Blogger Widgets

Jumat, 14 Maret 2014

“Promises...” #Cerpen

ini cerpen lama yang baru sempet di post di blog :D
Oke, maaf kalo ini gaje, gak nge-feel, bahasa ribet dan ngawur, alur aneh-_-V


Happy Reading and I hope you like this, guys!

*

Gadis ini sedari tadi celingak-celinguk memperhatikan jalanan kota. Bingung. Kekasihnya terus melajukan motornya, tetapi tidak memberitahu akan pergi kemana.
“kita mau kemana sih, Yel?” tanya Shilla, gadis itu.
Gabriel –kekasih Shilla- masih focus pada jalanan di depannya. “Cuma ke taman aja kok.”
“Nyeh..” Shilla melengos. “aku kira ke tempat yang romantis gitu.” Lanjutnya.
Gabriel tertawa kecil di balik helmnya.


Shilla dan Gabriel telah sampai di sebuah taman kota. Bukan taman komplek Shilla yang biasa Shilla kunjungi.
“duduk sini..” ujar Gabriel seraya menarik Shilla, untuk duduk di bawah sebuah pohon yang rindang.

Shilla masih terdiam dan menatap sekelilingnya. Ramai sekali!

“Yel, kamu sering kesini?” tanya Shilla.
Gabriel menoleh, lalu tersenyum. “emm.. kadang-kadang.” Jawab Gabriel seadanya.
Shilla memperhatikan anak-anak lelaki ataupun perempuan yang kini tengah asik bermain layang-layang, ada juga yang sedang bermain bola, petak umpet, kelereng, lompat tali serta permainan anak-anak lainnya.

“ternyata, masih ada juga ya yang main permainan tradisional.” Ucap Shilla.
Gabriel terkikik. “emang, menurut kamu, gak ada gitu?” tanyanya.
“bukan gitu.. aku pikir, sekarang kan banyak permainan yang lebih canggih tuh. Kayak main di I-Pad, main playstation, game online, pokoknya terpengaruh dari globalisasi deh…” jelas Shilla.
“itu sih gimana anaknya aja, Shill. Kalo anak itu gak di kasih atau di biasain main permainan kayak begitu, mereka gak mungkin mau.” Tanggap Gabriel.
“siapa bilang?” tembak Shilla. “justru kebanyakan dari mereka itu pengen mencoba sesuatu yang baru. Walaupun orang tuanya melarangnya, mereka pasti akan main sembunyi-sembunyi tanpa sepengetahuan orang tua mereka. Dan biasanya, kalo sudah mencoba, mereka pasti akan kecanduan main game di alat canggih. Dan melupakan game tradisional.” Bela Shilla panjang lebar.
“anak-anak itu punya sifat yang berbeda. Kalo yang seperti kamu jelasin tadi sih…. Itu sifat kamu sendiri. Hahaha…” balas Gabriel dan langsung diiringi tawanya.
Mata Shilla membulat menatap Gabriel. Shilla menggembungkan pipinya sehingga terlihat menggemaskan.

“Oyyy!!! Layang-layangnya putus!”
Shilla maupun Gabriel menoleh pada suara teriakan seorang anak. Ternyata anak laki-laki itu ada di gerombolan (?) layang-layang.
“ayo kejaaaarrrrr!!!” komando salah satu anak pada teman-temannya.
Yang lainnya langsung berlari bersama ank laki-laki komandan tadi. Namun, ada sebagian yang masih tetap stay memainkan layang-layang di situ.

Shilla menoleh pada Gabriel. “Gabriel, ayo kita ikut mereka!” seru Shilla.
“tapi, Shill---“
“ayo Iel… aku pengen ikut lari sama mereka..” pinta Shilla sembari mengguncang-guncangkan lengan Gabriel.

“ayo cepaaatt!! Layang-layangnya terbang kesana..” seru seorang anak saat mereka melewati tempat Shilla dan Gabriel duduk sekarang.
Tanpa permisi, Shilla langsung saja ikut dengan gerombolan anak –yang mengejar layang-layang- itu.

“Shilla..” teriak Gabriel dan langsung berlari mengejar gadisnya –yang bandel- itu.

“Gabriel, ayo cepat! Kita juga kejar layang-layangnyaa!!” seru Shilla.
Gabriel tertawa. “ayo, harus kita yang lebih dulu dapat.” Balas Gabriel.
Shilla ikut tertawa. Dan masih berlari mengejar layang-layang itu bersama anak-anak lucu ini.

“Hey, tangkap layang-layangnya!” seru seorang anak.
Shilla dan Gabriel menghentikan langkah mereka. Dan mendongak ke atas.
Layang-layang yang dikejar mereka tadi itu ternyata sudah ada di atas kepala.
Hanya perlu menarik benangnya.
Anak-anak itu lompat-lompat untuk mendapatkan benang layang-layangnya. Shilla malah tertawa melihat mereka yang tidak bisa menjangkau benang layang-layang tersebut.
Dan.. hap! Dapat!

“yeee kakak dapaaaatt!!!” seru Shilla saat berhasil mendapat benang layang-layang tersebut.
Anak-anak itu menoleh padanya. “Yaaaahhh...” seru mereka kecewa.
Gabriel tertawa geli melihat anak-anak yang langsung lesu itu. “hey, tenang aja. Kak Shilla gak mungkin kok mainin layang-layang ini. Mana bisa dia.. iya kan kak?” ucap Gabriel mencoba menghibur anak-anak itu.
Shilla mengangguk setuju. “siapa yang mau layang-layang ini? Nanti kakak kasih, tapi ada syaratnya.” Ujar Shilla.
Anak-anak itu terlihat ceria kembali. “iya kak iya, apa syaratnya?” tanya seorang anak yang kira-kira berumur 9 tahun itu.
 “pokoknya siapapun yang nanti dapet ini, jangan ada yang marah ya..” ucap Shilla akhirnya.
Anak-anak itu mengangguk.
“emm.. kamu..” Shilla menunjuk seorang anak. “ini, untuk kamu saja.” Ujar Shilla.
Ternyata itu adalah anak yang memberitahu bahwa ada layang-layang jatuh tadi.
Anak itu meraih layang-layang dari tangan Shilla. “Makasih, kak..” ucapnya dengan gembira.
Shilla mengangguk. “lain kali, mending jangan ngejar layang-layang putus deh.. kan bahaya kalo misalnya putus kea rah jalan raya. Oke?” Ujar Shilla.
“oke kak..” koor anak-anak itu.
“tapi kak, kan lumayan kalo ngejar layang-layang putus begini. Bisa dapat layang-layang gratissss…” celetuk seorang anak. Shilla langsung tertawa bersama anak-anak lainnya.
Gabriel hanya tersenyum melihat Shilla yang bisa tertawa lepas bersama anak-anak itu.

*

Gabriel berlari sambil menarik tangan Shilla. Lalu berhenti di sebuah tempat.
“WAW..” Shilla berdecak kagum saat melihat tempat yang di tunjukkan oleh Gabriel.
“Bagaimana?” tanya Gabriel pada Shilla yang masih terpaku melihat tempat ini.
“baru kali ini aku lihat padang ilalang sungguhan..” ucap Shilla.
Gabriel terkikik. “emang, menurut kamu padang ilalang itu bohongon?”
Shilla Cuma nyengir. Sejurus kemudian Shilla berlari dengan riang di antara ilalang-ilalang yang menjulang setinggi pinggang orang dewasa itu.
Gabriel hanya berjalan sambil tersenyum melihat gadisnya itu.

“Gabriel..” teriak Shilla, menghentikan langkahnya.
“Ya?” sahut Gabriel.
“kamu tau, aku merasa ada di surga sekarang.” Ucap Shilla. Shilla menggenggam jarijemarinya, dan meletakkannya di depan dada.
“tapi sayangnya, kamu masih ada di Bumi, Shill..” respon Iel sambil berjalan menghampiri gadisnya itu.

BRUUKKK!!

“Shilla..”
“Hehe…”
Gabriel geleng-geleng kepala saat melihat Shilla yang langsung menjatuhkan tubuhnya begitu saja di bawah ilalang itu. Tetapi, sejurus kemudian, Gabriel ikut menjatuhkan diri di sebelah Shilla.

Shilla dan Gabriel menatap langit biru yang kini bisa lebih menang dari awan yang biasanya menutupinya dengan banyak. Menikmati setiap hembusan angina yang menerpa wajah mereka. Membuat anak-anak rambut mereka kian bergoyang.
“hh…” Shilla menghela nafasnya. “aku suka suasana seperti ini.” Ucapnya.
Gabriel menoleh. Lalu bersiap mendengarkan lanjutan ucapan Shilla.
Shilla menarik nafasnya dalam, lalu menghembuskannya kembali, Sambil menutup kedua matanya.
“tenang, damai, sejuk, indah.. nyaris seperti surga.” Lanjutnya.
Gabriel menaikan sebelah alisnya. Menurutnya, ucapan Shilla yang di bagian akhir itu terasa aneh dan ganjal. Tapi perasaan itu langsung di tepis oleh Gabriel.
“aku juga..” jawab Gabriel. Lalu mereka tersenyum kecil.

“Yel, aku bikin cerita baru lhoo..” ucap Shilla sembari memamerkan deretan giginya.
“Oh, ya? Cerita apa?” tanya Gabriel yang mulai penasaran dengan pembicaraan ini.

Sedikit informasi, Sebenarnya Shilla sangat senang menulis. Tetapi, ia lebih suka membuat cerita fiksi semacam dongeng dari pada cerpen-cerpen tentang ‘percintaan’. Menurutnya, fiksi semacam dongeng itu bisa membuat ia menyalurkan apa yang ada dalam pikirannya. Maksudnya, idenya. Karena Shilla termasuk orang yang mempunyai imajinasi tinggi, jadi dia suka mengkhayal hal yang benar-benar tidak ada dan tidak mungkin terjadi.

“Judulnya.. ‘Lala dan Negeri Awan’. Cerita itu tentang seorang gadis kecil, yang pengeeen banget terbang ke awan.” Jelas Shilla. “kamu tau gak, itu sebenernya impian aku juga tau..” lanjut Shilla serius.
Gabriel menaikkan sebelah alisnya. “maksud kamu.. kamu pengen kea wan?” tanya Gabriel.
Shilla mengangguk dengan semangat. “aku pernah bermimpi.. ada seorang pangeran, yang ngajak aku kea wan.” Pandangan Shilla kembali pada langit biru dan awan-awan di sekitarnya.
Gabriel memperhatikan gadisnya itu dengan seksama. Menikmati ukiran indah Tuhan pada wajah gadisnya ini. Sambil mendengarkan gadisnya itu bercerita tentunya.
“Dia bawa aku terbang.. melewati langit ke tujuh.. dan akhirnya, aku sampai di sebuah tempat yang sangaaatt indah. Namanya negeri awan. Disana, aku…..” Shilla menceritakan dengan detail apa saja yang pernah ada dalam mimpinya itu. Gabriel sesekali tertawa mendengar cerita Shilla.

“…. Dan kamu tau ternyata pangeran itu siapa?” tanya Shilla di akhir ceritanya.
Gabriel menggeleng. “Enggak. Siapa emang?” jawab dan tanyanya.
Shilla terlihat menundukkan wajahnya. Semburat merah tiba-tiba muncul di kedua pipi chubbynya.
“Kamu, Yel. Kamu pangerannya.”
Cess.. hati Gabriel terasa mencelos. Hilang begitu saja.
Gabriel tersenyum. lalu meraih kedua tangan mungil Shilla.

“kalo gitu, aku janji deh bakal bawa kamu ke negeri awan..” ucap Gabriel. Terdengar serius memang.
Shilla mendongak menatap Gabriel.  Lalu tertawa kecil. “jangan gila. Negeri awan itu Cuma fiksi. Cuma ada di dongeng-dongeng.” Balas Shilla.
Gabriel menggeser tubuhnya, semakin mendekat dengan Shilla. “tapi aku janji, Shill.” Ucap Gabriel yakin.
Shilla tersenyum lebar. “janji?” Shilla menaikkan jari kelilingking tangan kanannya.
Gabriel tertawa kecil. “Janji!” jawab Gabriel mantap sambil menautkan  jari kelilingkinya dengan kelingking Shilla.
“Hahaha..” mereka tertawa lepas.

Gabriel mendekatkan bibirnya di sebelah telinga kanan Shilla. Membuat Shilla sedikit geli karena ulahnya. Gabriel membisikkan sesuatu.
Kuyakin kubisa bawamu terbang ke angkasa.. Menembus pelangi lewati langit tujuh bidadari..Kuyakin kubisa temani jasadmu sepanjang umurku

Shilla terpaku mendengar lagu yang dinyanyikan Gabriel. Matanya membulat sempurna. Ahh.. Gabriel! Bisa saja kau membuat gadis ini merasa terbang melayang..
“kamu tau, apapun akan aku lakukan untuk kamu, dan untuk cinta kita berdua.. meskipun maut memisahkan.” ucap Gabriel.
Shilla menatap Gabriel serius. “janji?”
“Janji..” jawab Gabriel lalu mereka tertawa lagi.
Shilla perlahan menggeser tubuhnya, lalu meletakkan kepalanya pada dada bidang milik Gabriel.
Gabriel tersenyum geli melihat tingkah Shilla. Tetapi, perlahan Gabriel merentangkan tangan kirinya. Dan merangkul tubuh Shilla ke dalam pelukannya.
Gabriel dan Shilla menutup kedua bola mata mereka. Menikmati hembusan angin yang semakin menyejukkan. Menikmati hari yang mulai sore ini dengan tenang dan damai. Indah…

Tak lama kemudian, Shilla membuka matanya. Lalu menatap kekasihnya, yang sepertinya mulai terlelap. Shilla tersenyum menatap lelaki dihadapannya, yang Tuhan ciptakan begitu sempurna ini.

Tuhan.. ku mohon.. beri aku sedikiiit saja waktu. Aku tak ingin meninggalkan orang-orang yang ku sayangi. Beri aku waktu. Agar aku bisa membahagiakan mereka. Membuat sebuah senyuman serta tawa di bibir mereka.
Tuhan.. aku ingiiinn sekali terus bersamanya. Bersama lelaki ini. Lelaki yang sangaaat kucintai. Lelaki yang telah berani mencuri hatiku. Membuatku merasa terkunci, dengan gembok cintanya.
Beri aku waktu tuhan.. jangan kau biarkan dulu Malaikat Izrail mencabut nyawaku. Izinkan aku, Tuhan.. izinkan aku menikmati sisa hidupku yang memang tinggal sebentar ini, untuk ku habiskan bersamanya. Bersama Gabriel..

*

keesokan harinya...


Ting nong..
Gabriel berdecak kesal saat belum juga mendapat sahutan dari rumah gadisnya ini.

Ting..
KREK..
Baru saja Gabriel akan menekan bel lagi, sebelum akhirnya Ibunda Shilla membukakan pintu untuknya.

“Eh, nak Gabriel sudah datang rupanya.” Sapa Mama Shilla.
Gabriel tersenyum lalu mengangguk. “selamat pagi, tante. Shilla belum berangkat sekolah kan?” sapa dan tanya Gabriel.
“Belum lah.. kamu kan juga baru mau jemput dia.” Jawab Mama Shilla diiringi senyum manisnya. Persis seperti Shilla.
“Ayo, silahkan masuk saja. Tadi tante lagi di halaman belakang, makanya gak denger kalo ada kamu..” jelas Mama Shilla sembari berjalan masuk ke dalam.
Gabriel mengekorinya di belakang. “Shillanya mana tante?” tanya Gabriel yang sepertinya mulai gak sabar. Wajar aja, soalnya sudah pukul 06.30. bisa telat kalo gini!
“coba ke kamarnya aja. Tante juga bingung. Tumben sekali dia lama seperti ini.” Ujar Mama Shilla.
Gabriel mengangguk. Sejurus kemudian, dia berlari menaiki tangga menuju kamar kekasihnya.

*

Tok—Tok..
“Shilla.. udah siap belum?” teriak Gabriel. “sayaang..”
Merasa dari tadi belum ada sahutan dari Shilla, Gabriel jadi merasa khawatir terjadi sesuatu pada gadisnya itu.
“Shilla..”
Gabriel berdecak sambil memegang dadanya. Hatinya tiba-tiba merasa sakit. Aneh.
Akhirnya, Gabriel memutuskan untuk mendobrak pintu kamar gadisnya itu.

BRAKK!!
Gabriel berhasil mendobraknya.

“SHILLAAAA!!!” teriak Gabriel saat mendapati gadisnya itu terkulai lemah di bawah meja komputernya.
Dengan.. darah di sekitarnya!
Gabriel buru-buru menghampiri gadisnya itu.
“Shilla..” Gabriel meletakkan kepala gadisnya itu di pangkuannya. Ada darah yang mengalir dari hidungnya. Bahkan, darah itu sampai mengenai lantai dan kaki kursi meja computer.
“Shilla, kamu bertahan sayang.. kamu harus bertahan yaa..” Gabriel membopong tubuh gadisnya itu. Tak perduli dengan darah yang kini mengotori baju seragamnya. Yang terpenting adalah keselamatan Shilla! Ya. Keselamatan gadisnya itu!

*

Tap.. tap.. tap..
Gabriel tak henti-hentinya berjalan bolak-balik (?) di depan pintu UGD. Dimana Shilla sedang ditangani oleh dokter di ruangan itu.
Di tempat duduk ruang tunggu, Orang tua Shilla juga sama cemasnya dengan Gabriel. Papa Shilla sedari tadi mencoba menenangkan istrinya yang entah sudah menghabiskan berapa banyak air mata untuk menangis.

Gabriel mengacak rambutnya frustasi.  Arrrgghh!!

“Gabriel..”
Gabriel menoleh saat mendengar seseorang memanggil namanya. Ternyata Sivia dan Alvin –sahabat Shilla dan Gabriel-.
“gimana keadaan Shilla?” tanya Sivia.
Gabriel menggeleng lemah tanda tak tahu. Sedetik kemudian, Sivia menghampiri Orang tua Shilla.
Alvin menepuk pundak sahabatnya itu. “sabar, Yel..” ucapnya. Gabriel hanya mengangguk menanggapinya.

“nak Gabriel, sebaiknya kamu pulang dulu saja, nak.” Ujar Papa Shilla.
Gabriel menggeleng. “gausah, om. Gabriel mau nunggu Shilla aja.” Tolak Gabriel halus.
“tapi nak, baju kamu kan jadi penuh darah seperti itu. Kamu pulang saja dulu. Nanti akan om kabarkan kondisi Shilla.” Ucap Papa Shilla lagi.
“udah, Yel. Pulang dulu aja.” Ujar Alvin.
Dengan berat hati, akhirnya Gabriel mengangguk dan pamit untuk pulang dulu.
Sebenarnya ia tidak ingin beranjak dari sana. Lagipula, ia ingin mendengar kabar Shilla. Aneh sekali sudah hampir satu jam Dokter belum keluar dari ruangan Shilla. Ada apa ya?

*
Gabriel merasa hatinya tak tenang. Ia menyetir dengan grasa-grusu.
Ia harus cepat sampai ke rumah sakit lagi!

“Ya Tuhan.. selamatkanlah Shilla..” ucapnya berdoa.
Gabriel menancap gasnya dengan kencang. Membuat mobil melaju dengan saaangat kencang. Tak perduli dengan kendaraan lain disekitarnya. Yang ia pikirkan sekarang hanyalah Shilla, Shilla, dan Shilla.

Tiba-tiba dari arah berlawanan ada sebuah truk besar yang juga melaju dengan kencang.
Gabriel merasa kehilangan kendali. Dan..
“AAAAAA….”
Semuanya gelap.. sangat gelap..

*

Sivia berkali-kali mencoba menghubungi Gabriel. Tapi sial! Handphone Gabriel mati!
“Gimana, Vi?” tanya Alvin yang ikut cemas.
“gak aktif, Vin..” ucap Sivia lirih.
Dokter bilang, Shilla sedang sekarat sekarang. Kanker paru-parunya sepertinya sudah menyerangnya total!
Ya, sebenarnya, sudah lama Shilla di vonis mengidap penyakit kanker paru-paru. Dan itulah yang selama ini membuatnya tidak boleh kecapean.
“Shilla.. bertahan, sayang..” doa sang mama sambil masih terus terisak.

Sedetik kemudian, pandangan mereka beralih pada sebuah suara decitan antara roda tempat tidur dengan lantai. Ternyata para suster sedang membawa seorang korban kecelakaan menuju ruang UGD di sebelah ruang Shilla saat ini.
Alvin menyipitkan matanya lebih sipit dari sebelumnya. “GABRIEL!!” pekiknya saat mengetahui korban itu sahabatnya! Gabriel!
Alvin langsung berlari menghampiri Gabriel.

Sekarang, Sivia, Alvin, maupun Papa dan Mama Shilla benar-benar merasa kacau!
Shilla saja sedang dalam kondisi yang membahayakan, sekarang di tambah Gabriel.
Ya Tuhan.. kuatkanlah mereka…

Tak lama kemudian,
KREK…! Pintu UGD dibuka bersamaan!

Seorang Dokter masing-masing keluar dari ruangan itu.
“keluarga korban?” tanya Dokter pada Alvin dan Sivia. Sivia dan Alvin langsung mengangguk.
“saya kakaknya.” Jawab Alvin mantap.
Dokter itu terlihat menggeleng lemah. Alvin dan Sivia sama-sama tercekat melihat gelengen dari dokter itu.
Dokter itu menepuk pundak Alvin. “Maaf.. saya sudah berusaha untuk kakak anda. Tetapi, Tuhan berkehendak lain..”
DEG! Alvin dan Sivia merasa sekujur tubuhnya mati sesaat.
“Maksud Dokter, Gabriel… meninggal?” tanya Sivia lirih. Dokter itu mengangguk pelan.
“innalillahi..” Sivia langsung menangis sejadi-jadinya. Alvin langsung merangkul Sivia kedalam pelukkannya.

Disisi lain, Dokter yang keluar dari ruangan Shilla juga terlihat menggeleng lemah. “maaf bu, saya serta para suster sudah berusaha.. tapi, Tuhan berkehendak lain pada putri anda.”

BRAAAAKKK!!!
Hati mereka serasa disambar petir!
Mengapa seperti ini? Mengapa kedua orang yang saaaaangat mereka sayangi meninggalkan mereka begitu cepat dan bersamaan?

“SHILLAAAA… GABRIEEELLLL…”
Kini lorong (?) itu diliputi penuh rasa duka yang mendalam.. sungguh..

Tak jauh dari sana, Gabriel dan Shilla, kini sedang menatap iba pada keluarga dan sahabatnya itu. Dengan baju yang serba putih.
Mereka berdua tersenyum pada orang-orang itu. Orang-orang yang sangat mereka sayangi.

“Maafkan Shilla, Ma, Pa, Vi, Vin..” ucap Shilla lirih.
“Maafin Gabriel juga..” Gabriel menambahkan.
Sejurus kemudian, Shilla mendongak menatap Gabriel.
“ayo, Yel. Kita harus pergi.” Ajak Shilla. Gabriel mengangguk, lalu mereka memutar tubuhnya, meninggalkan ruangan itu.
“kamu janji kan akan bawa aku kea wan.” Ucap Shilla.
Gabriel tersenyum lalu meraih tangan Shilla. Dan berjalan bersama menyusuri lorong rumah sakit.
“aku kan sudah bilang, aku pasti bisa menepati semua janji aku.” Ucap Gabriel bangga.
“iya iyaa”. Jawab Shilla.
“aku sangat mencintaimu, Shill..” ucap Gabriel.
Shilla tersenyum. “Aku juga mencintaimu, Gabriel.” Jawabnya.

Mereka benar-benar menepati janjinya.
Pergi ke awan, menembus tujuh langit, dan bertemu dengan para bidadari.
Jadi, apa Cinta sejati itu benar-benar ada?
Menurutku, Iya. Seperti dalam cerita ini.
Buktinya, Cinta Gabriel dan Shilla dalam kisah ini..
Walaupun berujung maut, tapi mereka tak terpisahkan, dan tetap bersama.
Bersama, selamanya…


~THE END~

Thanks buat yang udah mau bacaaaaa :*

@murfinurh_

0 komentar:

Posting Komentar

 
PiscesLeo? Blogger Template by Ipietoon Blogger Template