Blogger Widgets

Jumat, 26 Juli 2013

Best Friend! #cerpen

Cerpen by : Murfi Nurhasanah
follow : @murfinurh_

maaf gaje, kurang nge-fell dan apalah sebagainya. saya masih amatiran, jadi mohon dimaklum :):D



.
.


Perkenalkan namaku SHILLA, aku mempunyai Sahabat yang sangaaaat ku sayangi. Dia bernama SIVIA. Aku dan Sivia sudah berteman sejak kami masih bayi, mungkin saat kami masih didalam perut. Dia adalah sahabat yang paling mengerti, dan selalu ada untukku. Begitupun aku untuknya. Seperti biasa, setiap sore aku dan Sivia selalu bersepeda bersama untuk meninkmati sunset yang indah. Aku selalu memboncengnya saat bersepeda, karena Sivia tidak bisa bersepeda, kakinya pasti sakit jika dipakai untuk mengayuh pedal sepeda. Sejak kecil, Via di vonis terkena penyakit Kaki, aku tidak begitu mengetahui nama penyakitnya, yang jelas itu sulit dihafal (sebenernya emang penulisnya gak tau:D).

“Shilla… ini sungguh mengasyikkan..” teriak Sivia
“sebaiknya kau berpegangan Vi” saranku, dan…

Wussshhh…

“aaaa… Shilla, kau sungguh hebat haha..”
Aku sering melakukannya saat bersepeda, melakukan sedikit gerakan yang mungkin bisa dibilang berbahaya.
“eh Shill liat deh itu!” seru Sivia Aku langsung menghentikan sepedaku, dan melihat kearah yang ditunjukkan Sivia.
“aaa… Ganteng sekali..” Ucapnya kagum. Aku hanya geleng-geleng kepala melihatnya. Sivia mememang begitu, jika melihat cowok tampan langsung saja ngerocos gak jelas. Entah mengapa aku ingin langsung segera pulang

“udah ah ayo kita pulang, Vi.” Ujarku.
“lho? Kenapa Shill? Gue kan masih pengen liat cowok ganteng itu.” Jawabnya.
“yaudah kalo lo masih mau disini, gue pulang duluan ya Via. Byeee…” ucapku sambil mengayuh sepedaku
“eh Shill, tunggu woy!!” teriaknya sambil mencoba mengejarku.

***


Pagi hari sekali aku sudah berangkat untuk menjemput Sivia ke rumahnya. Kami memang sering berangkat bersama kesekolah. Dengan menggunakan Sepeda, lumayanlah itung-itung olahraga pagi.Kami bersekolah di SMP Tunas Bangsa. Sesampainya disana aku langsung me-markirkan sepedaku.

“Shill, ayo cepet. Ntar kita bisa telat kena marah lho..” ucap Sivia.
“hey, lo sih enak gak cape, coba gue. Gue kan yang ngayuh sepedanya,” ucapku sambil sedikit memanyunkan bibir.
“hehe.. lo kayak gak ngerti gue aja sih Shill.” jawabnya. Aku menghela nafas, dan berjalan bersama menuju kelas


**

Aku dan Sivia sedang ngerumpi bersama dibangku kami.tertawa renyah menedengarkan cerita masing2. Kami pun mmberhentikan tertawaan kami, karna bu Martha –guru kami- memasuki kelas.
“anak- anak hari ini kalian kedatangan murid baru. Silahkan nak perkenalkan diri” ucap bu Martha sambil mempersilahkan murid baru itu masuk.
“aaa Shilla, lo inget dia gak?” Tanya Sivia. Aku mengerenyitkan dahiku, dan saat ku lihat, tenyata dia..
“hai semua perkenalkan nama gue ALVIN Jonathan, kalian cukup panggil Alvin, gue pindahan dari SMP Pelita. Semoga kita bisa saling kenal. Terima kasih” ucap anak baru itu
“baik Alvin, kamu duduk dengan Rio ya disana,dibelakang Shilla” ucap bu Martha sambil menunjuk kearah tempat dudukku
“baik bu” jawabnya
“Shill, dia duduk dibelakang kita Shill. Yes asik haha” bisik Sivia sangat bersemangat.
“terus kalo dia duduk dibelakang kita kenapa gitu?” tanyaku sedikit jutek. Sivia hanya menatap –sedikit- kesal padaku
“hai gue Ray.”
“Alvin.”
“hai gue Sivia” ucap Sivia yang ikutan nimbrung kenalan sama Alvin. “oiya, ini temanku. Namanya Shilla” ucap Sivia sambil menepuk pundakku.
Alvin hanya tersenyum menanggapinaya. Eh? Buat apa Sivia ngenalin gue? Aish dasar Sivia!!

**

2 hari sudah aku berteman dengan Alvin. Tidak! Sepertinya hanya Sivia yang berteman dengannya, gue sih Ogah! Pagi ini seperti biasa aku menjemput Sivia tapi bukan dengan menggunakan Sepeda, tapi dengan motorku.

“Via… Sivia…” panggilku saat didepan rumah Sivia.
“eh, non Shilla…” ucap bi ijah –pembantu Via-
“Sivia ada bi?” tanyaku
“maaf non, non Sivia sudah berangkat dari tadi” jawab bi ijah
“ha? Sama siapa bi?”. “bibi kurang tau tuh non, kayaknya sih temen sekelasnya juga”
“oh yasudah makasih ya bi” jawabku sambil segera melajukan motorku

**
“oh, jadi tadi Sivia berangkat bareng Alvin.”gumamku saat melihat Sivia yg baru datang bersama Alvin.

**


Bel istirahat pun berbunyi, seperti biasa aku dan Sivia pergi ke kantin untuk mengisi perut. Tapi kali ini berbeda dengan seperti biasanya. Sivia pergi duluan bersama teman barunya itu –Alvin- . aku sedikit kesal melihatnya, jelas saja aku kan sahabatnya, tapi kenapa dia lebih memilih bersama dengan Alvin. aku berjalan malas menuju kantin, aku sedikit sebal dengan sikap Sivia.
“hai Via, boleh gabung?” tanyaku pada Sivia sesampainya dikantin.
“em, sorry Shill, bukannya ga boleh, tapi lo liat sendiri kan? Tempatnya udah penuh.” jawabnya dengan sedikit penyesalan.
‘bego banget gue, jelas-jelas emang penuh ni bangku, kenapa gue minta gabung’ batinku.
“Shill..” ucap Via membangunkan lamunanku “eh iya Vi.”
“lo gapapa kan?”
“engga kok, gue ke kelas dulu ya Vi.” pamitku dan langsung membalikan badan tanpa memperhatikan Via.

Aku membatalkan niat ku untuk membeli makanan, aku menjadi tidak nafsu karena tadi. Aku melamun sendiri dikelas. “Sivia kok jadi aneh gitu ya sama gue? Kenapa dia lebih milih kumpul sama Alvin dan teman barunya?” gumamku.
“baru dua harii aja Sivia udah segitunya sama Alvin, gimana kalo entar ya? Mungkin gue bakal dibuang gitu aja sama dia” gumamku –lagi-
“lo jangan berprasangka buruk gitu sama dia.” ucap seseorang diambang pintu, “dia kan sahabat lo, harusnya lo bisa ngertiin dia dong.” lanjutnyanya lagi sambil mendekatiku.
“heh yel, sejak kapan lo disitu?” tanyaku sambil sedikit membentaknya. Dia Gabriel, dia adalah orang yang sangat aku benci. dia pernah tembak aku berkali-kali, tapi hasilnya nihil! dia aku tolak.
“sejak lo ngomong sendiri waktu tadi” jawabnya tanpa dosa. Aku sedikit cemberut saat itu. “lo cemburu ya?” Tanyanya.
“hah? Gue? Cemburu? Buat apa gue cemburu sama Sivia.” jawabku sekenanya.
“bukan itu maksud gue. Lo itu cemburu’kan sama Alvin gara-gara Sivia lebih milih Alvin dibanding lo?” ucapnya. Aku hanya diam tak menanggapinya.
“Menurut gue,Via itu salah Shill. Harusnya dia lebih milih jalan bareng lo daripada Alvin. Lo sama dia kan udah Sahabatan dari kecil.” ucap Iel.
FINE!! Gabriel bener, harusnya Via lebih milih gue dong! Gue kan sahabatnya dari kecil!.
“lo gak usah ikut campur!” bentakku
“gue sih Cuma ngasih pendapat doang ya, itusih terserah lo mau nanggeoin atau enggak.” jawabnya dan berlalu meninggalkanku.

**

Bel pulangpun berbunyi, aku segera membereskan semua alat tulisku yang berantakkan diatas meja. Setelah semua beres, aku mengajak Sivia pulang.
“Via, ayo kita pulang.” Ajakku.
“eee… Shill, kayaknya gue gak bareng lo dulu deh” ucap Via sedikit ragu.
“lho, kenapa, Vi?” Tanyaku.
“gue mau balik bareng Alvin hari ini. Gapapa kan Shill?” jawab+tanyanya.
Aku sedikit tercengang mendengarnya. “em yaudah kalo gitu, gue duluan ya Via” jawabku sambil berjalan menuju parkiran “hati-hati ya Shill” ucapnya


Sesampainya dirumah aku langsung merebahkan diriku di kasur kamarku.
“bosen amat yak? Sivia lagi ngapain ya?"
“Sivia kenapa sih? Kok dia kayak yg jauhin gue gitu ya hari ini?”
“alaaah mikir apasih lo Shill. Jangan berprasangka buruk gitu dong sama sahabat lu sendiri.” Gumamku.

**

1 message

From : Sivia Bestfriend
Shill, gue mau ketemu lu sekarang di taman!

‘ngapain yah? Ah udahlah datang aja’ batinku


“hai Shill…” panggil Sivia yang ternyata sudah duduk dikursi taman
“ada apa Via?” tanyaku. “gue mau ngomongin sesuatu sama lo” jawabnya. Aku hanya mengangukan kepala
“Shill, gue mau tanya, kalo cewek nembak duluan boleh gak sih?”
“ha? Emang lo mau nembak siapa Via?” tanyaku antusias.
“ee.. Alvin.” Jawabnya. DEG!! Tuhan… kenapa rasanya sesakit ini? Apa gue cemburu? Enggak! Gak mungkin!!
“Shill..” ucap Via sambil mengayunkan(?) tangannya di depan wajahku
“eh iya Vi” . “lo gapapa kan?” “enggak kok”
“hehe… kalo gitu, gimana pertanyaan gue yang tadi?” “oh, em, menurut gue sih itu wajar-wajar aja kok” jawabku sambil tersenyum
“yehaaa… doain gue ya biar gue bisa jadi pacar Alvin” ucap Sivia seraya memelukku
“iya, pasti gue doain” jawabku sambil membalas pelukannya

**
“Shill, kira-kira enaknya kapan ya gue tembak Alvin?” tanya Sivia saat kami sedang makan di kantin
“itusih terserah lo Via. Cari waktu yang tepat aja.” Jawabku sekenanya
“haha okedeh…” ucapnya

**

Bel pulang pun berbunyi
“Via, mau pulang bareng gak?” tanyaku
“gue mau tembak Alvin pulang sekolah. Jadi lo pulang duluan aja ya..” bisiknya padaku
“oh.. kalo gitu sukses ya Via”

**
Saat aku sedang beristirahat dikamar, aku tiba2 memikirkan sesuatu
“Via, lagi apa ya lo sekarang? Pasti lagi seneng-seneng sama Alvin.” gumamku
“aaa… ya Allah.. kok gue sakit hati ya? Mikir apa sih lo Shill.. aahh!!!”
“udah ah mendingan gue tidur.” ucapku

Setelah cukup lama tertidur, aku segera ke kamar mandi untuk membersihkan tubuhku.
“Shill… Shilla…” panggil mama sambil mengetuk pintu kamarku
“iya maa ada apa?”
“ada Sivia tuh mau ketemu kamu.” jawab mama.
“iya tunggu bentar…”



“ada apa Via?” tanyaku sesampainya dibawah. Ada yang aneh pada Via, matanya merah dan sembab, ia seperti habis menangis
“ikut gue Shill.” Sivia tiba-tiba saja menarik tanganku dengan paksa, mengikutinya keluar.

“lepasin Via, ada apasih?” tanyaku sesampainya diluar
“Shill, kenapa lu gak jujur sama gue? Kenapa? Hah?” tanya Sivia dengan nada –sedikit- membentak
“jujur apaan sih Via? Gue gak ngerti?” tanyaku bingung.
“Alvin itu mantan lo kan? Iya kan? Jawab gue Shill…” ucap Sivia sambil mengguncanng lenganku.
“Via..” ucapku terpotong. “lo jahat Shill, kenapa ko gak cerita sama gue, kalo lo pernah pacaran sama Alvin. Hah? Kenapa Shill…?” tanya Sivia
“Via, sorry..” jawabku merasa bersalah.
“Alvin, nolak gue. Dan semua itu gara-gara dia masih saying sama lo”. Ha? Alvin masih saying sama gue? batinku.
“aaah…” kesal Sivia sambil meninggalkanku. Aku terdiam mematung.

**

Keesokan harinya, aku mencoba menemui Sivia ke rumahnya.
“Via…. Via…” panggilku setibanya di depan rumah Sivia.
“eh ada Non Shilla toh. Eu, maaf non, non Via'nya gaada.” ucap bi ijah.
“ha? Kemana bi?” tanyaku penasaran
“e.. non Sivia.. ee non Sivia dirumah sakit. Penyakitnya non Sivia kambuh” jawab bi ijah.
“sakit kaki lagi bi?” tanyaku
“bukan non, bukan penyakit itu.” Jawab bibi dengan menundukkan kepala.
Aku langsung tercengang, berbagai pertanyaan menghantuiku
‘ha? Penyakit? Penyakit apa? Setau ku Sivia hanya mempunyai penyakit sakit kakinya itu.’ Batinku

Tanpa menunggu berlama lama, aku langsung berlari menuju rumah sakit.


Sesampainya dirumah sakit, aku langsung masuk ke kamar Sivia.
"Via…” ucapku saat memasuki kamarnya.
“Shilla...” ucapnya.
“Via… lo kenapa Via?” tanyaku langsung memeluk Via. Seketika air mataku langsung meledak didepannya.
“Shilla, lo ngapain ke sini?” tanyanya.
“gue ngejenguk lo lah..” jawabku sedikit kesal dengan pertanyaannya. Via hanya tersenyum.
“Via, lo sakit apa? Lo gapapa kan?” tanyaku mulai serius.
“gue gapapa kok, lo gak usah khawatir.” jawabnya masih dengan senyuman.
“lo bohong! Lo sakit apa sih Via?”
“Sivia mengidap penyakit Leukimia, dan sudah memasuki stadium 4.” ucap seseorang yang tiba-tiba masuk. Dia Rio –kakak Sivia-. Aku sangat tercengang mendengarnya.
“bener Vi?” tanyaku memastikan. Via mengangguk pasrah.
“lo kenapa gak cerita sama gue Via? Kenapa?” tanyaku lagi, air mataku mengalir sangat deras
“gue gak mau bikin lo khawatir sama gue, gue gak mau nyusahin lo Shill.” Jawabnya, terlihat raut penyesalan di wajah Via
“enggak Via, lo tuh gak nyusahin gue… lo Sahabat gue” ucapku masih terisak
“Shill, boleh gak gue minta sesuatu buat yang terakhir kalinya?”
“apapun pasti gue lakuin, tapi kenapa lo bilang buat yang terakhir? Gue gak mau”
“please Shill…” “lo mau apa Via?”
“gue mau dibonceng di sepeda bareng lo lagi. Boleh kan Shill?” pintanya. Aku terdiam, menatap kedua orang tua sivia yg sedang bersedih juga. orangtua Rara menganggukkan kepalanya.

**

“pegangan yang kuat ya Via.” ucapku mencoba tegar.
“pasti.” jawab Via lemah.
“Shill, lakuin gerakan andalanmu ya.” pintanya.
“tapi Via..”
“gue pasti pegangan kok”

Dengan berhati-hati aku melakukan gerakan itu,
“aaaa…. Seru banget Shilla haha..” Sivia berteriak. Aku hanya tersenyum mendengarnya.
“Shill.” panggilnya.
“iya, Vi?” sahutku.
“kamu tau gak? Aku seneeng banget punya sahabat kayak kamu. Kamu itu baik, perhatian, pokoknya the best deh.” ucapnya.
“aku juga seneng punya sahabat kayak kamu Via.” Jawabku.
“Shill, kayaknya gue udah gak sanggup lagi deh buat jalanin hidup ini.” ucap Sivia. Aku langsung menghentikan sepedaku
“lo ngomong apa sih Via? Please vi jangan ngomong gitu.” Sivia turun dari sepedaku. Dan aku mengikutinya, dan berada di sebelahnya.
“tapi gue bener-bener gak sanggup lagi Shill, gue Cape Shill capee.” lirih Via. Aku memeluknya erat, mencoba menenangkan.
“tapi gue yakin, lo pasti bisa hadepin semuanya, Via. Pasti.” ucapku menyemangatinya.
“Shill, gue mau lo janji sama gue.”
“janji apa, Via?”
“lo mau janji kan, kalo gue udah gak ada, lo gak bakalan nangisin kepergian gue. Dan lo akan tetap jadi Shilla yg tegar, ceria, dan semangat.” ucapnya
“lo gak mungkin pergi Via, engga, gak mungkin!” aku menggeleng-geleng.
“tapi gue udah gak sanggup, gue lebih ikhlas tuhan ambil nyawa gue. Gue gak sanggup kalo terus-terusan sakit kayak gini.” ucapnya lirih. Aku tak kuasa lagi menahan air mataku
“tapi Via, gue yakin lo pasti bisa sembuh.”
“engga Shill, lebih baik tuhan ambil nyawa gue.”
“engga Vi…”
“Shill, gue udah gak kuat gue cape sama penyakit gue ini, Shill.” aku terdiam mendengarnya.
“Shill, lo janji kan?”
“iya Via, gue janji.” Jawabku.
“gue sayang lo Shilla my Best Friend.” ucapnya sambil mempererat pelukannya padaku.
“gue juga sayang lo, Sivia my Best Friend.” Cicitku.

1 detik... 3 detik... 6 detik... 10 detik...

“Via.. you’re My best best Friend.” ucapku.
“vi… Vi… Viaaaaaaaaa…..” aku berteriak saat melihat Via yang sudah lemah tak berdaya dalam pelukanku.

“Vi... bangun, Vi!!!!” aku mengguncangkan badannya. Namun sayang, ia tak merespon apapun.

Ya Tuhan… mengapa kau mengambil Sivia secepat ini? Mengapa kau mengambilnya lebih dulu?


~ THE END ~

0 komentar:

Posting Komentar

 
PiscesLeo? Blogger Template by Ipietoon Blogger Template