ini cerpen lama yang baru sempet di post di blog :D
Oke, maaf kalo ini gaje, gak nge-feel, bahasa ribet dan ngawur, alur aneh-_-V
Happy Reading and I hope you like this, guys!
*
Gadis
ini sedari tadi celingak-celinguk memperhatikan jalanan kota. Bingung.
Kekasihnya terus melajukan motornya, tetapi tidak memberitahu akan pergi
kemana.
“kita mau kemana sih, Yel?” tanya Shilla, gadis itu.
Gabriel –kekasih Shilla- masih focus pada jalanan di depannya. “Cuma ke taman aja kok.”
“Nyeh..” Shilla melengos. “aku kira ke tempat yang romantis gitu.” Lanjutnya.
Gabriel tertawa kecil di balik helmnya.
Shilla dan Gabriel telah sampai di sebuah taman kota. Bukan taman komplek Shilla yang biasa Shilla kunjungi.
“duduk sini..” ujar Gabriel seraya menarik Shilla, untuk duduk di bawah sebuah pohon yang rindang.
Shilla masih terdiam dan menatap sekelilingnya. Ramai sekali!
“Yel, kamu sering kesini?” tanya Shilla.
Gabriel menoleh, lalu tersenyum. “emm.. kadang-kadang.” Jawab Gabriel seadanya.
Shilla
memperhatikan anak-anak lelaki ataupun perempuan yang kini tengah asik
bermain layang-layang, ada juga yang sedang bermain bola, petak umpet,
kelereng, lompat tali serta permainan anak-anak lainnya.
“ternyata, masih ada juga ya yang main permainan tradisional.” Ucap Shilla.
Gabriel terkikik. “emang, menurut kamu, gak ada gitu?” tanyanya.
“bukan
gitu.. aku pikir, sekarang kan banyak permainan yang lebih canggih tuh.
Kayak main di I-Pad, main playstation, game online, pokoknya
terpengaruh dari globalisasi deh…” jelas Shilla.
“itu sih gimana
anaknya aja, Shill. Kalo anak itu gak di kasih atau di biasain main
permainan kayak begitu, mereka gak mungkin mau.” Tanggap Gabriel.
“siapa
bilang?” tembak Shilla. “justru kebanyakan dari mereka itu pengen
mencoba sesuatu yang baru. Walaupun orang tuanya melarangnya, mereka
pasti akan main sembunyi-sembunyi tanpa sepengetahuan orang tua mereka.
Dan biasanya, kalo sudah mencoba, mereka pasti akan kecanduan main game
di alat canggih. Dan melupakan game tradisional.” Bela Shilla panjang
lebar.
“anak-anak itu punya sifat yang berbeda. Kalo yang seperti
kamu jelasin tadi sih…. Itu sifat kamu sendiri. Hahaha…” balas Gabriel
dan langsung diiringi tawanya.
Mata Shilla membulat menatap Gabriel. Shilla menggembungkan pipinya sehingga terlihat menggemaskan.
“Oyyy!!! Layang-layangnya putus!”
Shilla maupun Gabriel menoleh pada suara teriakan seorang anak. Ternyata anak laki-laki itu ada di gerombolan (?) layang-layang.
“ayo kejaaaarrrrr!!!” komando salah satu anak pada teman-temannya.
Yang lainnya langsung berlari bersama ank laki-laki komandan tadi. Namun, ada sebagian yang masih tetap stay memainkan layang-layang di situ.
Shilla menoleh pada Gabriel. “Gabriel, ayo kita ikut mereka!” seru Shilla.
“tapi, Shill---“
“ayo Iel… aku pengen ikut lari sama mereka..” pinta Shilla sembari mengguncang-guncangkan lengan Gabriel.
“ayo
cepaaatt!! Layang-layangnya terbang kesana..” seru seorang anak saat
mereka melewati tempat Shilla dan Gabriel duduk sekarang.
Tanpa permisi, Shilla langsung saja ikut dengan gerombolan anak –yang mengejar layang-layang- itu.
“Shilla..” teriak Gabriel dan langsung berlari mengejar gadisnya –yang bandel- itu.
“Gabriel, ayo cepat! Kita juga kejar layang-layangnyaa!!” seru Shilla.
Gabriel tertawa. “ayo, harus kita yang lebih dulu dapat.” Balas Gabriel.
Shilla ikut tertawa. Dan masih berlari mengejar layang-layang itu bersama anak-anak lucu ini.
“Hey, tangkap layang-layangnya!” seru seorang anak.
Shilla dan Gabriel menghentikan langkah mereka. Dan mendongak ke atas.
Layang-layang yang dikejar mereka tadi itu ternyata sudah ada di atas kepala.
Hanya perlu menarik benangnya.
Anak-anak
itu lompat-lompat untuk mendapatkan benang layang-layangnya. Shilla
malah tertawa melihat mereka yang tidak bisa menjangkau benang
layang-layang tersebut.
Dan.. hap! Dapat!
“yeee kakak dapaaaatt!!!” seru Shilla saat berhasil mendapat benang layang-layang tersebut.
Anak-anak itu menoleh padanya. “Yaaaahhh...” seru mereka kecewa.
Gabriel
tertawa geli melihat anak-anak yang langsung lesu itu. “hey, tenang
aja. Kak Shilla gak mungkin kok mainin layang-layang ini. Mana bisa
dia.. iya kan kak?” ucap Gabriel mencoba menghibur anak-anak itu.
Shilla mengangguk setuju. “siapa yang mau layang-layang ini? Nanti kakak kasih, tapi ada syaratnya.” Ujar Shilla.
Anak-anak itu terlihat ceria kembali. “iya kak iya, apa syaratnya?” tanya seorang anak yang kira-kira berumur 9 tahun itu.
“pokoknya siapapun yang nanti dapet ini, jangan ada yang marah ya..” ucap Shilla akhirnya.
Anak-anak itu mengangguk.
“emm.. kamu..” Shilla menunjuk seorang anak. “ini, untuk kamu saja.” Ujar Shilla.
Ternyata itu adalah anak yang memberitahu bahwa ada layang-layang jatuh tadi.
Anak itu meraih layang-layang dari tangan Shilla. “Makasih, kak..” ucapnya dengan gembira.
Shilla
mengangguk. “lain kali, mending jangan ngejar layang-layang putus deh..
kan bahaya kalo misalnya putus kea rah jalan raya. Oke?” Ujar Shilla.
“oke kak..” koor anak-anak itu.
“tapi
kak, kan lumayan kalo ngejar layang-layang putus begini. Bisa dapat
layang-layang gratissss…” celetuk seorang anak. Shilla langsung tertawa
bersama anak-anak lainnya.
Gabriel hanya tersenyum melihat Shilla yang bisa tertawa lepas bersama anak-anak itu.
*
Gabriel berlari sambil menarik tangan Shilla. Lalu berhenti di sebuah tempat.
“WAW..” Shilla berdecak kagum saat melihat tempat yang di tunjukkan oleh Gabriel.
“Bagaimana?” tanya Gabriel pada Shilla yang masih terpaku melihat tempat ini.
“baru kali ini aku lihat padang ilalang sungguhan..” ucap Shilla.
Gabriel terkikik. “emang, menurut kamu padang ilalang itu bohongon?”
Shilla
Cuma nyengir. Sejurus kemudian Shilla berlari dengan riang di antara
ilalang-ilalang yang menjulang setinggi pinggang orang dewasa itu.
Gabriel hanya berjalan sambil tersenyum melihat gadisnya itu.
“Gabriel..” teriak Shilla, menghentikan langkahnya.
“Ya?” sahut Gabriel.
“kamu tau, aku merasa ada di surga sekarang.” Ucap Shilla. Shilla menggenggam jarijemarinya, dan meletakkannya di depan dada.
“tapi sayangnya, kamu masih ada di Bumi, Shill..” respon Iel sambil berjalan menghampiri gadisnya itu.
BRUUKKK!!
“Shilla..”
“Hehe…”
Gabriel
geleng-geleng kepala saat melihat Shilla yang langsung menjatuhkan
tubuhnya begitu saja di bawah ilalang itu. Tetapi, sejurus kemudian,
Gabriel ikut menjatuhkan diri di sebelah Shilla.
Shilla
dan Gabriel menatap langit biru yang kini bisa lebih menang dari awan
yang biasanya menutupinya dengan banyak. Menikmati setiap hembusan
angina yang menerpa wajah mereka. Membuat anak-anak rambut mereka kian
bergoyang.
“hh…” Shilla menghela nafasnya. “aku suka suasana seperti ini.” Ucapnya.
Gabriel menoleh. Lalu bersiap mendengarkan lanjutan ucapan Shilla.
Shilla menarik nafasnya dalam, lalu menghembuskannya kembali, Sambil menutup kedua matanya.
“tenang, damai, sejuk, indah.. nyaris seperti surga.” Lanjutnya.
Gabriel
menaikan sebelah alisnya. Menurutnya, ucapan Shilla yang di bagian
akhir itu terasa aneh dan ganjal. Tapi perasaan itu langsung di tepis
oleh Gabriel.
“aku juga..” jawab Gabriel. Lalu mereka tersenyum kecil.
“Yel, aku bikin cerita baru lhoo..” ucap Shilla sembari memamerkan deretan giginya.
“Oh, ya? Cerita apa?” tanya Gabriel yang mulai penasaran dengan pembicaraan ini.
Sedikit
informasi, Sebenarnya Shilla sangat senang menulis. Tetapi, ia lebih
suka membuat cerita fiksi semacam dongeng dari pada cerpen-cerpen
tentang ‘percintaan’. Menurutnya, fiksi semacam dongeng itu bisa membuat
ia menyalurkan apa yang ada dalam pikirannya. Maksudnya, idenya. Karena
Shilla termasuk orang yang mempunyai imajinasi tinggi, jadi dia suka
mengkhayal hal yang benar-benar tidak ada dan tidak mungkin terjadi.
“Judulnya..
‘Lala dan Negeri Awan’. Cerita itu tentang seorang gadis kecil, yang
pengeeen banget terbang ke awan.” Jelas Shilla. “kamu tau gak, itu
sebenernya impian aku juga tau..” lanjut Shilla serius.
Gabriel menaikkan sebelah alisnya. “maksud kamu.. kamu pengen kea wan?” tanya Gabriel.
Shilla
mengangguk dengan semangat. “aku pernah bermimpi.. ada seorang
pangeran, yang ngajak aku kea wan.” Pandangan Shilla kembali pada langit
biru dan awan-awan di sekitarnya.
Gabriel memperhatikan gadisnya
itu dengan seksama. Menikmati ukiran indah Tuhan pada wajah gadisnya
ini. Sambil mendengarkan gadisnya itu bercerita tentunya.
“Dia
bawa aku terbang.. melewati langit ke tujuh.. dan akhirnya, aku sampai
di sebuah tempat yang sangaaatt indah. Namanya negeri awan. Disana,
aku…..” Shilla menceritakan dengan detail apa saja yang pernah ada dalam
mimpinya itu. Gabriel sesekali tertawa mendengar cerita Shilla.
“…. Dan kamu tau ternyata pangeran itu siapa?” tanya Shilla di akhir ceritanya.
Gabriel menggeleng. “Enggak. Siapa emang?” jawab dan tanyanya.
Shilla terlihat menundukkan wajahnya. Semburat merah tiba-tiba muncul di kedua pipi chubbynya.
“Kamu, Yel. Kamu pangerannya.”
Cess.. hati Gabriel terasa mencelos. Hilang begitu saja.
Gabriel tersenyum. lalu meraih kedua tangan mungil Shilla.
“kalo gitu, aku janji deh bakal bawa kamu ke negeri awan..” ucap Gabriel. Terdengar serius memang.
Shilla
mendongak menatap Gabriel. Lalu tertawa kecil. “jangan gila. Negeri
awan itu Cuma fiksi. Cuma ada di dongeng-dongeng.” Balas Shilla.
Gabriel menggeser tubuhnya, semakin mendekat dengan Shilla. “tapi aku janji, Shill.” Ucap Gabriel yakin.
Shilla tersenyum lebar. “janji?” Shilla menaikkan jari kelilingking tangan kanannya.
Gabriel tertawa kecil. “Janji!” jawab Gabriel mantap sambil menautkan jari kelilingkinya dengan kelingking Shilla.
“Hahaha..” mereka tertawa lepas.
Gabriel
mendekatkan bibirnya di sebelah telinga kanan Shilla. Membuat Shilla
sedikit geli karena ulahnya. Gabriel membisikkan sesuatu.
“Kuyakin
kubisa bawamu terbang ke angkasa.. Menembus pelangi lewati langit tujuh
bidadari..Kuyakin kubisa temani jasadmu sepanjang umurku”
Shilla
terpaku mendengar lagu yang dinyanyikan Gabriel. Matanya membulat
sempurna. Ahh.. Gabriel! Bisa saja kau membuat gadis ini merasa terbang
melayang..
“kamu tau, apapun akan aku lakukan untuk kamu, dan untuk cinta kita berdua.. meskipun maut memisahkan.” ucap Gabriel.
Shilla menatap Gabriel serius. “janji?”
“Janji..” jawab Gabriel lalu mereka tertawa lagi.
Shilla perlahan menggeser tubuhnya, lalu meletakkan kepalanya pada dada bidang milik Gabriel.
Gabriel
tersenyum geli melihat tingkah Shilla. Tetapi, perlahan Gabriel
merentangkan tangan kirinya. Dan merangkul tubuh Shilla ke dalam
pelukannya.
Gabriel dan Shilla menutup kedua bola mata mereka.
Menikmati hembusan angin yang semakin menyejukkan. Menikmati hari yang
mulai sore ini dengan tenang dan damai. Indah…
Tak lama
kemudian, Shilla membuka matanya. Lalu menatap kekasihnya, yang
sepertinya mulai terlelap. Shilla tersenyum menatap lelaki dihadapannya,
yang Tuhan ciptakan begitu sempurna ini.
Tuhan.. ku
mohon.. beri aku sedikiiit saja waktu. Aku tak ingin meninggalkan
orang-orang yang ku sayangi. Beri aku waktu. Agar aku bisa membahagiakan
mereka. Membuat sebuah senyuman serta tawa di bibir mereka.
Tuhan..
aku ingiiinn sekali terus bersamanya. Bersama lelaki ini. Lelaki yang
sangaaat kucintai. Lelaki yang telah berani mencuri hatiku. Membuatku
merasa terkunci, dengan gembok cintanya.
Beri aku waktu
tuhan.. jangan kau biarkan dulu Malaikat Izrail mencabut nyawaku.
Izinkan aku, Tuhan.. izinkan aku menikmati sisa hidupku yang memang
tinggal sebentar ini, untuk ku habiskan bersamanya. Bersama Gabriel..
*
keesokan harinya...
Ting nong..
Gabriel berdecak kesal saat belum juga mendapat sahutan dari rumah gadisnya ini.
Ting..
KREK..
Baru saja Gabriel akan menekan bel lagi, sebelum akhirnya Ibunda Shilla membukakan pintu untuknya.
“Eh, nak Gabriel sudah datang rupanya.” Sapa Mama Shilla.
Gabriel tersenyum lalu mengangguk. “selamat pagi, tante. Shilla belum berangkat sekolah kan?” sapa dan tanya Gabriel.
“Belum lah.. kamu kan juga baru mau jemput dia.” Jawab Mama Shilla diiringi senyum manisnya. Persis seperti Shilla.
“Ayo,
silahkan masuk saja. Tadi tante lagi di halaman belakang, makanya gak
denger kalo ada kamu..” jelas Mama Shilla sembari berjalan masuk ke
dalam.
Gabriel mengekorinya di belakang. “Shillanya mana tante?”
tanya Gabriel yang sepertinya mulai gak sabar. Wajar aja, soalnya sudah
pukul 06.30. bisa telat kalo gini!
“coba ke kamarnya aja. Tante juga bingung. Tumben sekali dia lama seperti ini.” Ujar Mama Shilla.
Gabriel mengangguk. Sejurus kemudian, dia berlari menaiki tangga menuju kamar kekasihnya.
*
Tok—Tok..
“Shilla.. udah siap belum?” teriak Gabriel. “sayaang..”
Merasa dari tadi belum ada sahutan dari Shilla, Gabriel jadi merasa khawatir terjadi sesuatu pada gadisnya itu.
“Shilla..”
Gabriel berdecak sambil memegang dadanya. Hatinya tiba-tiba merasa sakit. Aneh.
Akhirnya, Gabriel memutuskan untuk mendobrak pintu kamar gadisnya itu.
BRAKK!!
Gabriel berhasil mendobraknya.
“SHILLAAAA!!!” teriak Gabriel saat mendapati gadisnya itu terkulai lemah di bawah meja komputernya.
Dengan.. darah di sekitarnya!
Gabriel buru-buru menghampiri gadisnya itu.
“Shilla..”
Gabriel meletakkan kepala gadisnya itu di pangkuannya. Ada darah yang
mengalir dari hidungnya. Bahkan, darah itu sampai mengenai lantai dan
kaki kursi meja computer.
“Shilla, kamu bertahan sayang.. kamu
harus bertahan yaa..” Gabriel membopong tubuh gadisnya itu. Tak perduli
dengan darah yang kini mengotori baju seragamnya. Yang terpenting adalah
keselamatan Shilla! Ya. Keselamatan gadisnya itu!
*
Tap.. tap.. tap..
Gabriel
tak henti-hentinya berjalan bolak-balik (?) di depan pintu UGD. Dimana
Shilla sedang ditangani oleh dokter di ruangan itu.
Di tempat
duduk ruang tunggu, Orang tua Shilla juga sama cemasnya dengan Gabriel.
Papa Shilla sedari tadi mencoba menenangkan istrinya yang entah sudah
menghabiskan berapa banyak air mata untuk menangis.
Gabriel mengacak rambutnya frustasi. Arrrgghh!!
“Gabriel..”
Gabriel menoleh saat mendengar seseorang memanggil namanya. Ternyata Sivia dan Alvin –sahabat Shilla dan Gabriel-.
“gimana keadaan Shilla?” tanya Sivia.
Gabriel menggeleng lemah tanda tak tahu. Sedetik kemudian, Sivia menghampiri Orang tua Shilla.
Alvin menepuk pundak sahabatnya itu. “sabar, Yel..” ucapnya. Gabriel hanya mengangguk menanggapinya.
“nak Gabriel, sebaiknya kamu pulang dulu saja, nak.” Ujar Papa Shilla.
Gabriel menggeleng. “gausah, om. Gabriel mau nunggu Shilla aja.” Tolak Gabriel halus.
“tapi
nak, baju kamu kan jadi penuh darah seperti itu. Kamu pulang saja dulu.
Nanti akan om kabarkan kondisi Shilla.” Ucap Papa Shilla lagi.
“udah, Yel. Pulang dulu aja.” Ujar Alvin.
Dengan berat hati, akhirnya Gabriel mengangguk dan pamit untuk pulang dulu.
Sebenarnya
ia tidak ingin beranjak dari sana. Lagipula, ia ingin mendengar kabar
Shilla. Aneh sekali sudah hampir satu jam Dokter belum keluar dari
ruangan Shilla. Ada apa ya?
*
Gabriel merasa hatinya tak tenang. Ia menyetir dengan grasa-grusu.
Ia harus cepat sampai ke rumah sakit lagi!
“Ya Tuhan.. selamatkanlah Shilla..” ucapnya berdoa.
Gabriel
menancap gasnya dengan kencang. Membuat mobil melaju dengan saaangat
kencang. Tak perduli dengan kendaraan lain disekitarnya. Yang ia
pikirkan sekarang hanyalah Shilla, Shilla, dan Shilla.
Tiba-tiba dari arah berlawanan ada sebuah truk besar yang juga melaju dengan kencang.
Gabriel merasa kehilangan kendali. Dan..
“AAAAAA….”
Semuanya gelap.. sangat gelap..
*
Sivia berkali-kali mencoba menghubungi Gabriel. Tapi sial! Handphone Gabriel mati!
“Gimana, Vi?” tanya Alvin yang ikut cemas.
“gak aktif, Vin..” ucap Sivia lirih.
Dokter bilang, Shilla sedang sekarat sekarang. Kanker paru-parunya sepertinya sudah menyerangnya total!
Ya,
sebenarnya, sudah lama Shilla di vonis mengidap penyakit kanker
paru-paru. Dan itulah yang selama ini membuatnya tidak boleh kecapean.
“Shilla.. bertahan, sayang..” doa sang mama sambil masih terus terisak.
Sedetik
kemudian, pandangan mereka beralih pada sebuah suara decitan antara
roda tempat tidur dengan lantai. Ternyata para suster sedang membawa
seorang korban kecelakaan menuju ruang UGD di sebelah ruang Shilla saat
ini.
Alvin menyipitkan matanya lebih sipit dari sebelumnya. “GABRIEL!!” pekiknya saat mengetahui korban itu sahabatnya! Gabriel!
Alvin langsung berlari menghampiri Gabriel.
Sekarang, Sivia, Alvin, maupun Papa dan Mama Shilla benar-benar merasa kacau!
Shilla saja sedang dalam kondisi yang membahayakan, sekarang di tambah Gabriel.
Ya Tuhan.. kuatkanlah mereka…
Tak lama kemudian,
KREK…! Pintu UGD dibuka bersamaan!
Seorang Dokter masing-masing keluar dari ruangan itu.
“keluarga korban?” tanya Dokter pada Alvin dan Sivia. Sivia dan Alvin langsung mengangguk.
“saya kakaknya.” Jawab Alvin mantap.
Dokter itu terlihat menggeleng lemah. Alvin dan Sivia sama-sama tercekat melihat gelengen dari dokter itu.
Dokter itu menepuk pundak Alvin. “Maaf.. saya sudah berusaha untuk kakak anda. Tetapi, Tuhan berkehendak lain..”
DEG! Alvin dan Sivia merasa sekujur tubuhnya mati sesaat.
“Maksud Dokter, Gabriel… meninggal?” tanya Sivia lirih. Dokter itu mengangguk pelan.
“innalillahi..” Sivia langsung menangis sejadi-jadinya. Alvin langsung merangkul Sivia kedalam pelukkannya.
Disisi
lain, Dokter yang keluar dari ruangan Shilla juga terlihat menggeleng
lemah. “maaf bu, saya serta para suster sudah berusaha.. tapi, Tuhan
berkehendak lain pada putri anda.”
BRAAAAKKK!!!
Hati mereka serasa disambar petir!
Mengapa seperti ini? Mengapa kedua orang yang saaaaangat mereka sayangi meninggalkan mereka begitu cepat dan bersamaan?
“SHILLAAAA… GABRIEEELLLL…”
Kini lorong (?) itu diliputi penuh rasa duka yang mendalam.. sungguh..
Tak jauh dari sana, Gabriel dan Shilla, kini sedang menatap iba pada keluarga dan sahabatnya itu. Dengan baju yang serba putih.
Mereka berdua tersenyum pada orang-orang itu. Orang-orang yang sangat mereka sayangi.
“Maafkan Shilla, Ma, Pa, Vi, Vin..” ucap Shilla lirih.
“Maafin Gabriel juga..” Gabriel menambahkan.
Sejurus kemudian, Shilla mendongak menatap Gabriel.
“ayo, Yel. Kita harus pergi.” Ajak Shilla. Gabriel mengangguk, lalu mereka memutar tubuhnya, meninggalkan ruangan itu.
“kamu janji kan akan bawa aku kea wan.” Ucap Shilla.
Gabriel tersenyum lalu meraih tangan Shilla. Dan berjalan bersama menyusuri lorong rumah sakit.
“aku kan sudah bilang, aku pasti bisa menepati semua janji aku.” Ucap Gabriel bangga.
“iya iyaa”. Jawab Shilla.
“aku sangat mencintaimu, Shill..” ucap Gabriel.
Shilla tersenyum. “Aku juga mencintaimu, Gabriel.” Jawabnya.
Mereka benar-benar menepati janjinya.
Pergi ke awan, menembus tujuh langit, dan bertemu dengan para bidadari.
Jadi, apa Cinta sejati itu benar-benar ada?
Menurutku, Iya. Seperti dalam cerita ini.
Buktinya, Cinta Gabriel dan Shilla dalam kisah ini..
Walaupun berujung maut, tapi mereka tak terpisahkan, dan tetap bersama.
Bersama, selamanya…
~THE END~
Thanks buat yang udah mau bacaaaaa :*
@murfinurh_
Jumat, 14 Maret 2014
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar