Blogger Widgets

Jumat, 14 Maret 2014

Lucky!! #cerpen 2/4

Ini lanjutannya… semoga suka ya;)
Maaf ceritanya gaje bin aneh


PART 2 of 4
.
.
.

Setelah melihat sms dari Shilla tadi siang, Gabriel langsung saja berlari pulang ke rumahnya yang berada di seberang rumah Rio. Rio sendiri ingin menahan Gabriel untuk tidak pulang dulu. Ada sesuatu yang harus Rio katakana pada Gabriel. Dan itu penting! Tapi sayang, Gabriel terlanjur berlari dan tak memperdulikan Rio.

Gabriel mengurung diri di kamar. Ia merutuki dirinya sendiri, yang bodoh karena tidak memanfaatkan waktu dari dulu.
“Bodoh!” cercanya.

Handphonenya berdering. Dan saat itu pula, terlihat wajah seorang gadis cantik di layar handphonenya itu.

Shillaaaaa’s calling

Gabriel membanting handphonenya. Sama sekali tak berminat menjawab telfon dari gadis itu. Terlanjur sakit hati.

*

Gabriel melongo parah melihat Shilla yang baru saja datang dan memasuki kelas.
Shilla. Bersama. Cakka. Bergandengan.
Gabriel geleng-geleng kepala melihat pemandangan itu. Apalagi mendengar Shilla yang tertawa renyah dengan Cakka. Dia semakin… cemburu?

“Pagi, Yel.” Sapa Shilla setelah sampai di mejanya. Di sebelahnya, ada Cakka yang tetap dengan tampang sok’ nya itu.
Gabriel tersenyum canggung. “Pagi, Shill.” Jawabnya.
Shilla balas tersenyum, lalu menyimpan tas selempangnya di kursi samping Gabriel. Setelah itu, Shilla meninggalkan kelas bersama Cakka. IYA! SAMA CAKKA!
Tapi, sebelum mereka pergi, Gabriel melihat wajah Cakka yang menyeringai dan tersenyum... meremehkan ke arahnya? Kenapa tuh anak?

*

“Shill..” panggil Gabriel dengan suara yang pelan. Maklum. Di depan sedang ada pak Duta yang sedang mengajar.
Shilla yang sedang memperhatikan penjelasan dari Pak Duta, beralih menatap Gabriel. “Ya?”
Gabriel tiba-tiba terlihat bingung. “em.. aduh, gimana, ya?” ucap Gabriel kebingungan sendiri.
“kenapa, Yel?”
“Emm.. Sori, Shill. Gue..”

“GABRIEL! SHILLA! Jangan mengobrol saat saya sedang berbicara di depan! Lebih baik kalian diam dan perhatikan apa yang saya jelaskan!” Pak Duta tiba-tiba menyerocos di depan saat melihat Shilla dan Gabriel yang sedang mengobrol itu.
“Mengerti?!” tambah pak Duta.
Gabriel dan Shilla buru-buru mengangguk, “Ba-baik, Pa.”
Dan akhirnya, Gabriel gagal mengatakan tentang hal ‘itu’ pada Shilla.

*

“Gabriel..” panggil Shilla.
Gabriel yang sedang membereskan buku-bukunya ke dalam ransel hitamnya itu, menoleh pada gadis yang duduk di sebelahnya, “Ada apa, Shill?” tanya Gabriel.
“Hari ini gue bareng lo, ya?” pinta Shilla.
Gabriel tersenyum lebar. Dalam hatinya, ia bersorak-sorak gembira. “Tentu saja. Kenapa engga?” jawab Gabriel diiringi senyum manisnya.
Shilla membalas senyuman itu.
“Emang Cakka kemana Shilla?” tanya Gabriel yang kini sudah mulai berjalan keluar kelas bersama Shilla.
Air muka Shilla tiba-tiba berubah seketika. “Katanya, sih, dia mau nganter Mamanya belanja.” Jawabnya.
Gabriel mengangkat bahunya, tak yakin pada cowok itu. “Yaudahlah, yuk kita capcus.”
Shilla tertawa geli, “Apaan sih, lo? Kayak banci aja deh..”
“Woo.. enak aja lo!” Gabriel langsung mencubit  hidung Shilla sampai hidungnya merah.
“duuh.. sakit!” Shilla mengucek-ngucek hidungnya itu.
Gabriel hanya geleng-geleng kepala.
“Silahkan masuk, tuan Putri..” Gabriel membukakan pintu mobil bagian penumpang untuk Shilla.
Shilla masih belum percaya kalau sekarang sudah sampai parkiran. Oke, ini lebay.

Gabriel mulai meng-gas mobilnya saat ia dan Shilla sudah siap di tempat. Dan melaju meninggalkan Sekolah.

“Yel,” panggil Shilla.
Gabriel menoleh sebentar lalu mengedikkan dagunya; apa?
“Lo tau ga, gue seneeeeeng banget bisa pacaran sama Cakka.”

DEG! GLEK!
Gabriel melotot kaget namun tetap menyembunyikan ke terkejutannya itu dari Shilla.
“K-k-kok bisa?” OH NO! ucapan Gabriel terdengar konyol di telinganya sendiri.
Suaranya terdengar... bergetar mungkin?

“Iya, jadi gini lho, masa ya, waktu tadi pagi pas dia jemput gue dirumah, dia kasih surprise gitu buat gue. So sweet bangeeet deh. Jadi tadi tuh…...”
HEY! Siapapun yang punya penyumbat telinga, gue pinjem! Penyumbat telinga, ya! Jangan penyumbat WC! Gue butuh banget! Butuh penyumbat telinga! Bukan penyumbat WC! Gak siap nih dengerin cerita Shilla tentang si landak jelek itu!, Gabriel mengoceh sendiri dalam hatinya.
Dan sebenarnya tidak ingin mendengar cerita Shilla itu. Semoga Gabriel berhasil! Walaupun ia rasa, itu memang tidak sopan sih..

*

Suatu sore, Gabriel menemui Shilla di taman. Biasanya, Shilla selalu ada di taman setiap pukul 17.00 sore di hari sabtu seperti ini.

“Shillaaa…” benar kan. Shilla ada di taman. Sedang bermain dengan laptopnya. What the? Dengan laptop? Oke, bisa jadi.

Shilla menoleh pada sumber suara yang terdengar familiar di telinganya itu. “Eh, elo, Yel.” Ucapnya seraya tersenyum menyambut sahabatnya itu.
Gabriel langsung saja duduk di samping Shilla. Di atas rerumputan hijau yang terlihat indah itu.
“Lagi apa?” tanya Gabriel. Basa basi.
“Biasa.” Shilla memperlihatkan layar laptopnya pada Gabriel. Oh. Seperti biasa. Shilla sedang menulis cerita.
Gabriel hanya membulatkan mulutnya seraya mengangguk-angguk.
“Shilla, gue boleh tanya sesuatu?” tanya Gabriel. Lebih tepatnya meminta izin, mungkin?
Shilla mengacungkan jempol tangan kanannya. Mengisyaratkan ‘iya’.

“Menurut lo.. ‘Sahabat jadi Cinta’ tuh, apasih?” tanya Gabriel. Iseng aja sih sebenernya.
Shilla menghentikan jari tangannya yang bergerak cepat di atas keyboard laptopnya.

“Ummm….” Shilla mengetuk-ketukan jari telunjuknya di dagu. Berpikir seperti orang dewasa.
“Menurut gue, Sahabat Jadi Cinta itu.. Spesial. Dan beruntung.” Jawab Shilla dan tersenyum. merasa puas akan jawabannya.
Gabriel sendiri mengerutkan keningnya, “Kenapa? Can you tell me?” tanyanya.
Shilla menghela nafasnya, “Soalnya, kalau Sahabat itu, pasti udah tau seluk beluk dan baik buruknya diri kita. Kalau sahabat kita sendiri yang mencintai kita, berarti dia bisa terima dong walaupun kita punya kekurangan. Ya, misalnya gini. Gue itu punya sifat bawel yang berlebihan, walaupun itu memang bener. Hehe.. terus..”
“Terus?” Gabriel menyahut. Merasa asik dengan obrolannya.
“Hehe.. terus, diantara elo atau Rio itu naksir gue. Haha.. cieee..”
Gabriel sadar tak sadar kedua ujung bibirnya tertarik keatas. Mengembangkan senyuman manis sekaligus.. emm.. senang. Hihi.

“terus, kalau beneran sahabat lo sendiri suka sama lo gimana?” tanya Gabriel. Lho? Gabriel tanya apa tadi? Haduuhh..
Shilla menggeleng pelan sembari tertawa kecil. “Gak tau. Tapi, gue kan udah punya Cakka.”
GLEK! Sekali lagi, Gabriel susah menelan salivanya!

“Emanya, lo gak minat buat putus dari Cakka? Dan cari cowok lain yang lebih baik dari dia?”
“WHAT?!!!”
Shilla melongo parah. Begitupun dengan Gabriel yang tak sadar telah mengucapkan pertanyaan konyol seperti itu.

*

Hari terus berganti dan berganti. Tak terasa, sudah hampir dua minggu Shilla berpacaran dengan Cakka.
Sudah dua minggu Shilla selalu bermesraan dengan Cakka. Itu membuat Gabriel sangat muak!
Sudah dua minggu Gabriel merasa sangat sangaaaaat sakit hati dan cemburu. Dan sudah dua minggu pula, Gabriel di acuhkan Shilla.
Dan dua minggu itu pula, Shilla tidak pernah menghubungi Gabriel, dan tidak menanggapi cowok itu.

Disisi lain, Rio, selaku penengah diantara dua sahabatnya itu, sedang berusaha menjelaskan sesuatu pada Gabriel. Sekali lagi, PENTING!

Rio menghempaskan tubuhnya di atas bed milik Gabriel. Gabriel menautkan alisnya. Tumben nih anak grasa-grusu banget pas datang ke rumahnya?
Tanpa basa-basi, Gabriel langsung bertanya maksud kedatangan sobatnya itu.
“ada, apa, Yo?” tanya Gabriel.
Rio bangkit, lalu turun dari bed dan duduk di atas karpet yang tergelar di lantai dekat tempat tidur. Gabriel pun ikut duduk bersama Rio.
“gue to the point aja, ya.” Ucap Rio. “ada sesuatu yang harus Lo, dan Shilla ketahui.” Sambung Rio. Serius.
“apaan?” tanya Gabriel yang sepertinya sudah penasaran.
“tentang Cakka.” Gabriel semakin mengerutkan kening. Ada apa dengan cowok itu? Rio.. tau sesuatu hal?
“dia itu bukan cowok yang baik, Yel! Dia licik!” ucap Rio. Setengah mati menahan amarahnya.
Gabriel membulatkan matanya. “dari.. dari mana lo tau, Yo?”
Rio tersenyum getir. “dia dulu satu sekolah sama gue, sebelum akhirnya pindah ke sekolah lo.” Jawab Rio.
Oh, astaga! Gabriel lupa. Saat Cakka memperkenalkan diri, Cakka kan juga menyebut asal sekolahnya. Tapi, kenapa Gabriel lupa kalau itu adalah sekolah Rio?
“kenapa lo bilang dia licik, Yo?” tanya Gabriel akhirnya. Sebenarnya, Gabriel juga merasakan hal yang sama. Eh, hal yang sama apaan? Cinta sama Rio? Lho.. ngelantur deh gue!

Rio menghela nafasnya berat. “lo tau gak, apa penyebab hancurnya hubungan gue sama Ify, dulu?” tanya Rio.
Gabriel mengangguk. “karena Ify direbut cowok lain ‘kan?”
Rio mengangguk lemah, “dan pelakunya adalah Cakka, Yel.”
Gabriel melongo. Menatap tak percaya pada sahabatnya itu.
“Cakka itu Playboy! Dia bakal ngelakuin apa aja buat cewek yang dia inginkan, walaupun cewek itu milik orang lain. Dan biasanya, kalo dia udah dapetin tuh cewek orang, beberapa hari kemudian, dia bakal ngelepas cewek itu dengan tidak sewajarnya.” Rio menarik nafasnya sebentar. “seperti saat dia ngerebut paksa Ify dari gue. Gue tau, Ify sebenernya gak mau. Tapi, si Cakka berengs*k itu maksa. Tapi, lusanya, setelah Ify direbut, dia tiba-tiba mutusin Ify dan mencampakkan Ify. Berengs*k memang!” ucap Rio ber-api-api.
Gabriel menggeleng-geleng. Se tega itu kah seorang Cakka?. “tapi, Shilla kok masih bertahan sama dia, ya? Udah dua minggu.” Ucap Gabriel.
“cewek yang single, sama cewek yang milik orang lain, beda urusannya, Yel. Kalo untuk cewek yang single seperti Shilla, biasanya dia memang berhubungan lama. Tapi, di belakang dia berkeliaran dengan cewek lain.”
Mata Gabriel kontan membulat. “kurang ajar!” umpatnya.
“gue gak mau sampe Shilla ngalamin sakit hati karena cowok itu!”
“gue juga, Yel. sebaiknya, kita harus buat Shilla putus sama Cakka, Yel!” tegas Rio.
Gabriel mengangguk. “Dari awal gue juga udah yakin kalo Cakka bukan cowok yang baik.” Iel terdiam sebentar, “tapi, Yo, pas gue bilang itu sama Shilla, keburu ketahuan pak Duta kalau gue ngobrol.” Jelas Gabriel.
“Sial!” umpat Rio. “pokoknya, gimanapun caranya, kita harus bikin Shilla sama Cakka pisah, Yel.” Desak Rio.
“gue aja, Yo. Lo gak perlu ikut andil dalam masalah ini.” Tegas Gabriel.
“lho? Gue kan juga sahabatnya, Yel!” bela Rio merasa tersingkir.
“setidaknya, kalau Shilla marah sama gue, dia masih punya lo, dan bisa percaya sama lo.” Jelas Gabriel.
Akhirnya, Rio mengangguk juga. “yaudah, gue juga bakal bantu doa aja, deh.” Ucap Rio diiringi cengirannya.
“sial, lo!” sahut Gabriel dan akhirnya tertawa bersama Rio.

*

Hari ini, Gabriel akan mulai menjalankan rencananya.
Gabriel berdiri di ambang pintu kelas, menunggu kedatangan Shilla –yang pastinya datang bersama Cakka.
Benar saja, beberapa menit kemudian, gadis itu sudah datang dan berjalan menuju kelas bersama Cakka di sampingnya.

“Shilla..” Gabriel menarik pergelangan tangan Shilla. Gadis itu mendelik sebal.
“Apa?” tanyanya dingin.
Gabriel jadi gugup sendiri saat seperti ini, “Umm.. Gue mau ngomong. Sebentar.” Ucapnya.
Cakka menaikan sebelah alisnya, menatap Gabriel dengan –gaya-sok-nya-lagi.
“Berdua.” Tambah Gabriel seakan menjelaskan pada Cakka bahwa ia hanya ingin bicara empat mata dengan Shilla.

Gabriel langsung menggenggam dan menarik tangan Shilla dan membawa Shilla –secara paksa- ke taman.
Shilla sendiri merasa pasrah saja.
Ya. Tapi ia tak dapat berbohong kalau dia merindukan lelaki di hadapannya ini. Dan ia juga... merindukan genggaman itu.

*

“Ada apa, sih?” tanya Shilla setelah ia dan Gabriel duduk di sebuah kursi di taman sekolahnya.
“Apa lo.. Apa lo bener-bener mencintai Cakka, Shill?” tanya Gabriel to the point.
Shilla menautkan kedua alisnya, bingung. “Untuk apa tanyain itu? Jelas-jelas jawabannya IYA.” Jawab Shilla dengan penuh penekanan.
Gabriel hanya mengangguk-ngangguk, “Walaupun Cakka itu bukan cowok yang baik, apa lo tetep hanya cinta sama dia?” tanyanya lagi.
Shilla mendelik, “Ck! Lo kenapa sih, Yel? Selalu bilang kalau Cakka itu cowok yang gak baik? Lo gak suka kalo gue pacaran sama dia? Hah?” balas Shilla dengan menahan amarahnya.
“IYA! Gue gak suka! Gue maunya ELO PACARAN SAMA GUE! BUKAN SAMA CAKKA!” jawab Gabriel dalam hati. Oh, Gabriel tidak boleh menjawab seperti itu. Terlalu cepat!
“Bukan gitu, Shill. Tapi—“
“Alaah.. udahlah. Lo sekarang berubah, Yel! Lo dulu pernah bilang, kalau gue bahagia, lo juga bahagia. Tapi, sekarang, apa? Lo malah pengen ngehancurin kebahagiaan gue dengan kata-kata aneh lo, itu kan?” serang Shilla langsung.
Gabriel langsung tercengang mendengar ucapan Shilla itu. APA-APAAN INI? Tidak! Gabriel tidak bermaksud begitu!
Shilla langsung berdiri, dan tanpa permisi, meninggalka Gabriel sendiri di taman.

Gabriel menatap punggung gadis itu yang kini mulai menghilang.
“Bodoh!”
Benar kan! Shilla marah padanya. Hh.. untung Rio gak ikut-ikutan.

*

Gabriel melongo saat memasuki kelas, karena melihat Alvin yang tengah duduk di bangkunya. Lebih tepatnya, di kursi Shilla.
Gabriel berjalan dengan penuh kebingungan menuju bangkunya.
Alvin sendiri sedang sibuk dengan buku-bukunya. Maklum lah, Alvin itu anak yang terlanjur pintar dan rajin.

“Eh, Vin. Kenapa lo duduk di sini?” tanya Gabriel setelah sampai di bangkunya.
Alvin mendongak, menatap Gabriel di balik kacamatanya.
“Hhh..” Alvin menghela nafas, “Shilla yang suruh.” Jawabnya sembari melirik bangkunya yang kini di duduki Shilla bersama Cakka.
Gabriel mengikuti arah pandang Alvin. Oh, benar. Shilla sekarang lebih memilih duduk bersama Cakka di bandingkan dengan Gabriel.
Ya. Sudah. Lah. Kalo. Shilla. Mau. Begitu.

Gabriel dengan pasrah duduk di kursinya.

“Lo, sama Shilla, lagi ada masalah, ya, Yel?” tanya Alvin.
Gabriel menoleh pada cowok bermata sipit itu. Gabriel mengangkat bahunya, “Mungkin..” jawabnya sekenanya.

Baiklah. Gabriel benar-benar tidak punya keberuntungan untuk bersama Shilla.
Pertama, antar jemput Shilla, kini sudah dilakukan oleh Cakka.
Kedua, perhatian dan tawa Shilla, kini sudah Shilla berikan hanya untuk Cakka.
Dan sekarang, untuk tempat duduk, Shilla juga lebih memilih duduk bersama Cakka.
Oke. Sekarang hanya tinggal Gabriel si ‘Pecinta Diam-diam’ yang masih enggan untuk mengungkapkan perasaannya, dan akhirnya di dahului oleh orang lain. Miris!

*

“Yel..”
Baru saja, Gabriel mau masuk ke dalam rumahnya. Tiba-tiba, tangannya di cekal seseorang.
Gabriel menoleh dengan malas.

“Ada apa, Yo?” tanya Gabriel kepada seorang cowok yang mencekal lengannya tadi. Rio.
“Shilla gimana, Yel?” tanya Rio, dengan mata yang berbinar.
Gabriel melengos, lalu menarik lengannya dari cekalan Rio. “Gue.. Gak mau bahas tentang dia lagi, Yo.” Jawabnya.
“APA?” Rio melebarkan pupil matanya. “Kok.. lo nyerah sih, Yel?” tanya Rio tak percaya.
“Bukannya gue, nyerah, Yo. Tapi.. gue rasa, semuanya bakal sia-sia.” Gabriel menghela nafasnya sebentar. “Shilla bener-bener udah jatuh dalam cinta Cakka. Dan rasanya.. susah buat gue dapetin dia dari Cakka.” Jelas Gabriel.
Rio mendesah pelan, “Gue tau gimana perasaan lo, bro. Tapi, cinta itu memang butuh perjuangan kan? Gue yakin, kok, Shilla bakal jadi milik lo.” Ucap Rio sembari menepuk pundak sahabatnya itu.
Gabriel menunduk sebentar, lalu mendongak lagi. “Thanks, Yo.” Ucapnya.
Rio tersenyum, “Take care, bro.”

*

Rio menatap layar handphonenya dengan nanar.
Ada rasa senang sekaligus kecewa dalam benaknya.

Senang? Ya. Rio senang karena Shilla barusan mengirimkan SMS padanya. Shilla bilang, Shilla meminta Rio untuk menemaninya ‘membeli sesuatu’ lusa ini. begitu saja senang?
Tentu saja. Sudah lama Rio dan Shilla tidak jalan-jalan berdua. Ingat, Ber-du-a. biasanya, pasti Gabriel juga ikut. Ah, Rio saja sampai lupa kapan terakhir kali ia jalan berdua dengan Shilla.

Tapi, Rio juga kecewa dan bersedih. Mengapa?
Ya, karena.. Shilla ‘membeli sesuatu’ itu untuk Cakka.
Apa? UNTUK CAKKA?
Iya, Untuk Cakka. Kata Shilla, hari minggu ini, tepat hari ke 21 atau 3minggu ia berpacaran dengan Cakka.
What the hell? Err~
hh.. Rio saja, rasanya susah bernafas saat mengucapkan atau mendengar nama itu.
Wah, ternyata sudah cukup lama Shilla dengan lelaki itu. Tapi, kenapa Shilla ingin memberikan sesuatu, ya? Biasanya, kebanyakan orang, merayakan hari jadian itu saat sebulannya. Bukan tiga-minggu-nya. Aneh.

“Shilla ada-ada aja deh.” Ucap Rio sembari geleng-geleng kepala. Matanya tetap menatap pada layar I-Phonenya itu.
“Kasih tau Gabriel gak ya?” tanyanya entah pada siapa saja yang ada di kamarnya.

*

Gabriel menelan salivanya susah payah. Setelah mendengar penjelasan Rio lewat telfon.

“... menurut lo, gue terima gak, ajakan Shilla?”

Mata Gabriel masih tertuju pada poster Robin Van Persie pemain Manchester United yang ia tempel di dinding kamarnya. Iya, matanya memang tertuju pada pemain tampan sekaligus bertalenta itu. Tapi tetap saja pikirannya kosong! Entah melayang kemana.

“… Woooiii!!!” Rio berteriak di seberang sambungan telfon. Karena merasa taka da jawaban dari Gabriel.

“GABRIEEEEELLL!!!” panggil Rio lagi. Kali ini lebih kencang dari sebelumnya.

“Yo. Kalau gue gak bisa dapetin Shilla, beliin gue tiket ke Manchester ya, Yo.”

GUBRAKKK!!!

**
TBC
**

duh makin aneh nih -_-
masa bodolah..
pokoknya DON’T BE SILENT READER! LEAVE A LIKE AND COMMENT! Okey? ;)

Thanks..
@murfinurh_

0 komentar:

Posting Komentar

 
PiscesLeo? Blogger Template by Ipietoon Blogger Template