Blogger Widgets

Jumat, 14 Maret 2014

Lucky!! #cerpen 3/4

Ini lanjutannyaaaaa!!! :D
Saya sangat minta maaf jika ada pihak yang tersinggung dan merasa dirugikan (?) karena cerita saya ini. Cerita ini aseli hanya fiktif belaka, semata-mata karena pikiran saya. Maaf saya buat Cakka disini jadi rada... you know lah yaa..
I’m sorry maaf punten :)


PART 3 of 4
.
.


Keesokan harinya..

Seperti biasa, Jum’at ini, bel pulang berbunyi lebih cepat daripada hari biasanya.
Maklum lah, setiap hari Jum’at, laki-laki yang beragama Islam di anjurkan lebih-tepatnya-di-wajibkan untuk mengikuti Sholat Jum’at. Jadi, yaaa sekolah bubar lebih cepat.

Gabriel sendiri, memilih berdiam diri di ruang OSIS sembari mengetik beberapa tugas yang harus di selesaikannya.
Gabriel tidak..? ya, jelas tidak. –you-know-lah-Gabriel-itu-non-Islam-.

Eh, tunggu! Sepertinya Gabriel melihat Shilla. Sendirian? Kok.. sendirian? Mana si Cakka?
Gabriel mengangkat bahunya tak acuh.
“Tau ah..” ucapnya masa bodo.
Ah, sudahlah.. Gabriel empet juga karena seharian ini melihat Shilla begitu mesra dengan Cakka dikelas.
Sumpaaah..

*

Gabriel melirik jam tangan sporty yang melingkar di pergelangan tangan kirinya.
Pukul 13.30.
Ia baru pulang hari ini. Dan sialnya, jalanan macet! Oh.. menjengkelkan!
Gabriel melirik kanan-kirinya. Mobil-mobil lain juga masih berusaha menyelip di antara mobil lainnya (seperti yang ia lakukan juga).
Namanya juga Jakarta. Bukan Jakarta kalo tidak macet seperti ini. Oh, macetnya Jekardaah..

Gabriel melihat sesuatu di antar mobil-mobil itu.
Bukan, Bukan! Ternyata mata Gabriel tertuju pada taman kota yang ada tak jauh dari tempatnya ini.

“Itu.. Cakka, kan?” Gabriel menyipitkan matanya agar bisa melihat lebih jelas.
“Iya, itu Cakka!” serunya sambil memukul setirnya. “Tapi kok dia, sama.. cewek? HAH?” Gabriel melotot kaget.
“Gak! Gak bisa dibiarin ini!”

Gabriel buru-buru mengemudikan mobilnya ke pinggir saat melihat ada tempat kosong. Ia menghentikan dan memarkir mobilnya disana.
Masa bodoh jika jalanan semakin macet karena ulahnya itu. Yang terpenting adalah, ia harus mendatangi Cakka!

“Liat aja, lo, Cakk! Gue bikin acar lo, nanti!”

*

TOK! TOK! TOK!
Gabriel mengetuk pintu depan rumah Shilla cukup keras.
Saking terburu-burunya, ia sampai lupa kalau sebenarnya rumah Shilla dilengkapi dengan bell. Bukankah memencet bell lebih mudah dibandingkan dengan mengetuk pintu sekeras mungkin seperti itu?

“Shillaaaaa!!!” teriak Gabriel tak henti-hentinya.

KREK!
Tiba-tiba, pintu terbuka. Dan kepala si mbok menyembul di balik pintu.

“Den Gabriel? Ada apa kemari?” tanya si mbok.
“Shilla ada, Mbok?” tanya Gabriel, to the point.
“Wah, non Shilla belum pulang, den. Tadi pak supirnya gak bisa jemput non Shilla. Jadi, si non mau pulang naik Taksi katanya.” Jelas si mbok panjang lebar.
Tanpa menunggu lama, Gabriel langsung berlari menuju motornya yang ia parkir di halaman depan rumah Shilla.

“Tin..Tin..”
Baru saja Gabriel akan memakai helmnya, terdengar suara klakson dari depan gerbang.
Gabriel melirik ke arah gerbang itu. Sebuah mobil berwarna biru yang tidak lain adalah sebuah Taksi, berhenti disana.
Merasa kelamaan menunggu pak Satpam membukakan pintu, akhirnya penumpang mobil itu keluar lebih dulu.
Gabriel yang sudah lebih dulu tau siapa penumpang taksi itu, buru-buru menghampirinya.

“Shilla..” Panggilnya.
Shilla sedikit terkejut dengan kedatangan Gabriel dirumahnya.
“Ada apa?” tanya Shilla. Sedingin mungkin.
Gabriel melengos mendengar nada bicara Shilla. “Ayo ikut gue!” titah Gabriel seraya menarik paksa pergelangan tangan Shilla.
“Ish, lepasin!” Shilla langsung menepis tangan kekar Gabriel dari pergelangan tangannya. “Ngapain sih, lo?”
“Gue mau buktiin sama lo, kalo Cakka itu bukan cowok yang baik.” Ucap Gabriel.
“Omong kosong! Berkali-kali lo bilang begitu sama gue. Tapi apa? Semua Cuma akal-akalan lo doang kan?” sahut Shilla seakan tak perduli.
Gabriel menggeleng. “Tapi gue serius, Shill! Gue lihat dengan mata kepala gue sendiri. Cakka selingkuh!”
“BOHONG!!” todong Shilla cepat. “Kamu jahat, Yel! Jahat! Kamu gak seneng ya, ngeliat aku seneng? Iya, hah? sahabat macam apa kamu? Kamu malah memperkeruh suasana. Kamu bikin aku... aku... ngerasa gak percaya lagi sama kamu, Yel.” Sambung Shilla, yang kini mulai bisa meredam emosinya.
Gabriel terdiam. Ingin sekali ia berkata ia. IYA, kalau dia gak senang melihat Shilla senang bersama orang lain! Tapi.. ia tidak bermaksud membuat persahabatan mereka hancur. Ia hanya ingin Shilla tidak merasakan rasa sakit yang sangat sakit jika melihat Cakka berselingkuh dengan mata kepalanya sendiri.
“Shill, aku Cuma...”
“Cuma apa?” potong Shilla cepat. “Udahlah, Yel. Aku capek! Dan kamu. Kamu gak usah urusin hidup aku lagi! gak usah ikut campur lagi!” ujar Shilla yang langsung membuat Gabriel tertohok.
Shilla menghela nafasnya. “Permisi!” tegas Shilla seraya mulai melangkahkan kakinya.
“Jangan salahkan aku, kalau itu beneran terjadi, Shill. Aku udah memperingatkan kamu. Walaupun, kamu gak mau dengerin.” Ucap Gabriel tanpa membalikkan tubuhnya untuk menatap Shilla.
Shilla sendiri menghentikan langkahnya sesaat. “Terserah..” jawabnya. Dan kembali melangkahkan kakinya.

Gabriel menghela nafasnya kembali.
Oke. Sahabatnya, sudah tidak mempercayai dirinya. Dan malah mempercayai kekasihnya, yang padahal belum lama ia kenal.
Gabriel sudah tidak berharga dalam hidup Shilla. Secara tidak langsung, Shilla menginginkan Gabriel untuk pergi jauh-jauh dari hidup gadis itu.
Okey. Gabriel akan melakukannya.
Kalau perlu, pindah sekolah pun Gabriel bersedia. Sayangnya, Gabriel tidak yakin dengan hal itu.

“Gue akan lakuin itu, Shill. Gue akan menjauhi lo. Dan gak akan mengusik lo kok. Tapi, lo harus tau, kalau semua yang gue omongin itu benar adanya, Shill.” Ucap Gabriel.

**

Gabriel memetik gitarnya. Lalu menuliskan angka-angka dan not balok pada sebuah kertas.
“Hanya...” ia kembali memetik gitarnya. Dan kembali menuliskan not angka serta not balok pada kertas tadi.
Ceritanya sih, dia sedang membuat sebuah lagu. Lagu apa? Lihat saja nanti.
Gabriel menggigit ujung pensilnya. Merasa kebingungan untuk kata-kata setelah ‘Hanya’ tadi.

“HOIII!!!”
“GILAK!!”
“HAHAHA...”
Gabriel sangat terkejut dengan kedatangan Rio yang tiba-tiba masuk ke kamarnya.
“Ngagetin aja lo! Kalo mau masuk, ketuk pintu dulu dong!” Sahut Gabriel.
“Hehe..” Rio nyengir garing. Dan langsung mengambil tempat di tempat tidur Gabriel.
Mata Rio tertuju pada sebuah kertas yang berada di meja belajar dihadapan Gabriel saat ini.
Rio buru-buru mengambil kertas itu, “Kertas apa nih, Yel?” tanyanya.
Gabriel membelalak saat matanya mendapati kertas itu berada di tangan Rio.
“Sini, balikin!” ujar Gabriel dengan mengambil alih paksa kertas itu.
“Ciee.. lagi bikin lagu, ya, Yel?” tanya Rio menggoda.
“Sok tau!” jawab Gabriel.
“Ciee.. buat Shilla, ya, Yel?” tanya Rio lagi.
“Diem deh, lo! Mau ngapain lo kesini?” tanya Gabriel gak nyantai banget.
“Santai dong, Yel. Gue Cuma mau ngingetin lo doang.” Jawab Rio.
“Ngingetin apa?”
Rio menunjuk sesuatu menggunakan dagunya.
Mata Gabriel mengikuti arah yang ditunjuk oleh Rio tadi.
Kalender?
Gabriel terdiam sebentar. Oh. Iya. Gabriel ingat.
Hari ini hari Sabtu. Malam minggu lebih tepatnya. Dan Rio, cowok itu mau jalan ber-du-a sama Shilla.
“Kenapa Shilla milih perginya malem sih, Yo?” tanya Gabriel yang sudah mengerti dengan maksud Rio.
“Ya, mana gue tau. Mungkin, Shilla pengen malem mingguan sama gue. Hehehe..” jawab Rio yang langsung mendapat toyoran gratis dari Gabriel.
“Aduh. Tenang aja, Yel, gue gak bakal nikung lo, kok.” Ucap Rio.
“Awas aja kalo lo bohong.” Balas Gabriel.
“Iyalah. Lagian, gue udah punya pacar baru tauk!” jawab Rio menyombongkan diri.
“Preett!” respons Gabriel.
“Pratt preet pratt preet lo! Gue serius.” Bela Rio.
“Lha, paling-paling sama cewek jelek. Soalnya kan lo jelek. Jadi, gak mungkin ada cewek cakep yang mau sama lo.” Gabriel memeletkan lidahnya.
“Sial! Gue ganteng begini dibilang jelek. Ada juga elo yang jelek. Buktinya, lo gak pernah punya pacar kan?”
GLEKK!! Benar juga kata Rio.
“Ah, udah lah. BTW, katanya seharian ini lo ngejauh dari Shilla, ya? Dan gak perduli apapun yang terjadi sama Shilla seharian ini di sekolah?”
Gabriel mengerutkan alisnya. Darimana Rio bisa tau hal itu?
“Sekalipun... Shilla masuk UKS pas mimisan tadi siang?” sambung Rio kembali.
“Dari mana lo tau, Yo?” tanya Gabriel.
Rio tersenyum lebar. “Gue kan punya sumber Informasi terpercaya.” Jawabnya.
Gabriel menggeleng pelan. Tak mengerti dengan sifat sahabatnya yang satu ini. Susah di tebak.
“Udah ah, gue mau cabut dulu. Gue kan mau jalan-jalan BER-DU-A sama Shilla.” Ucap Rio dengan menekankan beberapa kata.
“Terserah lo lah.” Tanggap Gabriel dengan malas.
Rio tertawa pelan seraya beranjak dari duduknya.
“Eh, Yel, kok gue ngerasa malam ini akan terjadi sesuatu hal yang tak terduga, ya?” sahut Rio sebelum keluar dari kamar Gabriel.
“Ngomong pake bahasa apa sih, lo?”
“Hehe.. Cuma firasat, sih.” Kok jawaban Rio gak nyambung sih?

**

“Duh, Yo, gue bingung nih mau beli hadiah apa.” Ucap Shilla.
Shilla dan Rio sudah berkali-kali memutar-mutar mall ini. Tapi, Shilla belum juga merasa ada yang cocok untuk ia beli.
Sebenarnya, Rio ingin memberikan saran untuk hadiah yang akan Shilla berikan pada Cakka.
Rio ingin bilang, ‘Shill, ke toko mainan aja, yuk! Disana kana da pistol-pistolan tuh. Beliin itu aja buat Cakka. Sebenernya sih, gue pengennya beliin pistol beneran buat Cakka.’ Tapi, niatnya untuk bicara seperti itu buru-buru ia urungkan.
Tapi beneran deh, Rio pengen beli pistol di toko mainan itu. Biarpun Cuma pistol mainan, tapi kan lumayan, ada pelurunya. Ya walaupun pelurunya juga, peluru mainan, tapi kan kalau terkena tubuh sakit juga.
Tapi, Rio sih pengennya pistol beneran aja sekalian. Biar si Cakka tertembak dan rubuh seketika. Kalau bisa sih, ia pengen beli Dynamite aja sekalian. Biar hancur lebur seketika. Hihihi..
Jahat banget.

“Yang menurut lo cocok aja buat si Cakka, Shill.” Ujar Rio. “Yang cocok seperti pistol atau granat misalnya.” Sambung Rio dalam hati.
“Iya. Tapi gue gak tau apaan.” Jawab Shilla.
Shilla menghentikan langkahnya, tepat didepan sebuah toko peralatan Olahraga.
Matanya tiba-tiba berbinar saat melihat sebuah benda yang ada di dalam toko itu.

“Gue tau, gue mau beliin Cakka apa.” Ucap Shilla pada Rio.
Rio tidak begitu penasaran dengan apa yang Shilla maksud, tapi.. “Beli apa?” tanyanya.
“Ayo ikut!” ujar Shilla seraya menarik pergelangan tangan Rio, dan menuntunnya untuk masuk ke dalam Toko itu.

**

Rio terus mengumpat hingga kini ia dan Shilla sudah berada di depan kasir.
Rio mengumpat sendiri karena Shilla memberikan sebuah benda yang tak pernah gadis itu berikan kepadanya atau kepada Gabriel sekalipun.
Benda bulat berwarna Orange itu kini sudah diberikan pada Shilla oleh mbak-mbak kasir. Dan benda itu sudah menjadi milik Shilla. Saat ini.
“Cakka pasti suka bola ini. Dia kan suka banget main basket.” Ucap Shilla seraya berjalan keluar dari Toko itu.
“Gue sama Gabriel juga suka banget main basket, Shill.” Sahut Rio. Menyindir sih sebenarnya.
Iri? Iya! Jujur saja Rio iri. Seumur-umur, Shilla belum pernah membelikan bola Basket padanya ataupun Gabriel. Padahal kan, gadis it utu sendiri kalau kedua sahabatanya menyukai olahraga itu.
Entah Shilla tak mendengar ucapan Rio atau bagaimana, gadis itu malah terus memperhatikan kantung plastic yang berisi benda-bulat-orange itu.
“Oh, ya, Shill, kita mau kemana lagi, nih?” tanya Rio.
“Gimana kalau.. main di TimeZone?” ujar Shilla.
Rio berfikir sejenak. “Enggak deh, enggak. Mending kita ke café aja. Gue laper, nih.” Jawab Rio.
“Yaudah.” Balas Shilla.
Meraka berdua pun berjalan menuju sebuah café yang berada tak jauh dari tempat mereka berdiri.

Sesampainya di café tersebut, Shilla dan Rio sama-sama mencari tempat yang nyaman.
“Disana aja, Yo.” Shilla menunjuk sebuah meja yang berada dekat dengan jendela.
Rio sih ngikut-ikut saja. Yang penting makan!

Rio yang lebih dulu duduk di salah satu kursi di meja itu.
Shilla tiba-tiba menghentikan langkahnya sebelum sampai di meja tujuannya tadi.

“Cak-ka..” Ucapnya tertahan.
Alis Rio naik sebelah. Sejurus kemudian, ia mengikuti arah pandang Shilla.

“Cakka..” Shilla mengulang ucapannya kembali.
Rio sendiri sudah mengepal tangannya kuat-kuat.
“Kurang ajar!” umpatnya.
Rio kembali menoleh pada Shilla. Tubuh gadis itu kini terlihat bergetar. Tangannya masih memeluk erat benda orange didalam kantungnya.
Shilla merasakan perih pada matanya saat melihat Cakka, sang Ke-ka-sih, kini sedang duduk manis bersama seorang wanita. Mereka terlihat sangat akrab dan... mesra.

“Gue harus kasih dia pelajaran!” Rio bangkit berdiri dari duduknya.

Shilla tetap berdiri pada posisinya. Pipinya kini sudah basah dengan air matanya yang entah sejak kapan sudah keluar. Ia tak peduli dengan ucapan Rio barusan.

**

Gabriel merapatkan topinya. Menyembunyikan wajahnya dari sekitar.
Lalu, ia berjalan ke sebuah meja yang tidak jauh dari meja tujuan kedua sahabatnya. Shilla dan Rio.
Ya. Sebenarnya, sejak tadi Gabriel mengikuti Shilla dan Rio selama di mall ini.
Rencananya untuk menjauhi Shilla ternyata tidak dapat ia lakukan. ia tidak bisa melakukan itu. Tidak.
Oh ya, Ia juga tahu kalau Shilla membelikan sebuah bola basket untuk ‘kekasihnya’ itu. Sama seperti Rio. Ia juga merasa kesal.
Oh ya, jangan tanya mengapa Gabriel menggunakan topi untuk menutupi wajahnya. Dia kan lagi nguntil (?) hehehe..

“Cakka..”
“Kurang ajar!”
Gabriel menoleh cepat saat mendengar suara Shilla yang diikuti oleh Rio terdengar olehnya.
Gabriel mengikuti arah pandang Shilla dan Rio.
“Sh*t!!” umpat Gabriel.

Gabriel melihat Rio mengepal tangannya kuat-kuat. Lalu, sahabatnya itu berjalan menghampiri meja ‘sepasang kekasih’ yang berada tak jauh dari meja mereka.

“Gue harus bantu Rio!” Tegas Gabriel. Dan pemuda itupun ikut bangkit dari tempatnya.

**

BRAKK!!
“Heh! Apa-apaan lo, Cakk?!” Rio menggebrak meja Cakka. Cakka langsung beringsut karena kaget.
“Ngapain lo disini?” tanya Cakka sengit. Tangannya masih menggenggam kuat tangan kekasihnya. Oh mungkin.. ‘selingkuhannya’.

Rio langsung menarik kerah baju Cakka. Dan mencengkramnya dengan kuat.
“Harusnya gue yang tanya itu sama lo! NGAPAIN LO DISINI, HAH? SELINGKUH? IYA? Biad*b!!” BUG!! Rio langsung melayangkan tinjunya tepat ke wajah Cakka.
“Apaan sih lo, Yo? dateng-dateng langsung nonjok gue begini! Segala nuduh gue selingkuh! Selingkuh apa? Orang sinting memang lo!” balas Cakka.
Wadezig!!!
Cakka merasakan wajahnya sakit kembali. Ia ditonjok kembali oleh... bukan! Bukan Rio yang menonjoknya.
“Apa lo bilang? Rio nuduh lo selingkuh? Nuduh? Iya, hah?! ini namanya bukan nuduh! Tapi fakta!”
Cakka memicingkan matanya. Lalu tersenyum remeh. “Tuan Gabriel juga ada disini ternyata. Lo berdua mau nyerang gue abis-abisan?”
“Nyerang?” Sahut Rio. Sebenarnya tadi ia sempat kaget dengan kedatangan Gabriel yang tiba-tiba seperti itu. Tapi sudahlah. “Kita bukan tipe orang yang suka tawuran, bro!” sambungnya.
“HAHA bisa ngelawak juga lo ternyata.” Sahut Cakka yang membuat mata Rio membulat.
“Ah, banyak cingcong lo berdua!” BUG!!! Gabriel kembali menonjok Cakka. Acara pun dimulai kembali setelah iklan cingcong tadi.
“LO udah ngehianatin sahabat gue! Lo udah bikin dia sakit hati!” BUG!! Rio ikut menonjok Cakka dengan keras.
“LO...!” Gabriel menunjuk wajah Cakka dengan penuh amarah.

BUG!!!

“Aww!!”
“SHILLA!!!”

Ups! Gabriel… salah sasaran!

Shilla memegangi pipinya yang –tidak sengaja- ditonjok Gabriel. Usahanya untuk ‘membela Cakka’ ternyata hanya membuat dirinya terluka.
“Berhenti, Yel, Yo!” ucap Shilla dengan tegas. Tangannya masih memegangi pipinya yang terasa memar.
“Shill, Ma..” Shilla langsung menepis kasar tangan Gabriel yang sudah terulur untuk memegang pipinya.
Shilla menatap tajam pada Gabriel, lalu berbalik pada Cakka. Ia tersenyum dengan penuh paksa pada pemuda itu.

“Puas lo, Kka? PUAS, HAH? Jadi, semua yang temen gue omongin itu bener? Lo Cuma mau mainin gue doang? IYA?” Kata Shilla penuh penekanan.
Cakka terdiam.
“JAWAB, KKA! JAWAB!” Shilla mendorong kasar tubuh Cakka.
Shilla terisak pelan. “Kita putus! Gue benci sama lo. BENCI!!!” Shilla langsung membalikkan tubuhnya. dan berjalan cepat meninggalkan tempat itu, yang kini ramai karena mereka.

Gabriel menatap Cakka penuh amarah. Lalu berbalik kea rah cewek tadi –yang kini hanya berdiri tak jauh dari mereka- yang baru ia sadari bahwa itu adalah Dea, kakak kelasnya.
Gabriel tak ingin lama-lama berada disini. Ia langsung mengambil langkah keluar dari tempat ini.

“Gue masih belum puas, Cakk.” sahut Rio tiba-tiba. Matanya menatap tajam setajam elang, pada Cakka.

BUG!!!
Dan satu tonjokkan melayang kembali ke wajah tampan Cakka.

**
TBC
**

Thanks buat yang udah mau baca :)
DON'T BE SILENT READER! PLEASE, LEAVE A COMMENT AND LIKE!
tengkyuuu {}

@murfinurh_

0 komentar:

Posting Komentar

 
PiscesLeo? Blogger Template by Ipietoon Blogger Template