follow : @murfinurh_
maaf
gaje, kurang nge-fell dan apalah sebagainya. saya masih amatiran, jadi mohon
dimaklum :):D
.
.
.
Perkenalkan
namaku SHILLA, aku mempunyai Sahabat yang sangaaaat ku sayangi. Dia bernama
SIVIA. Aku dan Sivia sudah berteman sejak kami masih bayi, mungkin saat kami
masih didalam perut. Dia adalah sahabat yang paling mengerti, dan selalu ada
untukku. Begitupun aku untuknya. Seperti biasa, setiap sore aku dan Sivia
selalu bersepeda bersama untuk meninkmati sunset yang indah. Aku selalu memboncengnya
saat bersepeda, karena Sivia tidak bisa bersepeda, kakinya pasti sakit jika
dipakai untuk mengayuh pedal sepeda. Sejak kecil, Via di vonis terkena penyakit
Kaki, aku tidak begitu mengetahui nama penyakitnya, yang jelas itu sulit
dihafal (sebenernya emang penulisnya gak tau:D).
“Shilla…
ini sungguh mengasyikkan..” teriak Sivia
“sebaiknya
kau berpegangan Vi” saranku, dan…
Wussshhh…
“aaaa…
Shilla, kau sungguh hebat haha..”
Aku
sering melakukannya saat bersepeda, melakukan sedikit gerakan yang mungkin bisa
dibilang berbahaya.
“eh
Shill liat deh itu!” seru Sivia Aku langsung menghentikan sepedaku, dan melihat
kearah yang ditunjukkan Sivia.
“aaa…
Ganteng sekali..” Ucapnya kagum. Aku hanya geleng-geleng kepala melihatnya.
Sivia mememang begitu, jika melihat cowok tampan langsung saja ngerocos gak
jelas. Entah mengapa aku ingin langsung segera pulang
“udah
ah ayo kita pulang, Vi.” Ujarku.
“lho?
Kenapa Shill? Gue kan masih pengen liat cowok ganteng itu.” Jawabnya.
“yaudah
kalo lo masih mau disini, gue pulang duluan ya Via. Byeee…” ucapku sambil
mengayuh sepedaku
“eh
Shill, tunggu woy!!” teriaknya sambil mencoba mengejarku.
***
Pagi
hari sekali aku sudah berangkat untuk menjemput Sivia ke rumahnya. Kami memang
sering berangkat bersama kesekolah. Dengan menggunakan Sepeda, lumayanlah
itung-itung olahraga pagi.Kami bersekolah di SMP Tunas Bangsa. Sesampainya
disana aku langsung me-markirkan sepedaku.
“Shill,
ayo cepet. Ntar kita bisa telat kena marah lho..” ucap Sivia.
“hey,
lo sih enak gak cape, coba gue. Gue kan yang ngayuh sepedanya,” ucapku sambil
sedikit memanyunkan bibir.
“hehe..
lo kayak gak ngerti gue aja sih Shill.” jawabnya. Aku menghela nafas, dan
berjalan bersama menuju kelas
**
Aku
dan Sivia sedang ngerumpi bersama dibangku kami.tertawa renyah menedengarkan
cerita masing2. Kami pun mmberhentikan tertawaan kami, karna bu Martha –guru
kami- memasuki kelas.
“anak-
anak hari ini kalian kedatangan murid baru. Silahkan nak perkenalkan diri” ucap
bu Martha sambil mempersilahkan murid baru itu masuk.
“aaa
Shilla, lo inget dia gak?” Tanya Sivia. Aku mengerenyitkan dahiku, dan saat ku
lihat, tenyata dia..
“hai
semua perkenalkan nama gue ALVIN Jonathan, kalian cukup panggil Alvin, gue
pindahan dari SMP Pelita. Semoga kita bisa saling kenal. Terima kasih” ucap
anak baru itu
“baik
Alvin, kamu duduk dengan Rio ya disana,dibelakang Shilla” ucap bu Martha sambil
menunjuk kearah tempat dudukku
“baik
bu” jawabnya
“Shill,
dia duduk dibelakang kita Shill. Yes asik haha” bisik Sivia sangat bersemangat.
“terus
kalo dia duduk dibelakang kita kenapa gitu?” tanyaku sedikit jutek. Sivia hanya
menatap –sedikit- kesal padaku
“hai
gue Ray.”
“Alvin.”
“hai
gue Sivia” ucap Sivia yang ikutan nimbrung kenalan sama Alvin. “oiya, ini temanku.
Namanya Shilla” ucap Sivia sambil menepuk pundakku.
Alvin
hanya tersenyum menanggapinaya. Eh? Buat apa Sivia ngenalin gue? Aish dasar
Sivia!!
**
2
hari sudah aku berteman dengan Alvin. Tidak! Sepertinya hanya Sivia yang
berteman dengannya, gue sih Ogah! Pagi ini seperti biasa aku menjemput Sivia
tapi bukan dengan menggunakan Sepeda, tapi dengan motorku.
“Via…
Sivia…” panggilku saat didepan rumah Sivia.
“eh,
non Shilla…” ucap bi ijah –pembantu Via-
“Sivia
ada bi?” tanyaku
“maaf
non, non Sivia sudah berangkat dari tadi” jawab bi ijah
“ha?
Sama siapa bi?”. “bibi kurang tau tuh non, kayaknya sih temen sekelasnya juga”
“oh
yasudah makasih ya bi” jawabku sambil segera melajukan motorku
**
“oh,
jadi tadi Sivia berangkat bareng Alvin.”gumamku saat melihat Sivia yg baru datang
bersama Alvin.
**
Bel
istirahat pun berbunyi, seperti biasa aku dan Sivia pergi ke kantin untuk
mengisi perut. Tapi kali ini berbeda dengan seperti biasanya. Sivia pergi
duluan bersama teman barunya itu –Alvin- . aku sedikit kesal melihatnya, jelas
saja aku kan sahabatnya, tapi kenapa dia lebih memilih bersama dengan Alvin.
aku berjalan malas menuju kantin, aku sedikit sebal dengan sikap Sivia.
“hai
Via, boleh gabung?” tanyaku pada Sivia sesampainya dikantin.
“em,
sorry Shill, bukannya ga boleh, tapi lo liat sendiri kan? Tempatnya udah penuh.”
jawabnya dengan sedikit penyesalan.
‘bego
banget gue, jelas-jelas emang penuh ni bangku, kenapa gue minta gabung’
batinku.
“Shill..”
ucap Via membangunkan lamunanku “eh iya Vi.”
“lo
gapapa kan?”
“engga
kok, gue ke kelas dulu ya Vi.” pamitku dan langsung membalikan badan tanpa
memperhatikan Via.
Aku
membatalkan niat ku untuk membeli makanan, aku menjadi tidak nafsu karena tadi.
Aku melamun sendiri dikelas. “Sivia kok jadi aneh gitu ya sama gue? Kenapa dia
lebih milih kumpul sama Alvin dan teman barunya?” gumamku.
“baru
dua harii aja Sivia udah segitunya sama Alvin, gimana kalo entar ya? Mungkin
gue bakal dibuang gitu aja sama dia” gumamku –lagi-
“lo
jangan berprasangka buruk gitu sama dia.” ucap seseorang diambang pintu, “dia
kan sahabat lo, harusnya lo bisa ngertiin dia dong.” lanjutnyanya lagi sambil
mendekatiku.
“heh
yel, sejak kapan lo disitu?” tanyaku sambil sedikit membentaknya. Dia Gabriel,
dia adalah orang yang sangat aku benci. dia pernah tembak aku berkali-kali,
tapi hasilnya nihil! dia aku tolak.
“sejak
lo ngomong sendiri waktu tadi” jawabnya tanpa dosa. Aku sedikit cemberut saat
itu. “lo cemburu ya?” Tanyanya.
“hah?
Gue? Cemburu? Buat apa gue cemburu sama Sivia.” jawabku sekenanya.
“bukan
itu maksud gue. Lo itu cemburu’kan sama Alvin gara-gara Sivia lebih milih Alvin
dibanding lo?” ucapnya. Aku hanya diam tak menanggapinya.
“Menurut
gue,Via itu salah Shill. Harusnya dia lebih milih jalan bareng lo daripada
Alvin. Lo sama dia kan udah Sahabatan dari kecil.” ucap Iel.
FINE!!
Gabriel bener, harusnya Via lebih milih gue dong! Gue kan sahabatnya dari
kecil!.
“lo
gak usah ikut campur!” bentakku
“gue
sih Cuma ngasih pendapat doang ya, itusih terserah lo mau nanggeoin atau enggak.”
jawabnya dan berlalu meninggalkanku.
**
Bel
pulangpun berbunyi, aku segera membereskan semua alat tulisku yang berantakkan
diatas meja. Setelah semua beres, aku mengajak Sivia pulang.
“Via,
ayo kita pulang.” Ajakku.
“eee…
Shill, kayaknya gue gak bareng lo dulu deh” ucap Via sedikit ragu.
“lho,
kenapa, Vi?” Tanyaku.
“gue
mau balik bareng Alvin hari ini. Gapapa kan Shill?” jawab+tanyanya.
Aku
sedikit tercengang mendengarnya. “em yaudah kalo gitu, gue duluan ya Via”
jawabku sambil berjalan menuju parkiran “hati-hati ya Shill” ucapnya
Sesampainya
dirumah aku langsung merebahkan diriku di kasur kamarku.
“bosen
amat yak? Sivia lagi ngapain ya?"
“Sivia
kenapa sih? Kok dia kayak yg jauhin gue gitu ya hari ini?”
“alaaah
mikir apasih lo Shill. Jangan berprasangka buruk gitu dong sama sahabat lu
sendiri.” Gumamku.
**
1
message
From : Sivia Bestfriend
Shill,
gue mau ketemu lu sekarang di taman!
‘ngapain
yah? Ah udahlah datang aja’ batinku
“hai
Shill…” panggil Sivia yang ternyata sudah duduk dikursi taman
“ada
apa Via?” tanyaku. “gue mau ngomongin sesuatu sama lo” jawabnya. Aku hanya
mengangukan kepala
“Shill,
gue mau tanya, kalo cewek nembak duluan boleh gak sih?”
“ha?
Emang lo mau nembak siapa Via?” tanyaku antusias.
“ee..
Alvin.” Jawabnya. DEG!! Tuhan… kenapa rasanya sesakit ini? Apa gue cemburu?
Enggak! Gak mungkin!!
“Shill..”
ucap Via sambil mengayunkan(?) tangannya di depan wajahku
“eh
iya Vi” . “lo gapapa kan?” “enggak kok”
“hehe…
kalo gitu, gimana pertanyaan gue yang tadi?” “oh, em, menurut gue sih itu
wajar-wajar aja kok” jawabku sambil tersenyum
“yehaaa…
doain gue ya biar gue bisa jadi pacar Alvin” ucap Sivia seraya memelukku
“iya,
pasti gue doain” jawabku sambil membalas pelukannya
**
“Shill,
kira-kira enaknya kapan ya gue tembak Alvin?” tanya Sivia saat kami sedang
makan di kantin
“itusih
terserah lo Via. Cari waktu yang tepat aja.” Jawabku sekenanya
“haha
okedeh…” ucapnya
**
Bel
pulang pun berbunyi
“Via,
mau pulang bareng gak?” tanyaku
“gue
mau tembak Alvin pulang sekolah. Jadi lo pulang duluan aja ya..” bisiknya
padaku
“oh..
kalo gitu sukses ya Via”
**
Saat
aku sedang beristirahat dikamar, aku tiba2 memikirkan sesuatu
“Via,
lagi apa ya lo sekarang? Pasti lagi seneng-seneng sama Alvin.” gumamku
“aaa…
ya Allah.. kok gue sakit hati ya? Mikir apa sih lo Shill.. aahh!!!”
“udah
ah mendingan gue tidur.” ucapku
Setelah
cukup lama tertidur, aku segera ke kamar mandi untuk membersihkan tubuhku.
“Shill…
Shilla…” panggil mama sambil mengetuk pintu kamarku
“iya
maa ada apa?”
“ada
Sivia tuh mau ketemu kamu.” jawab mama.
“iya
tunggu bentar…”
“ada
apa Via?” tanyaku sesampainya dibawah. Ada yang aneh pada Via, matanya merah
dan sembab, ia seperti habis menangis
“ikut
gue Shill.” Sivia tiba-tiba saja menarik tanganku dengan paksa, mengikutinya
keluar.
“lepasin
Via, ada apasih?” tanyaku sesampainya diluar
“Shill,
kenapa lu gak jujur sama gue? Kenapa? Hah?” tanya Sivia dengan nada –sedikit-
membentak
“jujur
apaan sih Via? Gue gak ngerti?” tanyaku bingung.
“Alvin
itu mantan lo kan? Iya kan? Jawab gue Shill…” ucap Sivia sambil mengguncanng
lenganku.
“Via..”
ucapku terpotong. “lo jahat Shill, kenapa ko gak cerita sama gue, kalo lo
pernah pacaran sama Alvin. Hah? Kenapa Shill…?” tanya Sivia
“Via,
sorry..” jawabku merasa bersalah.
“Alvin,
nolak gue. Dan semua itu gara-gara dia masih saying sama lo”. Ha? Alvin masih saying sama gue? batinku.
“aaah…”
kesal Sivia sambil meninggalkanku. Aku terdiam mematung.
**
Keesokan
harinya, aku mencoba menemui Sivia ke rumahnya.
“Via….
Via…” panggilku setibanya di depan rumah Sivia.
“eh
ada Non Shilla toh. Eu, maaf non, non Via'nya gaada.” ucap bi ijah.
“ha?
Kemana bi?” tanyaku penasaran
“e..
non Sivia.. ee non Sivia dirumah sakit. Penyakitnya non Sivia kambuh” jawab bi
ijah.
“sakit
kaki lagi bi?” tanyaku
“bukan
non, bukan penyakit itu.” Jawab bibi dengan menundukkan kepala.
Aku
langsung tercengang, berbagai pertanyaan menghantuiku
‘ha?
Penyakit? Penyakit apa? Setau ku Sivia hanya mempunyai penyakit sakit kakinya
itu.’ Batinku
Tanpa
menunggu berlama lama, aku langsung berlari menuju rumah sakit.
Sesampainya
dirumah sakit, aku langsung masuk ke kamar Sivia.
"Via…”
ucapku saat memasuki kamarnya.
“Shilla...”
ucapnya.
“Via…
lo kenapa Via?” tanyaku langsung memeluk Via. Seketika air mataku langsung
meledak didepannya.
“Shilla,
lo ngapain ke sini?” tanyanya.
“gue
ngejenguk lo lah..” jawabku sedikit kesal dengan pertanyaannya. Via hanya
tersenyum.
“Via,
lo sakit apa? Lo gapapa kan?” tanyaku mulai serius.
“gue
gapapa kok, lo gak usah khawatir.” jawabnya masih dengan senyuman.
“lo
bohong! Lo sakit apa sih Via?”
“Sivia
mengidap penyakit Leukimia, dan sudah memasuki stadium 4.” ucap seseorang yang
tiba-tiba masuk. Dia Rio –kakak Sivia-. Aku sangat tercengang mendengarnya.
“bener
Vi?” tanyaku memastikan. Via mengangguk pasrah.
“lo
kenapa gak cerita sama gue Via? Kenapa?” tanyaku lagi, air mataku mengalir
sangat deras
“gue
gak mau bikin lo khawatir sama gue, gue gak mau nyusahin lo Shill.” Jawabnya,
terlihat raut penyesalan di wajah Via
“enggak
Via, lo tuh gak nyusahin gue… lo Sahabat gue” ucapku masih terisak
“Shill,
boleh gak gue minta sesuatu buat yang terakhir kalinya?”
“apapun
pasti gue lakuin, tapi kenapa lo bilang buat yang terakhir? Gue gak mau”
“please
Shill…” “lo mau apa Via?”
“gue
mau dibonceng di sepeda bareng lo lagi. Boleh kan Shill?” pintanya. Aku
terdiam, menatap kedua orang tua sivia yg sedang bersedih juga. orangtua Rara
menganggukkan kepalanya.
**
“pegangan
yang kuat ya Via.” ucapku mencoba tegar.
“pasti.”
jawab Via lemah.
“Shill,
lakuin gerakan andalanmu ya.” pintanya.
“tapi
Via..”
“gue
pasti pegangan kok”
Dengan
berhati-hati aku melakukan gerakan itu,
“aaaa….
Seru banget Shilla haha..” Sivia berteriak. Aku hanya tersenyum mendengarnya.
“Shill.”
panggilnya.
“iya,
Vi?” sahutku.
“kamu
tau gak? Aku seneeng banget punya sahabat kayak kamu. Kamu itu baik, perhatian,
pokoknya the best deh.” ucapnya.
“aku
juga seneng punya sahabat kayak kamu Via.” Jawabku.
“Shill,
kayaknya gue udah gak sanggup lagi deh buat jalanin hidup ini.” ucap Sivia. Aku
langsung menghentikan sepedaku
“lo
ngomong apa sih Via? Please vi jangan ngomong gitu.” Sivia turun dari sepedaku.
Dan aku mengikutinya, dan berada di sebelahnya.
“tapi
gue bener-bener gak sanggup lagi Shill, gue Cape Shill capee.” lirih Via. Aku
memeluknya erat, mencoba menenangkan.
“tapi
gue yakin, lo pasti bisa hadepin semuanya, Via. Pasti.” ucapku menyemangatinya.
“Shill,
gue mau lo janji sama gue.”
“janji
apa, Via?”
“lo
mau janji kan, kalo gue udah gak ada, lo gak bakalan nangisin kepergian gue.
Dan lo akan tetap jadi Shilla yg tegar, ceria, dan semangat.” ucapnya
“lo
gak mungkin pergi Via, engga, gak mungkin!” aku menggeleng-geleng.
“tapi
gue udah gak sanggup, gue lebih ikhlas tuhan ambil nyawa gue. Gue gak sanggup
kalo terus-terusan sakit kayak gini.” ucapnya lirih. Aku tak kuasa lagi menahan
air mataku
“tapi
Via, gue yakin lo pasti bisa sembuh.”
“engga
Shill, lebih baik tuhan ambil nyawa gue.”
“engga
Vi…”
“Shill,
gue udah gak kuat gue cape sama penyakit gue ini, Shill.” aku terdiam
mendengarnya.
“Shill,
lo janji kan?”
“iya
Via, gue janji.” Jawabku.
“gue
sayang lo Shilla my Best Friend.” ucapnya sambil mempererat pelukannya padaku.
“gue
juga sayang lo, Sivia my Best Friend.” Cicitku.
1
detik... 3 detik... 6 detik... 10 detik...
“Via..
you’re My best best Friend.” ucapku.
“vi…
Vi… Viaaaaaaaaa…..” aku berteriak saat melihat Via yang sudah lemah tak berdaya
dalam pelukanku.
“Vi...
bangun, Vi!!!!” aku mengguncangkan badannya. Namun sayang, ia tak merespon
apapun.
Ya
Tuhan… mengapa kau mengambil Sivia secepat ini? Mengapa kau mengambilnya lebih
dulu?
~
THE END ~
0 komentar:
Posting Komentar