Blogger Widgets

Sabtu, 02 November 2013

Aku, Kamu, dan Hujan.. #Chapter 10

#Chapter 10

.
.

Rio telah sampai di depan rumah Shilla. Tapi, sepertinya ada yang aneh.
Gerbang rumahnya menjulang tinggi tetapi tidak tertutup rapat. Tunggu, tidak tertutup rapat?
Rio menggerak-gerakkan kepalanya, ke kanan, kiri, maupun depan. Mencoba melihat ke dalam.
“Tumben pintu gerbangnya terbuka sedikit. Kayaknya ada yang baru masuk, nih. Siapa, ya? Kok gak di tutup lagi?” cerocos Rio bertanya-tanya.

Rio mengangkat bahu tanda tak tahu setelah menyerah untuk melongok-longok melihat ke dalam.
Kali ini Rio memilih menunggu di mobil saja.
Rio menyenderkan tubuhnya di jok mobil. Sebenarnya, Rio bisa saja meminta pak satpam untuk membukakan gerbang lalu masuk ke dalam rumah Shilla (tentunya dengan izin dari satpam dan pembantu di rumah Shilla).
Rio mengambil handphonenya yang tergeletak di dashboard mobilnya.
Tangannya dengan lihai menari-nari diatas keypad BlackBerry nya.
Dan dia mulai sibuk sendiri dengan menenggelamkan diri di dunia maya.


Tin.. tin..
Rio sontak terlonjak kaget saat mendengar suara klakson –mobil sepertinya-, yang menganggu aktivitasnya.
Rio melirik ke sebelah kanannya –lebih tepatnya, rumah Shilla. Sebuah mobil hitam mengkilat yang tak kalah keren dengan miliknya, keluar dari pintu gerbang rumah Shilla.
Rio menyipitkan matanya. Sepertinya, ia mengenali mobil hitam itu.

“Woi! Minggir dong! Gue mau keluar nih!” lamunan Rio terbuyar. Dan benar saja! Ia tahu pemilik mobil itu. Dan dia juga sudah melihat orang yang menyembulkan kepalanya di balik kaca mobil itu. Gabriel. Ya. Gabriel.

“Ngapain dia disini juga?” gumam Rio bertanya, yang hanya di jawab angina pagi.

Gabriel sendiri, tengah tersenyum di dalam mobilnya.

Rio menjalankan mobilnya, dan menggeser sedikit seperti yang Gabriel suruh tadi.
Gabriel pun langsung keluar dari pintu gerbang dengan mobil mewahnya itu.

Rio beranjak keluar dari dalam mobilnya. dan ternyata, Gabriel juga begitu.
“Ngapain lo, disini?” tanya Rio.
“Harusnya gue yang tanya itu. Ngapain lo, disini?” sahut Gabriel.
Rio melengos. “Gue mau anter Shilla ke kampus.” Jawab Rio mantab.

“Ha?” Gabriel terlihat terkejut. “Kayaknya, lo telat deh, Yo. Gue yang datang duluan, jadi gue yang bakal anter Shilla.” Tegasnya.
“Oh, kalo gue telat, lo kenapa udah keluar sebelum Shilla masuk mobil lo? Maksudnya.. um, Shilla masih bisa milih kan buat berangkat bareng siapa.” Sahut Rio.
Gabriel tersenyum meremehkan, “Shilla jelas lebih pilih gue!”
“Oh, ya?”
Gabriel memperhatikan Rio dari bawah ke atas, lalu dari atas ke bawah, “Penampilan lo… cukup oke. Tapi.. lo itu bukan apa-apa di bandingkan gue!” tukas Gabriel.
Tajam. Ya. Tajam. Sampai menusuk ulu hati Rio. Sakit woi!
“Sebaiknya, lo jauhin Shilla deh..” tambah Gabriel.
Rio menyeringai, “Jangan mimpi, Yel. Shilla sekarang bukan milik lo lagi ‘kan? Itu artinya, siapapun berhak buat deketin dia!” tegas Rio cukup keras.
“Lagi pula.. lo kan calon tunangannya Ify, kan? Ngapain lo masih berharap sama Shilla?” sambung Rio dengan mantap.

Gabriel meringis. “Udahlah, intinya, lo harus jauhin Shilla!”
“Untuk apa?” sahut Rio cepat. “Gue berhak berteman sama Shilla!” belanya.
“Cih! Gak mungkin! Ujung-ujungnya, lo pasti suka kan sama Shilla?” sahut Gabriel.

Iya! Gue suka sama Shilla! Dan gue sayang sama dia!, jawab Rio. Dalam hatinya.
“Apapun jadinya nanti, biar waktu yang menjawab. Lagipula, itu hak gue kan?” jawab Rio.
Alis Gabriel saling bertautan, menatap Rio.

“Lebih baik, lo konsisten, Yel. Lo harus pikirkan semuanya baik-baik.”
“Lo udah putusin hubungan lo sama Shilla, dan bikin hati gadis itu sakit. Sekarang, lo pengen Shilla kembali ke pelukan lo, sedangkan  ‘Lo punya tanggung jawab pada Ify, yang sekarang adalah pacar sekaligus calon tunangan lo’.” Lanjut Rio dengan penekanan di akhir kalimat.
“Jangan kasih mereka harapan yang gak pasti. Gue harap.. lo jangan mainin hati mereka berdua. Ingat, mereka itu cewek. Dan cowok sejati gak mungkin tega nyakitin cewek.” Ujar Rio.
Detik berikutnya, Rio berbalik untuk kembali masuk ke mobilnya.

Gabriel sendiri, masih berdiri mematung di tempatnya.
Gabriel membatin sendiri, Omongan bocah itu ada benarnya juga, sih. Tapi..

“Tapi, jangan lo pikir gue bakal tinggal diem. Gue bakal pertahanin perasaan gue buat Shilla. Gue balik. Tolong antar Shilla dengan selamat.” Ujar Rio yang kini telah masuk ke mobilnya.

Rio langsung melajukan mobilnya, dan membatalkan rencana mengantar Shilla.

Shilla. Yang kini telah siap untuk berangkat, bingung karena melihat Gabriel yang tengah berdiri memandang ke jalanan komplek yang kosong.

Kok, Gabriel sih?, batinnya.

“Yel..” panggil Shilla.
“Eh?” Gabriel berbalik dan mendapati Shilla yang telah berdiri kikuk di hadapannya.
Shilla mengerutkan keningnya, “Ng.. ngapain lo disini?” tanyanya hati-hati.
“Gue mau jemput lo. Yuk, berangkat.” Ujar Gabriel seraya menarik pergelangan tangan Shilla.
“Eeeh.. tunggu!” cegah Shilla.
Gabriel menaikan sebelah alisnya. “Kenapa?” tanyanya.
Shilla menggigit bibir bawahnya, “Um.. Gue.. udah janji mau berangkat sama Rio.” Jawab Shilla.
Gabriel mengangguk-ngangguk mengerti., “Dia gak bisa datang, Shill.” Ucap Gabriel.
Shilla mengrenyit lagi. “dari.. dari mana lo tau?”
“Udahlah.. ayo cepet berangkat!” titah Gabriel seraya membukakan pintu bagian penumpang untuk Shilla.
Shilla melirik jaket di tangannya. Jaket Rio.
Kemana cowok tengil itu? Ish!, batin Shilla.
Lagi-lagi Shilla dibuat kecewa oleh Rio. Lagi!
“Ayo, Shill..” ujar Gabriel.
“Eh, iya.”

*

Rio melajukan mobilnya dengan santai. Namun ia tak begitu konsentrasi.
Pikirannya saat ini hanya dipenuhi oleh Shilla. Shilla. S
hilla. Dan Shilla.

“Sial!” umpatnya sambil memukul setir mobil. “Gabriel. Beraninya ngerendahin gue!”

Rio menggertakan giginya, sehingga terdengar decitan yang ‘ngilu’.
“Gue harus tembak Shilla secepatnya. Dan buktiin sama Gerbol, eh apa, ya? Gabriel ding, kalo gue bisa dapetin Shilla.” Ocehnya. “Dan gue yakin kok, Shilla pasti mau dan bisa jadi milik gue! Gue yakin!”

JDEEERRRR!!!

Rio merasakan jantungnya berdebar dengan kencang. Dia mengelus-elus dadanya. Lalu melihat ke kaca mobilnya.
“Petir.” Cicitnya.

Rio berpikir sejenak. “Ah! Kenapa langsung ada petir pas gue bilang ‘yakin’ ya? Mungkin Tuhan menghendaki gue sama Shilla. Hihi..” ucapnya.
Setelah itu, hujan pun turun.
Hhh.. masih pagi begini hujan sudah turun.

“Aha!” Rio menjentikan jarinya. “gue tau, gue harus lakuin sesuatu!” ucapnya. Lalu memutar mobilnya kembali kea rah rumah Shilla.

*

Shilla melirik ke arah kiri. Lebih tepatnya, kaca mobil Gabriel.
Gadis itu mendesah pelan. Jenuh juga berada semobil dengan Gabriel.
Entah kenapa, cowok itu sejak tadi hanya diam seribu bahasa.
Shilla jadi keki sendiri; kenapa cowok itu?
Coba sekarang sedang turun hujan. Membuat Shilla semakin merasa bosan.
Ah! Hujan.. ia jadi teringat kejadian, umm.. sekitar lima hari yang lalu.
Hihi.. Shilla jadi geli sendiri dan tertawa kecil mengingatnya.

Gabriel tiba-tiba menoleh saat mendengar Shilla yang cekikikan seperti itu.
Mungkin, pemuda itu bisa saja menganggap gadis di sebelahnya ini sudah tidak waras.
Shilla sendiri juga menoleh menatap Gabriel, “Eh..” ucap Shilla. Lalu ia tersenyum garing pada Gabriel.

Shilla pikir, Gabriel akan mengatakan sesuatu seperti, ‘kenapa lo?’ atau ‘udah gila, ya, ketawa-ketiwi sendiri’, atau yang lainnya. Eh, ternyata cowok itu malah langsung memalingkan wajahnya kembali ke jalanan.
Shilla mendengus sebal. Tau gitu, gak usah deh, pake senyum segala sama dia!, batinnya menggerutu.
Hh.. benar saja. Boro-boro buat berkata seperti yang disebutkan tadi. Membalas senyum Shilla saja tidak. (tolong dicatat)
ohh.. jangankan untuk tersenyum, menatap Shilla saja dengan wajah yang datar. Sekali lagi. Datar. Tanpa ekspresi. (catat lagi juga boleh)
Ada apa sih dengan makhluk itu?

Shilla kembali menyibukkan dirinya, memandangi hujan yang mulai turun dengan deras.
Rintik hujan itu, kini bagaikan pengiring diantara kebisuan yang terjadi di dalam mobil Gabriel.

“Coba aja kalo Rio yang anterin gue..” ucapnya. Sedetik kemudian, dia menutup mulutnya rapat-rapat.
Untung Gabriel tidak mendengar ucapannya itu. Hujan cukup membantu juga ternyata.

Aduh, dasar!, dia merutuki dirinya sendiri. Kenapa gue jadi kepikiran Rio mulu, nih?, batinnya.

*

Gabriel menghentikan mobilnya di parkiran sekolah.
Sekarang mereka telah sampai.

“Duh..” Shilla menatap keluar jendela. Lalu melirik Gabriel yang kini tengah membuka seatbeltnya.

“Yel, bawa payung, gak?” tanya Shilla.
Reflex Gabriel menepuk keningnya, “Duh, mampus! Gue lupa.” Jawabnya.
“Yaaahh..” respon Shilla kecewa.

Bukan apa-apa, masalahnya, jarak dari tempat parkir ini menuju kelasnya cukup jauh. Ya, gak jauh-jauh amat sih. Tapi tetep aja bisa kena hujan!

Tiba-tiba, kaca spion Gabriel menangkap seorang gadis yang tengah berjalan dengan memakai sebuah payung berwarna hijau tosca, untuk melindungi tubuhnya dari hujan.
Gabriel tersenyum lebar, lalu melirik pada Shilla.
“Shill, ada Ify tuh. Dia bawa payung. Lo bareng aja sama Ify.” Ujar Gabriel.
“lho, elo gimana, Yel?” tanya Shilla.
Gabriel menggeleng pelan, “Udah, gue sih, gampang. Tenang aja.” Jawabnya meyakinkan.

Gabriel menurunkan kaca mobilnya, dan menyembulkan kepalanya keluar.
“Fy..” panggilnya pada seorang gadis yang kini berjalan tak jauh dari mobilnya.
Gadis itu melirik kesana-sini. Mungkin bingung; siapa yang memanggil?

“Disini..” sahut Shilla yang ikut memanggil Ify.

Ify berjalan mendekat kea rah mobil Gabriel.
Dia tampak tersenyum kikuk setelah sampai di dekat mobil itu.
“Ada apa?” tanyanya. Ify sengaja mengambil tempat di sebelah Shilla. Rasanya ia belum terlalu berani dekat dengan Gabriel disaat ada Shilla juga disana.

“Shilla bareng kamu, ya, ke kelasnya. Aku lupa gak bawa payung.” Ucap Gabriel.
Shilla menelan ludahnya susah payah saat mendengar ucapan Gabriel.

Tunggu. Tadi Gabriel memanggil Ify apa? ‘Aku Kamu’?
Lalu dia memanggil Shilla apa? ‘Gue Elo?’?
Oh.. sudahlah Shilla. Mereka kan Pacaran.
APA? Pacaran??
Eh, ada apa ini? Bukankah Shilla sudah mengikhlaskan Gabriel bersama Ify? Tapi mengapa ia merasa sakit saat mengingat kalau Gabriel dan Ify kini menjadi sepasang ‘kekasih’? MENGAPAAAA??

“Shill.. Shilla..” Ify dan Gabriel memanggil ke sekian kalinya. Tapi Shilla masih diam dengan pikiran kacaunya itu.
“Shillaa..” panggil Ify lebih kencang. Mungkin suara hujan juga mempengaruhi pendengaran Shilla saat ini.
“Eh, iya, Fy.” Sahut Shilla setelah akhirnya sadar dari lamunannya.
Dilihatnya, ternyata pintu mobilnya sudah terbuka. Siapa yang membukanyaaa??!!

“Ayo, Shill. Nanti kita telat.” Ujar Ify.
“Eh, iya. Sori.” Sahut Shilla sembari keluar dari mobil Gabriel. Tak lupa, ia membawa jaket di genggamannya.

“Yuk..” ujar Shilla pada Ify.
“Kita duluan, ya.” Ucap Shilla pada Gabriel.
“Duluan, Yel.” Sahut Ify juga.
Gabriel hanya mengangguk dan tersenyum. lalu lelaki itu terdengar menutup pintu mobilnya.

“Duh, Fy, kenapa gue bisa lupa bawa payung, ya? Padahal sekarang ‘kan lagi musim hujan.” Ucap Shilla.
Ify tersenyum. “Bukannya lo emang jarang banget bawa payung, ya, Shill? Lo ‘kan lebih suka hujan-hujanan daripada harus berlindung di bawah payung.” Jawab Ify diiringi tawanya dan tawa Shilla.
“iya, juga, sih. Haha..”

Belum jauh Shilla dan Ify melangkahkan kaki mereka, tiba-tiba ada yang menghadang mereka dengan menarik pergelangan tangan Shilla.

“ADUUUHH!!” pekik Shilla.

*

Gabriel meletakkan tangannya diatas stir. Lalu meletakkan kepalanya diantara tangannya itu.
Sebenarnya, tadi Gabriel berbohong! Iya. Dia berbohong kalau dia tidak membawa payung.
Padahal, dia membawa payung yang ia simpan di belakang.
Hanya saja, ia malas untuk mengambilnya. Bukan! Bukannya tidak mau memberikan payung itu pada Shilla. Tapi, ia malas untuk ke belakang dan mengambil payung itu.
Ia masih kacau dengan pikirinnya sendiri.

sedari tadi, Gabriel memang terus memikirkan perasaannya sendiri.
Ia tau, sejak berangkat sampai sekarang sudah sampai di kampus itu waktu yang cukup lama untuk mempertimbangkan perasaan dilemanya. Tapi tetap saja, perasaan hati itu butuh waktu yang lama kan, untuk memastikan antar satu dan lainnya.
Seperti Gabriel yang tengah bingung antara memilih satu gadis dengan gadis lain.

Gabriel terus terngiang-ngiang akan ucapan Rio tadi pagi.
Sekarang, lo pengen Shilla kembali ke pelukan lo, sedangkan  ‘Lo punya tanggung jawab pada Ify, yang sekarang adalah pacar sekaligus calon tunangan lo’.

“Arrrgghh!!!” Gabriel mengerang sembari mengacak rambutnya frustasi.

“Gue harus gimanaaa!!” teriaknya.
Iya! Dia harus bagaimana?!
Disisi lain, ia masih mencintai Shilla. Tapi, disisi lainnya, ia juga –jujur saja- mencintai Ify, dan Ify adalah calon tunangannya.
Gabriel harus bagaima—

“ADUUUHH!!”

Gabriel buru-buru keluar dari mobilnya saat mendengar teriakan itu.
Ia tau jelas, itu suara Shilla!

“Shill—la.” Gabriel melongo parah saat melihat Shilla ditarik seseorang. Dia…

*

“RIO! NGAPAIN SIH, LO!” Shilla menjerit kaget saat melihat orang yang menarik tangannya tadi.
Hah? RIO?
Oh, ternyata tadi Rio bukan memutar untuk ke rumah Shilla. Tapi, ke kampus Shilla.

Tidak jauh berbeda dengan Gabriel, Ify pun melongo melihat tingkah Rio –si pemuda itu.

Rio tersenyum lebar sambil menatap Shilla.
Tadi, Rio tiba-tiba saja menarik Shilla dan langsung membawa Shilla ke dalam rengkuhannya, ia juga sedang memakai payung.
Tunggu, apa? Shilla didalam rengkuhan pemuda itu?

“EH!!” Shilla langsung menghindar dari pelukan Rio yang tiba-tiba itu.
Ah, sepertinya Rio juga tidak sadar dengan apa yang dilakukannya.

“Sori, Shill. Reflex.”alibinya.
Shilla hanya mendelik sebal. Sedangkan Ify sudah geleng-geleng kepala melihat tingkah mereka.

“Apaan, sih, lo? Main tarik-tarik gitu segala?!” tanya Shilla sedikit sewot.
Rio nyengir, “Enggak. Cuma pengen surprize aja.” Jawabnya.
Surprize?”
“Ya, lagian ‘kan kasian, um..” Rio melirik Ify sebentar, nampak mengingat-ingat. Lalu mengangguk-ngangguk aneh. “kan kasian kalo Ify sepayung berdua sama lo. Badan lo kan mbul (dibaca:berisi), ntar Ify gak kebagian payung gara-gara tubuh lo kebagian banyak.”
“IIIHHH Riooo!!!!” Shilla langsung mencubit pinggang Rio dan memutar cubitannya. Membuat cowok itu merintih kesakitan.
“Aduh.. aduuh.. sakit, Shill.” Rengeknya.
“Rasain tuh!”
Ify semakin geleng-geleng kepala dan tersenyum sendiri melihat tingkah dua makhluk itu.

“Udah, ayok! Bareng gue aja.” Rio langsung merangkul Shilla.
“Ah elo, gue kan lagi ngambek sama lo!” sahut Shilla dengan wajah yang dibuat sejengkel mungkin.
“Lha, kok ngambek?” tanya Rio merasa bersalah.
“Abisnya, lo PHP mulu!” sahut Shilla.
“Yaudah deh, Maaf. Sebagai gantinya, ayo gue anter.” Jawab Rio dengan menaik-turunkan alisnya.
“Haha, iyadeh!” jawab Shilla pasrah.
“Yaudah, Fy, kita duluan, ya.” Ucap Rio.
Ify tersenyum dan mengangguk.
“Maaf, ya, Fy, gue duluan. Cowok rese lagi seneng banget deh pengen ngeselin gue, mulu.” Cerocos Shilla.
“Iya-iyaaa..” jawab Ify sambil tertawa geli saat melihat Rio yang menjitak Shilla karena ucapan Shilla tadi.

“Adaaww!! Sakit, RIO!!” pekik Shilla.
“Biarin. Wlee..” jawab Rio dengan menjulurkan lidahnya.
Shilla sendiri langsung membalas dengan memeletkan lidahnya juga.
Rio langsung menjawil hidung Shilla. Membuat gadis itu meringis susah bernafas, dan menimbulkan warna merah di hidungnya itu.
“Cowok rese!”
“Cewek gila!”
Pasangan aneh!

Tak jauh dari situ, Gabriel masih memperhatikan mereka.
Tiba-tiba, Ify menoleh ke belakang dan melihat Gabriel sedang berdiri di samping mobil Gabriel dengan memakai payung.
Mata Ify membulat tapi dengan senyum bingungnya menatap payung itu.
Oh tidak! Sepertinya Gabriel sudah kepergok berbohong!

Tak lama kemudian, Gabriel mengembangkan senyumnya.

“Kayaknya, gue udah temukan jawabannya.” Ucapnya dengan tersenyum misterius.


*

Bersambung...

*

follow me on twitter : @murfinurh_

0 komentar:

Posting Komentar

 
PiscesLeo? Blogger Template by Ipietoon Blogger Template