka sama Shilla! Dan gue sayang sama dia!, jawab
Rio. Dalam hatinya.
“Apapun jadinya nanti, biar waktu yang menjawab. Lagipula,
itu hak gue kan?” jawab Rio.
Alis Gabriel saling bertautan, menatap Rio.
“Lebih baik, lo konsisten, Yel. Lo harus pikirkan semuanya
baik-baik.”
“Lo udah putusin hubungan lo sama Shilla, dan bikin hati
gadis itu sakit. Sekarang, lo pengen Shilla kembali ke pelukan lo, sedangkan ‘Lo punya tanggung jawab pada Ify, yang
sekarang adalah pacar sekaligus calon tunangan lo’.” Lanjut Rio dengan
penekanan di akhir kalimat.
“Jangan kasih mereka harapan yang gak pasti. Gue harap.. lo
jangan mainin hati mereka berdua. Ingat, mereka itu cewek. Dan cowok sejati gak
mungkin tega nyakitin cewek.” Ujar Rio.
Detik berikutnya, Rio berbalik untuk kembali masuk ke
mobilnya.
Gabriel sendiri, masih berdiri mematung di tempatnya.
Gabriel membatin sendiri, Omongan bocah itu ada benarnya juga, sih. Tapi..
“Tapi, jangan lo pikir gue bakal tinggal diem. Gue bakal
pertahanin perasaan gue buat Shilla. Gue balik. Tolong antar Shilla dengan
selamat.” Ujar Rio yang kini telah masuk ke mobilnya.
Rio langsung melajukan mobilnya, dan membatalkan rencana
mengantar Shilla.
Shilla. Yang kini telah siap untuk berangkat, bingung karena
melihat Gabriel yang tengah berdiri memandang ke jalanan komplek yang kosong.
Kok, Gabriel sih?,
batinnya.
“Yel..” panggil Shilla.
“Eh?” Gabriel berbalik dan mendapati Shilla yang telah berdiri
kikuk di hadapannya.
Shilla mengerutkan keningnya, “Ng.. ngapain lo disini?”
tanyanya hati-hati.
“Gue mau jemput lo. Yuk, berangkat.” Ujar Gabriel seraya
menarik pergelangan tangan Shilla.
“Eeeh.. tunggu!” cegah Shilla.
Gabriel menaikan sebelah alisnya. “Kenapa?” tanyanya.
Shilla menggigit bibir bawahnya, “Um.. Gue.. udah janji mau
berangkat sama Rio.” Jawab Shilla.
Gabriel mengangguk-ngangguk mengerti., “Dia gak bisa datang,
Shill.” Ucap Gabriel.
Shilla mengrenyit lagi. “dari.. dari mana lo tau?”
“Udahlah.. ayo cepet berangkat!” titah Gabriel seraya
membukakan pintu bagian penumpang untuk Shilla.
Shilla melirik jaket di tangannya. Jaket Rio.
Kemana cowok tengil
itu? Ish!, batin Shilla.
Lagi-lagi Shilla dibuat kecewa oleh Rio. Lagi!
“Ayo, Shill..” ujar Gabriel.
“Eh, iya.”
*
Rio melajukan mobilnya dengan santai. Namun ia tak begitu
konsentrasi.
Pikirannya saat ini hanya dipenuhi oleh Shilla. Shilla. S
hilla. Dan Shilla.
“Sial!” umpatnya sambil memukul setir mobil. “Gabriel.
Beraninya ngerendahin gue!”
Rio menggertakan giginya, sehingga terdengar decitan yang
‘ngilu’.
“Gue harus tembak Shilla secepatnya. Dan buktiin sama
Gerbol, eh apa, ya? Gabriel ding, kalo gue bisa dapetin Shilla.” Ocehnya. “Dan
gue yakin kok, Shilla pasti mau dan bisa jadi milik gue! Gue yakin!”
JDEEERRRR!!!
Rio merasakan jantungnya berdebar dengan kencang. Dia
mengelus-elus dadanya. Lalu melihat ke kaca mobilnya.
“Petir.” Cicitnya.
Rio berpikir sejenak. “Ah! Kenapa langsung ada petir pas gue
bilang ‘yakin’ ya? Mungkin Tuhan menghendaki gue sama Shilla. Hihi..” ucapnya.
Setelah itu, hujan pun turun.
Hhh.. masih pagi begini hujan sudah turun.
“Aha!” Rio menjentikan jarinya. “gue tau, gue harus lakuin
sesuatu!” ucapnya. Lalu memutar mobilnya kembali kea rah rumah Shilla.
*
Shilla melirik ke arah kiri. Lebih tepatnya, kaca mobil
Gabriel.
Gadis itu mendesah pelan. Jenuh juga berada semobil dengan
Gabriel.
Entah kenapa, cowok itu sejak tadi hanya diam seribu bahasa.
Shilla jadi keki sendiri; kenapa cowok itu?
Coba sekarang sedang turun hujan. Membuat Shilla semakin
merasa bosan.
Ah! Hujan.. ia jadi teringat kejadian, umm.. sekitar lima
hari yang lalu.
Hihi.. Shilla jadi geli sendiri dan tertawa kecil
mengingatnya.
Gabriel tiba-tiba menoleh saat mendengar Shilla yang
cekikikan seperti itu.
Mungkin, pemuda itu bisa saja menganggap gadis di sebelahnya
ini sudah tidak waras.
Shilla sendiri juga menoleh menatap Gabriel, “Eh..” ucap
Shilla. Lalu ia tersenyum garing pada Gabriel.
Shilla pikir, Gabriel akan mengatakan sesuatu seperti,
‘kenapa lo?’ atau ‘udah gila, ya, ketawa-ketiwi sendiri’, atau yang lainnya.
Eh, ternyata cowok itu malah langsung memalingkan wajahnya kembali ke jalanan.
Shilla mendengus sebal. Tau
gitu, gak usah deh, pake senyum segala sama dia!, batinnya menggerutu.
Hh.. benar saja. Boro-boro buat berkata seperti yang
disebutkan tadi. Membalas senyum Shilla saja tidak. (tolong dicatat)
ohh.. jangankan untuk tersenyum, menatap Shilla saja dengan
wajah yang datar. Sekali lagi. Datar. Tanpa ekspresi. (catat lagi juga boleh)
Ada apa sih dengan makhluk itu?
Shilla kembali menyibukkan dirinya, memandangi hujan yang
mulai turun dengan deras.
Rintik hujan itu, kini bagaikan pengiring diantara kebisuan yang
terjadi di dalam mobil Gabriel.
“Coba aja kalo Rio yang anterin gue..” ucapnya. Sedetik
kemudian, dia menutup mulutnya rapat-rapat.
Untung Gabriel tidak mendengar ucapannya itu. Hujan cukup
membantu juga ternyata.
Aduh, dasar!, dia
merutuki dirinya sendiri. Kenapa gue jadi
kepikiran Rio mulu, nih?, batinnya.
*
Gabriel menghentikan mobilnya di parkiran sekolah.
Sekarang mereka telah sampai.
“Duh..” Shilla menatap keluar jendela. Lalu melirik Gabriel
yang kini tengah membuka seatbeltnya.
“Yel, bawa payung, gak?” tanya Shilla.
Reflex Gabriel menepuk keningnya, “Duh, mampus! Gue lupa.”
Jawabnya.
“Yaaahh..” respon Shilla kecewa.
Bukan apa-apa, masalahnya, jarak dari tempat parkir ini
menuju kelasnya cukup jauh. Ya, gak jauh-jauh amat sih. Tapi tetep aja bisa
kena hujan!
Tiba-tiba, kaca spion Gabriel menangkap seorang gadis yang
tengah berjalan dengan memakai sebuah payung berwarna hijau tosca, untuk
melindungi tubuhnya dari hujan.
Gabriel tersenyum lebar, lalu melirik pada Shilla.
“Shill, ada Ify tuh. Dia bawa payung. Lo bareng aja sama Ify.”
Ujar Gabriel.
“lho, elo gimana, Yel?” tanya Shilla.
Gabriel menggeleng pelan, “Udah, gue sih, gampang. Tenang
aja.” Jawabnya meyakinkan.
Gabriel menurunkan kaca mobilnya, dan menyembulkan kepalanya
keluar.
“Fy..” panggilnya pada seorang gadis yang kini berjalan tak
jauh dari mobilnya.
Gadis itu melirik kesana-sini. Mungkin bingung; siapa yang
memanggil?
“Disini..” sahut Shilla yang ikut memanggil Ify.
Ify berjalan mendekat kea rah mobil Gabriel.
Dia tampak tersenyum kikuk setelah sampai di dekat mobil itu.
“Ada apa?” tanyanya. Ify sengaja mengambil tempat di sebelah
Shilla. Rasanya ia belum terlalu berani dekat dengan Gabriel disaat ada Shilla
juga disana.
“Shilla bareng kamu, ya, ke kelasnya. Aku lupa gak bawa
payung.” Ucap Gabriel.
Shilla menelan ludahnya susah payah saat mendengar ucapan
Gabriel.
Tunggu. Tadi Gabriel memanggil Ify apa? ‘Aku Kamu’?
Lalu dia memanggil Shilla apa? ‘Gue Elo?’?
Oh.. sudahlah Shilla. Mereka kan Pacaran.
APA? Pacaran??
Eh, ada apa ini? Bukankah Shilla sudah mengikhlaskan Gabriel
bersama Ify? Tapi mengapa ia merasa sakit saat mengingat kalau Gabriel dan Ify
kini menjadi sepasang ‘kekasih’? MENGAPAAAA??
“Shill.. Shilla..” Ify dan Gabriel memanggil ke sekian
kalinya. Tapi Shilla masih diam dengan pikiran kacaunya itu.
“Shillaa..” panggil Ify lebih kencang. Mungkin suara hujan
juga mempengaruhi pendengaran Shilla saat ini.
“Eh, iya, Fy.” Sahut Shilla setelah akhirnya sadar dari
lamunannya.
Dilihatnya, ternyata pintu mobilnya sudah terbuka. Siapa
yang membukanyaaa??!!
“Ayo, Shill. Nanti kita telat.” Ujar Ify.
“Eh, iya. Sori.” Sahut Shilla sembari keluar dari mobil
Gabriel. Tak lupa, ia membawa jaket di genggamannya.
“Yuk..” ujar Shilla pada Ify.
“Kita duluan, ya.” Ucap Shilla pada Gabriel.
“Duluan, Yel.” Sahut Ify juga.
Gabriel hanya mengangguk dan tersenyum. lalu lelaki itu
terdengar menutup pintu mobilnya.
“Duh, Fy, kenapa gue bisa lupa bawa payung, ya? Padahal
sekarang ‘kan lagi musim hujan.” Ucap Shilla.
Ify tersenyum. “Bukannya lo emang jarang banget bawa payung,
ya, Shill? Lo ‘kan lebih suka hujan-hujanan daripada harus berlindung di bawah
payung.” Jawab Ify diiringi tawanya dan tawa Shilla.
“iya, juga, sih. Haha..”
Belum jauh Shilla dan Ify melangkahkan kaki mereka,
tiba-tiba ada yang menghadang mereka dengan menarik pergelangan tangan Shilla.
“ADUUUHH!!” pekik Shilla.
*
Gabriel meletakkan tangannya diatas stir. Lalu meletakkan
kepalanya diantara tangannya itu.
Sebenarnya, tadi Gabriel berbohong! Iya. Dia berbohong kalau
dia tidak membawa payung.
Padahal, dia membawa payung yang ia simpan di belakang.
Hanya saja, ia malas untuk mengambilnya. Bukan! Bukannya
tidak mau memberikan payung itu pada Shilla. Tapi, ia malas untuk ke belakang
dan mengambil payung itu.
Ia masih kacau dengan pikirinnya sendiri.
sedari tadi, Gabriel memang terus memikirkan perasaannya
sendiri.
Ia tau, sejak berangkat sampai sekarang sudah sampai di
kampus itu waktu yang cukup lama untuk mempertimbangkan perasaan dilemanya.
Tapi tetap saja, perasaan hati itu butuh waktu yang lama kan, untuk memastikan
antar satu dan lainnya.
Seperti Gabriel yang tengah bingung antara memilih satu
gadis dengan gadis lain.
Gabriel terus terngiang-ngiang akan ucapan Rio tadi pagi.
Sekarang, lo pengen
Shilla kembali ke pelukan lo, sedangkan
‘Lo punya tanggung jawab pada Ify, yang sekarang adalah pacar sekaligus
calon tunangan lo’.
“Arrrgghh!!!” Gabriel mengerang sembari mengacak rambutnya
frustasi.
“Gue harus gimanaaa!!” teriaknya.
Iya! Dia harus bagaimana?!
Disisi lain, ia masih mencintai Shilla. Tapi, disisi
lainnya, ia juga –jujur saja- mencintai Ify, dan Ify adalah calon tunangannya.
Gabriel harus bagaima—
“ADUUUHH!!”
Gabriel buru-buru keluar dari mobilnya saat mendengar
teriakan itu.
Ia tau jelas, itu suara Shilla!
“Shill—la.” Gabriel melongo parah saat melihat Shilla
ditarik seseorang. Dia…
*
“RIO! NGAPAIN SIH, LO!” Shilla menjerit kaget saat melihat
orang yang menarik tangannya tadi.
Hah? RIO?
Oh, ternyata tadi Rio bukan memutar untuk ke rumah Shilla.
Tapi, ke kampus Shilla.
Tidak jauh berbeda dengan Gabriel, Ify pun melongo melihat
tingkah Rio –si pemuda itu.
Rio tersenyum lebar sambil menatap Shilla.
Tadi, Rio tiba-tiba saja menarik Shilla dan langsung membawa
Shilla ke dalam rengkuhannya, ia juga sedang memakai payung.
Tunggu, apa? Shilla didalam rengkuhan pemuda itu?
“EH!!” Shilla langsung menghindar dari pelukan Rio yang
tiba-tiba itu.
Ah, sepertinya Rio juga tidak sadar dengan apa yang
dilakukannya.
“Sori, Shill. Reflex.”alibinya.
Shilla hanya mendelik sebal. Sedangkan Ify sudah
geleng-geleng kepala melihat tingkah mereka.
“Apaan, sih, lo? Main tarik-tarik gitu segala?!” tanya
Shilla sedikit sewot.
Rio nyengir, “Enggak. Cuma pengen surprize aja.” Jawabnya.
“Surprize?”
“Ya, lagian ‘kan kasian, um..” Rio melirik Ify sebentar,
nampak mengingat-ingat. Lalu mengangguk-ngangguk aneh. “kan kasian kalo Ify
sepayung berdua sama lo. Badan lo kan mbul (dibaca:berisi), ntar Ify gak
kebagian payung gara-gara tubuh lo kebagian banyak.”
“IIIHHH Riooo!!!!” Shilla langsung mencubit pinggang Rio dan
memutar cubitannya. Membuat cowok itu merintih kesakitan.
“Aduh.. aduuh.. sakit, Shill.” Rengeknya.
“Rasain tuh!”
Ify semakin geleng-geleng kepala dan tersenyum sendiri
melihat tingkah dua makhluk itu.
“Udah, ayok! Bareng gue aja.” Rio langsung merangkul Shilla.
“Ah elo, gue kan lagi ngambek sama lo!” sahut Shilla dengan
wajah yang dibuat sejengkel mungkin.
“Lha, kok ngambek?” tanya Rio merasa bersalah.
“Abisnya, lo PHP mulu!” sahut Shilla.
“Yaudah deh, Maaf. Sebagai gantinya, ayo gue anter.” Jawab
Rio dengan menaik-turunkan alisnya.
“Haha, iyadeh!” jawab Shilla pasrah.
“Yaudah, Fy, kita duluan, ya.” Ucap Rio.
Ify tersenyum dan mengangguk.
“Maaf, ya, Fy, gue duluan. Cowok rese lagi seneng banget deh
pengen ngeselin gue, mulu.” Cerocos Shilla.
“Iya-iyaaa..” jawab Ify sambil tertawa geli saat melihat Rio
yang menjitak Shilla karena ucapan Shilla tadi.
“Adaaww!! Sakit, RIO!!” pekik Shilla.
“Biarin. Wlee..” jawab Rio dengan menjulurkan lidahnya.
Shilla sendiri langsung membalas dengan memeletkan lidahnya
juga.
Rio langsung menjawil hidung Shilla. Membuat gadis itu
meringis susah bernafas, dan menimbulkan warna merah di hidungnya itu.
“Cowok rese!”
“Cewek gila!”
Pasangan aneh!
Tak jauh dari situ, Gabriel masih memperhatikan mereka.
Tiba-tiba, Ify menoleh ke belakang dan melihat Gabriel
sedang berdiri di samping mobil Gabriel dengan memakai payung.
Mata Ify membulat tapi dengan senyum bingungnya menatap
payung itu.
Oh tidak! Sepertinya Gabriel sudah kepergok berbohong!
Tak lama kemudian, Gabriel mengembangkan senyumnya.
“Kayaknya, gue udah temukan jawabannya.” Ucapnya dengan
tersenyum misterius.
*
Bersambung...
*
follow me on twitter : @murfinurh_