Blogger Widgets

Jumat, 14 Maret 2014

Lucky!! #cerpen 1/4

Hello.. aku punya cerpen baru hehehe._.
Setelah sekian lama (?) vacuum *cieileh* akhirnya saya ngepost juga wqwq
Ini sebenernya udah lama saya buat. Tapi, faktor waktu, jadi saya baru bisa post sekarang.
Okelah entah ini cerpen apa-_- soalnya cerpennya dibagi empat. *Emang ada?
Yaudah, kita sebut ini sebagaaaaaai cerbung pendek atau cerpen bersambung. Ah terserah deh whatever .-.

PART 1 of 4

.
.

Cinta pada Sahabat sendiri.
Itu bukanlah perasaan yang salah, bukan?
Jelas tidak. Semua orang berhak mencintai siapapun.
Sekalipun, itu adalah sahabatnya sendiri.

**

Gadis itu memegangi perutnya, menahan tawanya yang susah ia hentikan.
Sedangkan lelaki di sebelahnya ini masih saja melontarkan lelucon-lelucon lucu yang membuat gadis ini tertawa terpingkal-pingkal sambil menggebrak-gebrak mejanya.

“Ieeelll…. Udah dong. Gue capek.” Ucap Shilla –gadis tadi- di sela tawanya.
Namun sayang, Gabriel tidak memperdulikan itu dan semakin membuat banyak lelucon.
“Shill, coba kalo lo liat kumisnya pak Arya, beh itu kumis kayak bulu kucing Shill. Masa warnanya Orange. Hahaha”
“HAHAHA… Gabriel udah dong…”

Pagi-pagi begini, kelas sudah ramai. Dan pelakunya mereka berdua. Shilla dan Gabriel.
Dua sahabat yang sudah terkenal sampai ke penjuru sekolah itu. Maka, tak aneh jika mereka terkenal selalu meramaikan suasana. Mereka bersahabat sejak SD. cukup lama bukan?
Shilla dan Gabriel ini ibaratkan amplop dan prangko. Yang selalu nempel dan saling melengkapi.
Dimana ada Gabriel, disitu ada Shilla, dan sebaliknya.
Tapi, yang selama ini orang bingung kan, kenapa mereka tidak meneruskan hubungan ‘Persahabatan’ mereka menjadi lebih jauh? Yaa.. Pacaran gitu..
Padahalkan, mereka berdua cocok. Sangat cocok malah.

Shilla tiba-tiba menghentikan tawanya. Dan tentu saja membuat Gabriel menghentikan tawanya juga, dan mengerutkan kening, bingung.
Gadis itu menatap pintu kelas yang memang terbuka. Gabriel mengikuti arah pandang gadis itu.
Oh, cowok itu, batin Gabriel saat melihat seseorang berdiri di ambang pintu.
Sepertinya, Shilla sedang memperhatikan lelaki yang sedang berdiri dengan gaya angkunya dan sok’nya –menurut Gabriel- itu.

“Ck.. gantengnyaaa..”
Gabriel menoleh pada gadis yang duduk di sebelahnya itu. Tatapan itu. Tatapan yang membuat perut Gabriel terasa mual!
Shilla. Gadis yang sudah menjadi sahabatnya selama 7 tahun itu, sepertinya menyukai lelaki yang –saat ini masih- berdiri di ambang pintu itu.

Cakka. Lelaki tadi. Dengan gaya coolnya memasuki kelas. Setelah sebelumnya seperti mencari sesuatu di dalam kelasnya. Oh, mungkin mencari seseorang. Dan sekarang, Shilla sedang berharap Cakka mencari dirinya ada atau tidak di dalam kelas.

Ah. Cakka. Anak lelaki yang kemarin baru memasuki kelas ini, dengan beraninya mencuri hati Shilla.
Shilla berdecak kagum melihat lelaki itu yang mulai duduk di bangku paling pojok, di baris ke empat. Sedangkan Shilla –bersama Gabriel- duduk di baris ke tiga, di bangku ke dua dari pintu. #ini penjelasannya ribet banget!#

Cakka yang merasa dirinya sedang di perhatikan, menoleh dan mendapati seorang gadis cantik yang sedang tersenyum-senyum sendiri sambil –sepertinya- memperhatikan Cakka.
Cakka membalas senyuman gadis yang baru ia kenal namanya Shilla, dengan senyum yang manis andalannya. “Hai..” sapanya.
Shilla tiba-tiba melotot karena tertangkap basah oleh pangerannya itu. Dengan ragu-ragu, Shilla menjawab. “H-hai..”
Cakka tersenyum lagi. Membuat Shilla merasa melayang-layang di atas awan. Oh, indahnya dunia.
Lagi-lagi, Cakka tersenyum. kali ini sambil menunjuk sebuah buku tulis di hadapannya. Oh, lagi-lagi Shilla terpana melihat senyum itu. Gadis itu mengangguk, tanda meng-iya-kan. Cakka berbalik memalingkan wajahnya dari gadis manis itu. Dan kembali melanjutkan aktivitasnya tadi. Menyalin buku PR milik Alvin, teman sebangkunya.
Shilla memegangi dadanya yang terasa berdegub kencang. Mungkin jantungnya sedang bekerja total, sehingga menimbulkan detakan itu melebihi batas normal.  Matanya masih belum beralih dari lelaki itu. Lelaki yang kini.. sepertinya telah benar-benar mencuri hati Shilla.

“Ehem!”
Shilla memalingkan wajahnya dari Cakka –yang masih sibuk menulis-. Dan berbalik menatap sahabatnya yang tadi berdehem itu.
“Apa sih?” tanya Shilla sedikit sinis. Merasa terganggu karena momen indahnya di ganggu oleh Gabriel si nyebelin itu!
“Ngeliatin apa, sih? Serius banget kayaknya.” Ucap Gabriel. Terdengar menyindir, atau.. terdengar cemburu?
Shilla tersenyum kikuk. “Kayaknya, gue jatuh cinta deh, Yel.”

DEG!
Gabriel merasa ingin menjerit mendengar ucapan Shilla yang membuat hatinya tertohok itu.

“Sa.. sama si-siapa?” tanya Gabriel ragu-ragu.
Shilla tersenyum malu.
Shilla melirik kea rah kirinya. Lalu bergumam. “Cakka.”
“Oh..” Gabriel bodoh! Ia menyesal menanyakan itu.
Pagi yang cerah ini, berubah menjadi pagi yang suram bagi Gabriel. Oh, God!

*

Waktu terasa berjalan begitu cepat. Rasanya, baru saja bel masuk kelas berbunyi. Sekarang, sudah bel istirahat?
Oh.. memang pengertian sekali guru piket sekolahnya hari ini. Mengerti keadaan murid kelas XI IPA 2 yang sedang pusing karena pagi-pagi sudah di jejali pelajaran Fisika lalu Matematika, dengan rumus-rumus yang memusingkan itu.

Shilla buru-buru memasukkan semua alat tulisnya ke dalam laci mejanya.
Gabriel yang melihat itu, menaikan sebelah alisnya dengan sempurna. “buru-buru amat. Mau kemana, neng?” tanya Gabriel.
Shilla tersenyum lebar menanggapi pertanyaan sahabatnya itu.
Mata Shilla beralih menatap bu Okky –wali kelas sekaligus guru Matematika- mulai berjalan keluar kelas.

“Gue.. ke kantin duluan, ya, Yel.” Ucap Shilla. Terdengar seperti meminta izin dan memohon.
“Lho? Gak bareng sama gue, nih, ke kantinnya?” tanya Gabriel heran. Karena biasanya, Shilla selalu bersamanya saat istirahat.
Shilla tersenyum canggung lalu menjawab dengan hati-hati, “Gue.. ada urusan sebentar. Sama Sivia.” Jawabnya.
Akhirnya, Gabriel hanya bisa mengangguk menyetujui.

*

Shilla mengedarkan pandangannya ke penjuru kantin. Sambil menunggu seseorang yang berjanji akan makan siang bersamanya kali ini.

“Aduh, maaf ya, baru datang. Tadi gue ke toilet dulu.”
Shilla mendongakkan kepalanya, lalu tersenyum saat mendapati orang yang di tunggunya telah datang dan kini duduk di hadapannya.
“Gapapa, kok. Gue juga baru dating barusan.” Jawab Shilla diiringi senyum manisnya pada Cakka. Lelaki itu.
Saat pelajaran bu Okky tadi, Shilla mendapat gumpalan kertas yang mendarat tepat di mejanya. Yang membuat Gabriel mendelik sebal pada Shilla saat itu.

Nanti isitirahat bareng, ya :).
 Cakka.
Pesan yang singkat, padat, tapi mengandung unsur istimewa bagi Shilla.

“Oh, iya. Lo mau pesen apa?” tanya Cakka membuat lamunan Shilla terbuyar.
“Umm.. Bakso aja deh.”



“Shilla bohong!” ucapanya sambil menatap garang. “bisa-bisanya dia bohongin gue, dan ternyata, dia malah asik berduaan sama Cakka si cowok sok keren itu!” sambungnya. Terdengar geram.

Tepat di pintu masuk kantin, Gabriel tengah berdiri dan matanya menangkap sosok gadis yang tak asing lagi baginya, sedang duduk bersama seorang lelaki.
Gabriel menyipitkan matanya, hingga akhirnya mengetahui siapa lelaki itu. Ya. Lelaki yang mulai saat ini dianggapnya sebagai ‘Rival’ itu. Cakka. Iya, Cakka. C-A-K-K-A.

*

2 hari kemudian..        

Oke. Gabriel merasa hubungannya dengan Shilla mulai merenggang.
Ia merasa Shilla agak menjauh darinya. Dan penyebabnya adalah.. Cakka.
Cowok itu semakin lama, semakin membuat Gabriel muak padanya.
Cakka telah merebut perhatian Shilla terhadapnya. Gabriel benci saat Shilla lebih memilih istirahat bersama Cakka, bercanda bersama Cakka, dan melupakan Gabriel yang sudah menemaninya sejak kelas empat SD itu.

Gabriel menghentikan mobilnya. Tepat saat lampu lalu-lintas menunjukkan warna merah.

“Hhh...” Gabriel menghela nafas panjang. lalu melirik gadis yang duduk di bangku penumpang di sebelahnya.
Gadis itu masih sama. Masih cantik. Manis. Lucu. Dan masih sibuk dengan ponselnya sejak dua hari yang lalu. Semenjak Shilla bersama Cakka di kantin itu.
Gabriel tahu pasti apa yang sedang Shilla lakukan. sms-an atau bbm-an dengan Cakka.
Biasa. Gabriel selalu merasa sedang bersama patung saat-saat seperti ini.
Tetapi, satu hal yang Gabriel syukuri saat ini. Ia masih bisa berangkat dan pulang sekolah bersama Shilla. Dan tentunya, masih duduk sebangku bersama gadis itu. Gabriel tersenyum saat mengingat hal itu.

Gabriel kembali menancap gas saat melihat lampu yang kini berubah warna menjadi warna hijau.

“Shill..” sadar tak sadar, ternyata Gabriel sudah memanggil nama Shilla.
Shilla bergeming dan masih sibuk dengan ponselnya.
“Shilla..” panggil Gabriel lagi, yang kini terdengar lebih keras.
“Eh, iya?” jawab Shilla sambil memalingkan wajahnya dari handphonenya itu. “ada apa, Yel?” tanyanya.
Gabriel menghela nafasnya sebelum mengatakan sesuatu pada Shilla.
“Lo kenapa sih?” tanya Gabriel.
Shilla mengerutkan kening. Tak mengerti maksud pertanyaan lelaki di hadapannya itu.
“kenapa sekarang.. Lo menjauh dari gue?” tanya Gabriel sambil menatap focus ke depan.
Shilla terlihat salting. Tapi ia berusaha menutupi kesaltingan itu. “mm.. emang iya, ya?” tanya Shilla balik.
Gabriel mendengus. Capek juga dengan anak satu ini.

“Yel..” panggil Shilla saat sebelumnya terjadi keheningan sejenak.
“hmm..” jawab Gabriel dengan dehemannya.
“cowok kok susah peka, ya?” tanya Shilla. Menatap Gabriel meminta penjelasan.
“enggak juga tuh..” jawab Gabriel. “cewe juga susah peka, kan?” lanjut Gabriel.
“enggaaa!! Cewe lebih peka daripada cowok!” bela Shilla.
“tapi.. buktinya, lo juga gak bisa peka kan sama perasaan gue?” Aduuh! Gabriel mengatup bibirnya yang kelewat ceplos itu.
“apa, Yel?” tanya Shilla seolah meminta penjelasan.
“Gak.” Jawab Gabriel setengah gugup. Belom waktunya, Yel!, batinnya. “yang jelas, cewe juga gak peka!”
Shilla menggembungkan pipinya dengan lucu. “ih.. cowok tau! Buktinya, sampai sekarang, Cakka belum bisa ngerti apa arti tatapan gue, ucapan gue, gerak-gerik gue yang salting di depannya, pipi gue yang selalu merona saat dia senyum dan natap gue, oke, yang terakhir itu memang memalukan. Tapi, setidaknya, seharusnya Cakka bisa.. hehe..” Shilla bercerita dengan panjang lebar, tapi menggantung bagian terakhir dan hanya nyengir.
Gabriel menaikan sebelah alisnya, “Bisa apa?” tanyanya.
“nembak gue..” jawab Shilla polos seraya tersenyum malu.
Dan itu malah membuat amarah Gabriel memuncak. Ia meremas setirnya dengan penuh amarah.
Mendingan, Gabriel duluan menembak Cakka deh, sebelum Cakka menembak Shilla.
Tinggal pilih saja, mau tembakan pistol besar, atau panah yang runcing untuk di tembakkan ke tubuh si Cakka itu?
Gabriel pun bersedia untuk menembak Cakka dengan kedua alat itu sekaligus. Pikiran yang sarkatis memang.

*

Gabriel menjalani hari ini di sekolah dengan penuh kesabaran, dan gondok pastinya.
Pertama, saat datang ke kelas, Cakka sudah berada di dekat parkiran, dan mengajak Shilla ke kelas bersama.
Kedua, saat pelajaran Bahasa Inggris, gurunya menyuruh membuat sebuah dialog yang dikerjakan secara kelompok, yaitu tiga orang. Dan Shilla memilih Cakka untuk bergabung bersama Gabriel dan Shilla.
Ketiga, Cakka dan Shilla ke kantin bersama, dan lagi-lagi melupakan Gabriel.
Keempat,  saat jam kosong karena guru PKn nya tidak bisa hadir, Shilla dan Cakka pergi entah kemana. Berdua. Sekali lagi, Berdua.
Kelima, oke, Gabriel benci mengingat ini. Shilla. Bilang. Padanya. ‘Yel, mulai hari ini, Cakka yang bakal antar jemput aku ke sekolah.’
12 kata, yang berhasil membuat Gabriel merasa jantungnya hancur seketika.
Dan itu berarti, yang menjadi keberuntungan Gabriel adalah. Masih bisa duduk bersama. Mungkin bisa saja hanya sementara.

“Arrggh!!!” Gabriel mengerang frustasi. Sampai baru sadar kalau dia sudah berada di depan rumahnya.

*

Shilla menatap lelaki yang kini duduk di sebelahnya itu. Menunggu, apa yang akan dilakukan oleh lelaki itu.
Cakka sendiri, terlihat masih asik menikmati pemandangan kota di hadapannya.
Sepulang sekolah tadi, Cakka tidak langsung mengantar Shilla ke rumah gadis itu. Ia malah membawa gadis itu ke sebuah gedung yang bisa di bilang ‘gedung gagal’ karena bangunannya belum jadi dan sepertinya akan di stop untuk di teruskan pembangunannya itu. Cakka mengajak Shilla ke balkon atap gedung itu.

“Gue.. mau ngomong sesuatu, Shill.” Ucapnya.
Tentu saja membuat Shilla menelan ludahnya susah payah. Dia.. entah mengapa Shilla tiba-tiba merasa sesuatu yang aneh.
“a-apa?” tanya Shilla.
Cakka kini memalingkan wajahnya untuk melihat gadis itu. Mencoba untuk menatap gadis itu, tepat di bola matanya.
Shilla jadi gugup sendiri di tatap seperti itu.

“Gue.. cinta sama lo, Shill. Lo mau gak jadi pacar gue?”
DEG!!
Benar kan! Itu yang akan di katakan oleh Cakka.
Tanpa pikir panjang, gadis itu mengangguk. “i-iya. Gue mau.” Jawabnya.

Oh.. indah sekali hari ini.
Di hari yang menjelang petang ini, ia jadian sama Cakka. Di atas gedung ini. Di hadapan sunset ini.
Oh, iya! Ada sunset! Aaaahh.. romantic sekali pemandangannya. Makin memperindah suasana saat ini.

Cakka tersenyum lebar. Sejurus kemudian, lelaki itu memeluk Shilla dengan erat. “makasih, Shill.” Ucapnya.
Shilla hanya tersenyum, dan.. ragu-ragu untuk membalas pelukan kekasih barunya itu. Maklum. Masih baru. Malu. Hihi.
Dibalik punggungnya, Cakksa tengah mengangkat ujung bibir kanannya. Tersenyum… licik?

*

Gabriel. Seperti orang kesetanan saat ini.
Bercerita penuh emosi, sambil memakan cemilan yang pedas milik sahabatnya.
Rio. Sahabat Gabriel sejak orok hingga saat ini, menatap Gabriel dengan ngeri.
Sepulang sekolah tadi, Gabriel langsung ke rumah Rio. Berniat untuk curhat pada sahabatnya itu. Mencomot keripik pedas –milik Rio- dengan sadis, lalu mengunyahnya dengan sadis pula!

“... Yo, gue ini sahabat Shilla sejak kelas empat SD. Dan, Bocah sok yang baru dia kenal beberapa hari ini, berani-beraninya bikin Shilla menjauh dari gue!” cerita Gabriel dengan meluap-luap.
Mungkin juga karena rasa pedas yang menjalari lidahnya.

“gue juga sahabatan sama Shilla sejak kelas empat, Yel. Dan gue juga tau gimana sikap Shilla. Dan menurut gue sih.. dia gak mungkin jauhin elo. Apalagi kalo jauhin gue. Gak mungkin bisa, dia.”
PLETAK!
Dengan satu jurus, Gabriel berhasil menjitak kepala sahabatnya itu.
Ya. Gabriel, Shilla, dan Rio adalah tiga serangkai yang bersahabatan. Saat kelas empat, Shilla menjadi murid baru di Sekolah Dasar tempat Gabriel dan Rio bersekolah. Saat itu, Shilla memilih berteman bersama mereka. Dan saat itu pula, Gabriel menyimpan rasa yang lebih pada Shilla. Rasa.. sayang mungkin.
Sayangnya, saat mereka menginjak jenjang SMA, Rio harus berpisah sekolah dengan Shilla dan Gabriel, karena ayahnya memilihkan sekolah yang berbeda.

“jadi, gue harus gimana dong, Yo?” tanya Gabriel meminta saran.
“Ya.. elo harus bergerak cepat. Sebelum semuanya terlambat, dan keburu di embat orang lain...” Jawab Rio.
Gabriel hanya terdiam sambil menunggu Rio melanjutkan ucapannya.
“Gue rasa, udah terlalu lama elo pendam semuanya, Yel. Kasih tau Shilla, kasih tau kalo lo itu cinta sama dia.” Lanjut Rio.
Gabriel menelan keripik pedas itu susah payah. Benar juga kata Rio, pikirnya.

Rio tengah berpikir sesuatu, “eh, dari tadi lo cerita panjang lebar sama gue tentang cowok itu. Emangnya.. siapa sih nama tuh cowok?” tanya Rio akhirnya.
Gabriel melengos. Sebenarnya tak ingin menyebut nama lelaki itu. “Cakka.” Jawabnya. Singkat.
Mata Rio tiba-tiba melebar setelah mendengar jawaban Rio. “C-Cak.. Cakka?” tanya Rio terbata. “Cakka Nuraga?” tanya Rio memastikan.
Gabriel mengangguk-ngangguk. “iya. Kok lo tau, sih?” tanya Gabriel heran.
“Yel, Cakka itu—“
Drrt.. Drrt..
Ucapan Rio terhenti saat mendengar handphone Gabriel bergetar. Gabriel mengambil benda itu dari saku celana oblongnya.

“Uhuk!!” Gabriel sepertinya langsung tersedak keripik pedas sialan itu, saat mendapati pesan singkat yang baru saja masuk di inboxnya.
Bukannya langsung mengambil minum di hadapannya –yang disiapkan pembantu di rumah Rio tadi-, dan meneguk air, Gabriel alih-alih malah melototi layar handphonenya itu.

“Ap-paa.. ap-a.. apa-apa-an i-ni?” Gabriel berucap dengan susah payah dan terbata-bata. Ada dua kemungkinan.
Satu, karena keripik yang masih menyumbat kerongkongannya. Dua, ya.. isi pesan singkat itu membuat Gabriel terkejut, mungkin.

“kenapa, Yel?” tanya Rio, agak khawatir juga.
Gabriel masih memandangi layar handphonenya dengan tatapan tak percaya. Lalu, menunjukkannya pada Rio.
Rio membaca pesan itu, melongo, seperti Gabriel.

From : Shillaaaaa
19.10

Yel, Cakka nembak gueee!! Huaa gue seneng banget! Kita udah jadian, Hihi :D

*
TBC
*

@murfinurh_

1 komentar:

 
PiscesLeo? Blogger Template by Ipietoon Blogger Template